Kebijakan Pemkab dan DPRD Pelalawan Tak Pro Rakyat

Ketua IPNU Pelalawan, Dwi Surya Pamungkas

PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Ikatan Pemuda Nadhlatul Ulama (IPNU) Kabupaten Pelalawan, Dwi Surya Pemungkas memberikan catatan khusus terkait beberapa kebijakan yang dikeluarkan oleh Pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Kabupaten Pelalawan di semester pertama tahun anggaran. Pasalnya, selama ini kedua lembaga tersebut kerap mengeluarkan kebijakan kontroversial terkait penggunaan anggaran yang dinilai tak berpihak pada rakyat.

Pernyataan ini disampaikan oleh Ketua IPNU Kabupaten Pelalawan, Dwi Surya Pemungkas, pada riaubernas.com, Selasa (24/5). Menurutnya, selama ini kedua lembaga tertinggi di daerah tersebut lebih mengedepankan service pada diri mereka sendiri.

"Salah satunya contohnya seperti menaikkan nilai Tunjangan Penghasilan Pegawai (TPP), kemudian kebijakan memotong gaji honorer sedangkan di sisi lain malah menganggarkan pengadaan mobil mewah baru untuk empat pejabat di sekitaran pengambil kebijakan serta membengkaknya biaya perjalanan dinas untuk membiayai kunjungan kerja," ungkapnya.

Padahal, sambungnya, di tengah kebijakan rasionalisasi yang tengah dijalankan oleh Pemkab Pelalawan untuk menghemat anggaran pembangunan, tapi di waktu bersamaan Pemkab juga malah mengeluarkan kebijakan yang tak rasional.

"Ya misalnya upaya menaikkan TPP, menservice empat asisten dengan mobil mewah baru," tandasnya.

Dengan manuver penggunaan anggaran yang tidak pas di masa defisit APBD saat ini, lanjutnya, langkah- langkah TAPD dalam menyusun pos pengeluaran terlihat seperti tidak mewakili beban berat rakyat

Kabupaten Pelalawan. Apalagi jelang memasuki bulan suci Ramadan yang diikuti Hari Raya Idul Fitri, akan banyak pengeluaran  dalam mempersiapkan penyambutan hari besar umat Islam yang dianut sebagian besar masyarakat Kabupaten Pelalawan, bukannya mendapat tambahan penghasilan yang biasa diterima tapi malah berkurang.

"Bayangkan saja, 5000-an pegawai honorer yang dipotong gajinya itu adalah rakyat Kabupaten Pelalawan, mereka akan menghadapi masa masa sulit ke depannya guna menyesuaikan keuangan seadainya akibat pemotongan gaji 20 persen. Sayangnya tidak ada empati yang diperlihatkan pejabat di daerah," tukasnya.

Lanjutnya, akibat dari rasionalisasi anggaran juga, beberapa program pembangunan yang seharusnya dapat dinikmati oleh masyarakat malah harus tertunda karena lemahnya kekuatan APBD yang dimiliki saat ini.

Program program pembangunan yang sudah dibahas bersama DPRD dan disahkan sebelum tahun anggaran 2016 dimulai. Setelah dirasionalkan malah ditemukan hasil yang tidak rasional.

"Program pembangunan itu tidak melulu tentang proyek fisik, namun imbas dari program-program yang dipangkas juga akan mempengaruhi pelayanan yang diterima masyarakat, namun jika kebijakan itu berkenaan dengan pejabat, maka kebijakan tidak rasional," tandasnya.

Menurutnya, kebijakan berbeda dan bertolak belakang di waktu bersamaan mengindikasikan bahwa pengambil kebijakan di Pemkab Pelalawan menerapkan standar ganda dalam menggunakan uang negara. Kebijakan seperti ini bukan berasal dari kepemimpinan sejati.

Mahasiswa kelahiran Sungai Ara ini mengingatkan, masa pemerintahan periode kedua kepemimpinan HM Harris sebagai bupati baru saja dimulai, dilantik di kantor Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) Jakarta akhir April lalu. Bupati dan Wakil Bupati sudah diingatkan oleh Menteri Dalam Negeri untuk selalu mengeluarkan kebijakan yang sejalan dengan semanagat Nawacita yang dijalankan oleh Pemerintahan Jokowi JK.

"Dan jelas jelas kebijakan yang berlaku di pemkab Pelalawan saat ini, bukan Nawacita yang

dimaksudkan oleh Mendagri," sambungnya.

Diharapkan Dwi, seluruh anggaran pengeluaran yang bersumber dari uang negara harus berimplementasi pada kesejahteraan rakyat, peningkatan pelayanan publik, dan pembangunan yang dapat dinikmati oleh seluruh rakyat secara adil dan merata.

"Uang negara itu berasal dari pajak yang dibayarkan rakyat, dan harus kembali kepada mereka dalam bentuk pembangunan," tegasnya.

Itu artinya, katanya, mindset pejabat sudah saatnya harus berubah, sikap ingin dilayani sudah tidak relevan lagi di masa kini, apa lagi di masa pemerintahan Jokowi JK yang dikenal dengan kabinet kerja, pejabat itu lebih mengedepankan kinerjanya.

"Jangan sampai terbalik, tunjangan kinerja didahulukan, fasilitas jabatan diutamakan tapi kinerja tak ditunjukkan," tandasnya.

Begitu pula dengan gaya menjabat yang ditunjukkan oleh anggota Dewan, sebagai representasi dari masyarakat yang telah memilih mereka untuk jadi wakil rakyat malah tidak menunjukkan sikap merakyat. Kunjungan Kerja (Kunker) anggota DPRD Pelalawan ke berbagai daerah di tanah air baru-baru ini mengesankan sikap tidak respeknya wakil rakyat terhadap persoalan dan kondisi daerah. Misalnya saja kunker anggota dewan ke Bali yang menurutnya hanya modus jalan jalan saja.

"Sebagian besar kunjungan kerja ke Bali tidak memiliki esensi dan apa yang dewan pelajari di Bali, itu hanya modus pesiar saja. Nilai manfaatnya untuk daerah tidak ada," tegasnya.

Setelah Bali, sebagian wakil rakyat ini sibuk dengan perjalanan dinas berbungkus kunker ini ke beberapa kota. Disaat keuangan daerah sulit, seharusnya dewan mengetatkan anggaran perjalan dinas, agar menjadi contoh bagi SKPD untuk menghematkan pengeluaran.

"Jika mereka tidak pikir-pikir dalam menggunakan uang negara bagaimana fungsi pengawasan dan penganggaran dapat dengan baik mereka terapkan," imbuhnya.

Ditambahkannya, karena itu Tim Anggaran Pemerintah Daerah harus jeli membedakan standar prioritas belanja daerah di tengah kekuatan anggaran yang lemah ini.

"Kinerja itu tidak identik dengan fasilitas yang didapat. Apalagi fasilitas yang didapat sebelumnya, mobil dinas yang lama tidak menghambat tugas-tugas empat asisten itu. Jika mau diganti tidak masalah asalkan disesuaikan dengan keadaan keuangan, beban dan  psikologis masyarakat. Jika dipaksakan juga ya itu, akhirnya mengeluarkan kebijakan yang tak pro rakyat," pungkasnya (tim)




Editor    : Ai


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar