Kepemimpinan Sekolah Sukses Ala Indonesia

A. Kepemimpinan Sekolah Sukses: Model Indonesia

Model kepemimpinan sekolah sukses ala Indonesia sebagai proses kepemimpinan kepala sekolah yang bersiklus. Interaksi yang berpengaruh di antara komponen-komponen dalam model tersebut diindikasikan, dan perubahan-perubahan, adaptasi, dan penyesuaian dapat dibuat pada komponen mana pun. Ini sebagai akibat dari evaluasi dan analisis terus menerus yang dilakukan kepala kepala sekolah dan anggota sekolah terhadap konteks, kondisi, dan performa sekolah.

Ada empat komponen utama dalam model kepemimpinan sekolah sukses ala Indonesia, yang ditunjukkan dengan empat warna yang berbeda, hijau, ungu, biru menyala, dan emas. Penggunaan warna-warna hanya dimaksudkan untuk memudahkan penjelasan diagram.

Komponen-komponen lainnya meliputi panah searah, panah dua arah (resiprokal), dan panah bergaris patah-patah (mengindikasikan hubungan yang lemah). Prinsipnya, panah-panah ini mencerminkan pengaruh antar komponen yang saling berhubungan.

Komponen hijau merupakan landasan karakteristik dan praktik kepemimpinan kepala-kepala sekolah, yang mencakup:
1)  Persepsi tentang keberhasilan sekolah.
2)  Nilai-nilai dan keyakinan.
3)  Menganalisis konteks-konteks.

Komponen pertama mengindikasikan asumsi dan pengharapan kepala-kepala sekolah dan anggota komunitas sekolah yang lain tentang Komponen berwarna ungu, yang dapat juga dipengaruhi oleh out come sekolah dan siswa sebagai hasil dari evaluasi terus menerus, meliputi beberapa kualitas kepemimpinan: membangun visi, menyesuaikan visi orang lain, menciptakan visi bersama, memiliki ekspektasi tinggi, dan fokus pada arah yang ditentukan.

Visi adalah arah masa depan dimana semua komponen dan aktivitas organisasi difokuskan. Visi memberi inspirasi kepada anggota organisasi untuk bekerja demi pengembangan. Komponen-komponen berwarna biru cerah ini juga dipengaruhi oleh nilai-nilai dan keyakinan kepala-kepala sekolah dan anggota komunitas, demikian juga oleh pemahaman mereka terhadap konteks di mana mereka berada.

Panah resiprokal antara komponen-komponen berwarna emas dan berwarna biru muda mengindikasikan adanya evaluasi terus menerus yang dilakukan kepala-kepala sekolah dan guru-guru. Selama dan setelah implementasi strategi-strategi dan program-program tertentu, analisis dan evaluasi yang seksama dilakukan, dan perubahan-perubahan serta penyesuaian pada rencana-rencana dan strategi-strategi pun dibuat.

Panah bergaris patah-patah dari komponen-komponen berwarna emas ke komponen persepsi dan konteks (hijau), dan komponen berwarna pink, mengindikasikan bahwa outcome-outcome dapat memberikan pengaruh pada aspek aspek proses kepemimpinan tersebut. Sebagai contoh, ekspektasi terhadap performa siswa dapat diatur ulang setelah performa yang sekarang dianalisis.
 
B. Sistem Pendidikan Indonesia

Ada dua hal untuk menjelaskan konteks reformasi pendidikan di Indonesia.
1. Sistem pendidikan di Indonesia dan perubahan-perubahan besar yang terjadi sejak diterapkannya sistem sosio-politik yang demokratis, yang berdampak signifikan pada dunia pendidikan.
2. Reformasi manajemen dan kurikulum yang telah mengikuti perubahan politik, nilai-nilai, cara berpikir yang diwujudkannya.
 
Tujuan-Tujuan Pendidikan
Sesuai dengan perubahan sosial-politik, beberapa undang undang yang berkaitan dengan sistem pendidikan nasional Indonesia telah diberlakukan sejak kemerdekaan pada tahun 1945: tahun 1950, 1956, 1989 (Poerbakawatja, 1970; Tilaar, 1995) dan tahun 2003.

Undang-undang 2003 (Indonesian National Education System Act atau UU Sisdiknas) dianggap sangat penting terkiat dengan fase transisi bangsa Indonesia dari sistem politik otoritarianisme ke demokrasi tahun 1998. Sistem pemerintahan berubah, dari sentralistik menuju desentralistik, atau dikenal dengan istilah "otonomi yang lebih luas," (Jalal & Supriadi, 2001).

Sebagaimana dinyatakan dalam UU Sisdiknas 2003, pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi siswa agar menjadi orang yang beriman dan taat kepada Tuhan Yang Maha Esa, bermoral, sehat, berpengetahuan, cerdas, kreatif dan merdeka, dan untuk menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab (Depdiknas, 2003d, bab 2, pasal 2). Dalam undang-undang tersebut terdapat penekanan pada nilai-nilai religius dan moral, kompetensi intelektual, dan nilai-nilai demokrasi.

Pada kenyataannya, UUD 1945 menekankan bahwa setiap warga negara harus memeluk satu di antara lima agama yang diakui secara formal: Islam, Kristen, Hindu, Buddha, atau Konfusianisme. Dalam bidang pendidikan, nilai-nilai agama dimasukkan sebagai salah satu standar dan tujuan pendidikan. Nilai-nilai ini diharapkan dapat menjadi bagian integral dari kepribadian siswa, dan termanifestasikan dalam moralitas (Tilaar, 1999).

Tujuan-tujuan religius dan moral ini diulang ulang secara eksplisit dalam setiap Undang-Undang Pendidikan Indonesia (Poerbakawatja, 1970; Tilaar, 1995), meskipun terdapat kekhawatiran bahwa tujuan-tujuan tersebut tidak tercapai dengan baik (Adimassana, 2000; Sudarminta, 2000). Karena pendidikan harus mampu mengembangkan domain kognitif, psikomotorik, dan afektif siswa (Bloom, 1956), ajaran agama dan moralitas tidak cukup untuk membuat siswa dapat berhasil di era yang kompetitif ini. Sejumlah atribut dibutuhkan, seperti kompetensi dasar dan berbagai keterampilan (Bailin, Case, Coombs, & Daniels, 1999; Blank, 1992; Bloom, 1956: Cameron, 1986; Campbell, 1996; Metais, 1999).

Namun, sistem pendidikan Indonesia terlalu banyak memberi tekanan pada prestasi kognitif siswa (Darmaningtyas, 2004; Muhaimin, dkk., 2001). Pengetahuan yang dipelajari dan dikuasai siswa tersisihkan dari wilayah aplikasi (Darmaningtyas, 2004). Tujuan belajar tampaknya diformulasikan agar siswa memenuhi target muatan kurikulum tanpa diberikan perhatian yang cukup mengenai bagaimana pengetahuan tersebut diaplikasikan dalam kehidupan nyata (Joni, 2000).

Konsekuensinya, banyak lulusan sekolah yang tidak mampu mengambil peran aktif dalam masyarakat dan tidak berhasil ketika perubahan dan persaingan telah menjadi ciri umum (Darmaningtyas, 2004; Joni, 2000; Tilaar, 1999). Baru, Indonesia mengalami perubahan dramati eksplisit dimasukkan ke dalam Undang dalam bidang politik. Secara konstitusional, istilah "warga negana Undang 2003 (yang tidak terdapat pada Undang-Undang 1989) yang demokratis" secara sebagai salah satu tujuan pendidikan.

Dinyatakan pula dalam undang undang tersebut bahwa siswa Indonesia perlu diajarkan tentang nilai-nilai dan praktik demokrasi. Dalam menjalankan hal itu, menurut Hochschild dan Scovronick (2002), sekolah merupakan lokus yang krusial untuk mendidik anak-anak untuk menjadi warga negara yang demokratis, yang berkontribusi dalam membangun dan memelihara negara yang demokratis.

Secara keseluruhan, tiga aspek di atas merupakan bagian dari tujuan utama pendidikan nasional. Anak-anak Indonesia diharapkan dapat mempraktikkan nilai-nilai dan praktik moral dan religius, cerdas, memiliki keterampilan, demokratis, dan bertanggung jawab terhadap bangsa.
 
C.  Kepemimpinan Sekolah Sukses: Observasi Praktik Magang

SD Negeri 109 Pekanbaru


Berawal dari pelaksanaan magang III yang berlangsung selama 1 bulan penuh untuk memenuhi penilaian magang, kami peserta magang yang bertempat di SD Negeri 109 Pekanbaru sangat banyak mendapat ilmu serta pengalaman yang sangat berkesan. Salah satunya yaitu “Model Kepemimpinan Kepala Sekolah 109 Pekanbaru”.
Saya pribadi selama magang III sangat berkesan melihat gaya kepemimpinan kepala sekolah SD Negeri 109 Pekanbaru, menurut saya gaya kepemimpinan beliau yaitu “Leadership”. Saya dan rekan-rekan magang III bisa rasakan dan melihat bagaimana beliau mempimpin rapat untuk mencari jawaban bersama lalu memimpin dengan gaya mengarahkan, memotivasi, dan membimbing.

Selain itu, dalam mewujudkan keberhasilan sekolah, beliau juga kepala sekolah sebagai educator, manager, administrator, supervisor, leader, dan sekaligus inovator. Maka dari itu, kepala sekolah adalah pemimpin yang harus bisa bertanggung jawab dalam memajukan sekolah yang ia pimpin. Selain itu kepala sekolah harus selalu memperkaya diri dengan pengetahuan dan keterampilan untuk menjadi pemimpin yang ideal di sekolah.

SD Negeri 42 Pekanbaru


Berdasarkan  pengalaman pelaksanaan magang III  yang berlangsung selama 1 bulan untuk memenuhi penilaian magang, kami peserta magang yang bertempat di SD Negeri 42 Pekanbaru sangat banyak mendapat ilmu serta pengalaman yang sangat berkesan. Beliau mampu menjadi teladan baik secara moral maupun profesional. Secara moral, perilaku beliau  benar-benar menjadi teladan untuk  guru, siswa, maupun masyarakat.

Secara profesional, beliau mampu membuktikan bahwa dalam bekerja ia tidak hanya didasarkan pada intuisi, melainkan pada patokan ilmiah yang jelas dan sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku. Dengan demikian maka sasaran dan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan kriteria profesional.

Beliau merupakan kepala sekolah yang hebat memiliki tekad, kemauan, dan kesabaran untuk melihat hal-hal yang dilalui dalam melakukan praktek terbaik saat memimpin. beliau bersedia mengambil risiko dan tetap teguh dalam menghadapi tantangan. Beliau juga merupakan Kepala sekolah yang hebat punya sifat yang optimis. Mereka tetap energik dan positif. Mereka tetap tenang dalam menghadapi krisis dan memiliki strategi untuk menenangkan diri saat badai menerpa.

Beliau berangkat lebih awal ke sekolah . Dengan berangkat lebih awal ke sekolah, maka akan mengingatkan para guru untuk bisa menjadi teladan bagi siswanya untuk bisa berangkat lebih awal juga, Beliau selalu bertutur kata sopan. Sebagai pemimpin di sekolah maka harus bisa menjadi teladan bagi guru untuk bicara santun, sehingga guru juga bisa menjadi teladan bagi siswa di kelas maupun di luar kelas, Beliau juga memiliki sikap menghargai di sekolah. Sebagai kepala sekolah, ketika ada guru yang terlambat untuk bisa mendengar dulu alasa atas keterlambatannya. Dengan mau mendengar alasan keterlambatan maka guru juga merasa di hargai.

SDIT Bunayya


Selama pelaksanaan praktik magang III di SDIT Bunayya, kami merasa bahwa kepemimpinan kepala sekolah di SD tersebut sangat bagus. Beliau mampu menjadi teladan baik secara moral maupun profesional. Secara moral, beliau  menjadi teladan untuk  guru, siswa, maupun warga sekolah. Secara profesional, beliau mampu membuktikan bahwa dalam melaksanakan tugas beliau tidak hanya didasarkan pada intuisi, melainkan pada patokan ilmiah yang jelas dan sesuai dengan perundangan-undangan yang berlaku.

Dengan demikian maka sasaran dan tujuan yang hendak dicapai sesuai dengan kriteria profesional. Kami dapat melihat terjalinnya kerjasama yang baik antar seluruh warga sekolah maupun dengan masyarakat sekitar. Kepemimpinan kepala sekolah sangat baik dan bertanggung jawab terhadap keberhasilan pendidikan di SD tersebut, dapat dilihat para siswa memiliki sopan santun dan Budi pekerti yang baik.

Seluruh warga sekolah membangun prestasi akademik maupun non academik serta sikap yang baik sesuai dengan norma yang ada secara bersama, saling bekerjasama dan mendukung satu sama lain sehingga mampu menghasilkan segudang prestasi dari sekolah tersebut.
Para siswa juga sangat menghormati guru mereka sehingga kepemimpinan yang dijalankan beliau dapat diterima dan dijalankan oleh para siswa.

Kepala sekolah merupakan pemimpin yang memegang peranan penting dalam suatu organisasi yang disebut sekolah. Menjadi seorang pemimpin bukan hanya dibutuhkan skills ataupun teori-teori tentang kepemimpinan, tetapi 'karakter' dari seorang pemimpin itu juga sangat penting. (**)

Penulis adalah mahasiswa Universitas Islam Riau, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan, Program Studi Pendidikan Guru Sekolah Dasar.
1. Anandhea Permata Bunda 196910557.
2. Clarisa Yahya Yolanda 196910400.
3. Nurul Fadhillah Rasworo 196910809.
4. Reni Alvionita       196910311.
5. Sholeha             196910444.
6. Tiara Aulia Anggraini 196910603.

Dosen Pengampu : Zaka Hadikusuma Ramadan, S.Pd., M.Pd


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar