Inilah Sosok Calon Ketua PGRI Pelalawan Berikutnya
Memberikan Yang Terbaik Bagi Guru, PGRI dan Kabupaten Pelalawan
Biodata :
Nama : H. Anton Timur Jaelani, S.Ag, MH
Jenis Kelamin : Laki-laki
Tempat Lahir : Sorek Satu, Pelalawan, Riau
Tanggal Lahir : 16 Oktober 1978
Istri : Maya Susanti
Anak : Satu (Atyrah Aflah Suri Hutriah)
CITA-CITA Anton Timur Jaelani sedari kecil memang ingin menjadi seorang guru. Impian di masa kecil itu terbersit dari kekagumannya atas sosok seorang pendidik yang berpengaruh besar dalam mempersiapkan masa depan generasi penerus bangsa. Baginya, tugas seorang guru itu tidak sebatas berdiri di depan kelas dengan kapur baru dan papan tulis menunggu lonceng berbunyi pertanda berakhirnya jam pelajaran, namun tanggung jawab yang besar dalam mentransfer ilmu pengetahuan kepada anak didik tanpa mengabaikan penanaman nilai-nilai moral dan akhlak, dengan harapan anak didiknya kelak menjadi pemimpin yang berkarakter.
Profesi yang sangat mulia itu, menjadi model masa depan bagi Anton, keinginan dan harapan untuk menjadi seorang pendidik dilaluinya dengan proses yang mengarah ke arah itu. Anton berprinsip, "Apa yang yang akan diraih di kemudian hari, sangat tergantung dengan apa yang kita lakukan hari ini,”.
“Prinsip saya, orang tidak akan jadi montir jika kesehariannya bergelut dengan cangkul, jika mau jadi montir belajar outomotif, itu hukumnya. Karena itu, selepas tamat SMA saya lansung melanjutkan pendidikan jurusan Pendidikan Islam di IAIN Susqa Pekanbaru,” kata Anton, memulai ceritanya.
Gaya pendidikan ayahanda, H Azwar Kasim turut juga memberi pengaruh dalam pengambilan keputusannya menentukan ke arah mana pendidikan yang akan dijalaninya.
"Meski ayah membebaskan kami anak-anaknya dalam menentukan pendidikan apa yang kami pilih, namun pendidikan agama yang dididik oleh ayah di rumah, secara tidak langsung memberi pengaruh bagi saya dalam mengambil jurusan agama Islam, sehingga saya memutuskan untuk memilih IAIN di Pekanbaru," lanjutnya
Jalan panjang, perjuangan seorang mahasiswa yang harus tinggal jauh dari hangatnya kasih sayang ibunda dan rasa aman di samping ayanda, dijalani Anton selama masa menempuh bangku kuliah. Berkat doa satu keluarga, Anton berhasil menyelesaikan masa perkuliahan dalam waktu normal yakni empat tahun sejak masa perpeloncoan. Hingga, akhirnya Anton dapat tersenyum sumringah dengan pakaian kebesaran sebagai wisudawan dan toga kebanggaan. Sejak saat itu, dirinya sudah dapat menambahkan sebuah embel-embel di belakang namanya dengan gelar Sarjana Agama (Sag).
Ternyata, bergelar saja tidak cukup karena untuk mewujudkan mimpinya di masa kecil menjadi seorang guru, syarat utamanya haruslah memiliki murid. Karena dia tahu, seseorang tidak akan menjadi pendidik jika tidak ada orang yang dididiknya. Solusinya, Anton harus mengajukan permohonan untuk menjadi guru honorer, di MTS Al Qosimiah Aliyah Sorek. Beberapa tahun Anton menjalani garis hidup sebagai tenaga honorer.
Ketika Pemerintah membuka lowongan penerimaaan Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS), Anton tidak mensia-siakan kesempatan itu. Semua persyaratan yang dibutuhkan untuk mendaftar dilengkapinya, persiapan mental dan materi materi yang sekiranya bakal masuk dalam soal ujian, dipelajarinya. Tekad menjadi seorang guru PNS harus diperjuangkan dengan sungguh-sungguh.
Lagi lagi, doa ibunda dan keluarga besarnya diijabah Allah SWT, pengumuman nama-nama peserta tes CPNS yang dinyatakan lulus diumumkan di sebuah media massa. Hati Anton riang tak terkira karena namanya terselip diantara nama-nama yang dinyatakan lulus. Sekolah pertama sejak berstatus sebagai CPNS adalah SMPN 1 Pangkalan Kuras. Dan setelah itu sempat pula mengajar di SMPN 1 Bandar Petalangan. Atas kegigihan dan dedikasinya, Dinas Pendidikan Kabupaten Pelalawan mengganjarnya dengan jabatan sebagai Kepala SMPN 3 Ukui.
Karir :
Guru MTS Al-Qosimiah Aliyah
SMPN 1 Pangkalan Kuras
SMPN 1 Bandar Petalangan di angkat jd
Kepala Sekolah SMPN 3 Ukui
Kepala Sekolah SMPN Sorek Dua
Kasie Kurikulum di Dinas Pendidikan Pelalawan
Kini, Suami dari Maya Susanti dan ayah dari seorang anak bernama Atyrah Aflah Suri Hutriah itu, mendapat kepercayaan untuk mengurus pendidikan dalam skala yang lebih besar yakni Kasi kurikulum di Dinas Pendidikan Kabupaten Pelalawan. Sebagai Kasie kurikulum, Anton sadar akan membutuhkan keseriusan yang sangat besar akan apa yang dibutuhkan anak anak didik sesuai dengan kemampuan para pendidik dan mekanisme yang tepat yang dimiliki oleh institusi pendidikan itu sendiri.
Menjadi Kasie Kurikulum jelas memiliki tantangan yang berbeda tenimbang saat dia menjadi guru dan Kepala Sekolah. Ruang lingkup tanggungjawabnya lebih besar. Jika saat menjadi guru atau Kepala Sekolah, beban yang dipundaknya hanya sebatas kelas atau sebuah sekolah. Namun ketika menjadi Kasie Kurikulum, beban yang dipikulnya adalah sebuah daerah kabupaten bernama Pelalawan.
Apalagi seiring kenaikan karir itu, sebagai PNS yang bekerja di Dinas Pendidikan Pelalawan, dia harus turut serta mensukseskan program Bupati Pelalawan yakni Pelalawan Cerdas. Menurutnya, program Pelalawan Cerdas yang ditaja Bupati Pelalawan adalah suatu program yang benar-benar akan mengangkat derajat masyarakat di daerah ini.
"Dengan Pelalawan Cerdas, tak ada anak yang tak bisa sekolah karena itu smeua sudah diatur dalam Perbup. Bahkan bilamana ada orangtua yang tak mau menyekolahkan anaknya, maka siap-siap saja akan mendapatkan sanksi," katanya.
Menuju PGRI 1
Berbekal dunia pendidikan yang sudah lama digelutinya, membuat Anton paham dan mengerti dengan psikologis para guru. Wajar saja, ia pernah menjalani status sebagai guru. Pernah merasakan bagaimana mengajar di kelas bahkan memimpin suatu sekolah. Menurutnya, ujung tombak dari terbentuknya Sumber Daya Manusia (SDM) yang mumpuni ada di tangan seorang guru.
Guru lah yang membuat seorang anak bisa memiliki karakter dan mampu menghadapi tantangan di masa depan, atau bisa juga sebaliknya. Apalagi di tengah era globalisasi seperti saat ini, dibutuhkan guru-guru yang memiliki inovasi serta kapabilitas yang harus melebihi murid-muridnya.
"Jangan sampai kapasitas seorang guru dikalahkan oleh para siswa. Karena itu, para guru harus mengasah dan melatih terus profesinya. Caranya, yakni dengan mengikuti berbagai pelatihan dan pendidikan yang diadakan oleh Dinas, kementerian atau instansi resmi yang ditunjuk," tandasnya.
Selama ini, Anton mengatakan, para guru sepertinya kurang diberi pendidikan dan pelatihan. Kalau pun, biasanya biayanya ditanggung oleh guru tersebut, dan itu yang menjadi kendala. Padahal selama ini, organisasi guru memiliki wadah yang cukup bergengsi yakni Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pelalawan.
Berangkat dari pola pemikiran seperti itu, Anton yang sudah malang-melintang dalam dunia pendidikan, berkeinginan untuk maju menjadi Ketua PGRI Kabupaten Pelalawan, periode berikutnya. Meski pemilihan Ketua PGRI baru akan digelar bulan Februari mendatang, namun sejumlah visi dan misi bagi PGRI ke depannya sudah dia persiapkan.
Niat Anton untuk maju dalam bursa pemilihan ketua PGRI adalah ingin membenahi serta memaksimalkan keberadaan organisasi Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) Kabupaten Pelalawan itu. Dia menilai selama ini, PGRI belum berbuat secara maksimal dalam memberikan perlindungan dan pemberdayaan potensi para guru yang ada di Kabupaten Pelalawan.
"Saya tak mengatakan kalau pengurus yang sebelumnya belum berbuat, tapi saya hanya ingin PGRI bisa lebih dimaksimalkan karena sebagai organisasi profesi, saya yakin PGRI bisa lebih maksimal dalam berkontribusi pada pembangunan di daerah ini," tandasnya.
Anton melihat selama ini peran guru jerap menjadi obyek jika saat mengajar pada para siswa ada yang tak berkenan, langsung diproses ke meja hukum. Kondisi seperti ini jelas cukup memprihatinkan bagi dirinya, karena sebagai seorang yang telah banyak makan asam garam di dunia pendidikan, hal itu akan membuat psikologis guru menjadi tertekan, yang akhirnya akan membuat dia manejadi tak maksimal dalam mengajar.
"Tapi bukan berarti saya membela guru yang memang bersalah ya. Namun pengertiannya begini, jika ada guru yang mengajar kemudian dia berbuat salah, saya inginnya diselesaikan dulu secara internal dengan PGRI. Jangan buru-buru guru tersebut dilaporkan ke aparat kepolisian. Karena jika kejadiannya seperti ini, nanti tidak akan ada lagi guru yang mau mengajar karena takut berbuat salah kemudian dilaporkan. Kondisi seperti ini jelas tak sehat dan tak bagus dalam dunia pendidikan," ungkapnya.
Contoh lain, misalkan ada guru yang mendidik siswanya karena siswa tersebut sudah berulangkali melakukan kesalahan namun tak jera juga. Jika ada seperti ini, jelas guru harus bertindak tegas. Tegas di sini tidak sama dengan artinya marah atau apapun namanya. Tapi tegas adalah memberi hukuman dengan cara yang wajar namun mendidik.
"Apa jadinya jika seorang murid berani membangkang pada gurunya, dan itu kita biarkan? Mau jadi apa dunia pendidikan ke depannya?" katanya.
Hal mengganjal lainnya yang ingin dia wujudkan jika menjadi Ketua PGRI adalah soal Gedung PGRI yang sampai saat ini belum dimiliki oleh para guru. Padahal keberadaan Gedung PGRI menjadi sesuatu yang urgent bagi organisasi ini. Karena dengan adanya Gedung Guru, di sana bisa menjadi tempat keluhan serta pengaduan bagi para guru jika menemui masalah dalam menjalankan pekerjaannya.
"Memang saat ini keuangan daerah sedang mengalami rasionalisasi, tapi saya yakin, jika kita memiliki niat untuk membangun Gedung PGRI dengan tujuan yang baik, maka akan ada jalan yang menuntunnya," ujarnya.
Kemudian persoalan dan hibah dari Pemkab Pelalawan juga, dia memiliki keinginan agar PGRI dapat menikmatinya juga. Artinya, dengan adanya uang hibah itu bisa dipergunakan untuk operasional jajaran pengurus PGRI serta para guru jika terjadi sesuatu. Misalnya, untuk memberikan award bagi para guru saat memperingati Hari Guru Nasional (HGN) di Kabupaten Pelalawan, memberikan bantuan bagi para guru yang sakit atau ada yang meninggal.
"Kalau selama ini kan keuangan PGRI juga tak jelas. Dulu saat gaji guru belum ditransfer, bisa gaji kita dipotong barang 5 ribu atau 10 ribu, untuk kas PGRI, tapi sejak gaji dtransfer, hal itukan tak ada lagi. Jadi kalau PGRI mengadakan acara, jajaran pengurus PGRI pontang-panting mencari dana. Dengan adanya uang hibah itu juga bisa kita maksimalkan potensi para guru mengikuti pelatihan dan pendidikan yang biayanya bisa dari kas PGRI, dan banyak yang bisa kita kerjakan jika kita bisa mendapatkan dana hibah itu," tandasnya.
Persoalan lainnya adalah dia melihat adanya ketidakharmonisan antara organisasi PGRI dengan Pemda. Meski tak secara kasat mata, namun ketidakharmonisan itu terlihat jelas. Dan ini yang akan dia rubah ke depannya. Stigma atau mindset ini akan dirubahnya jika dia terpilih menjadi Ketua PGRI Kabupaten Pelalawan. Karena menurutnya, sudah semestinya sebagai organisasi yang berada di Kabupaten Pelalawan dan berisi para guru, dukungan pada Pemkab Pelalawan itu harus nyata dilaksanakan. Apalagi Bupati Pelalawan memiliki tujuh program strategis, dimana salah satu programnya adalah berkaitan dengan dunia pendidikan yakni Pelalawan Cerdas.
"Jadi sudah semestinya, organisasi PGRI mendukung sepenuhnya program Bupati Pelalawan yakni Pelalawan Cerdas, dengan memaksimalkan potensi para guru yang ada di daerah ini," tukasnya.
Diakuinya, memang tak mudah menjadi orang nomor satu di satu wadah organisasi yang menaungi para guru di daerah ini. Dengan berbagai karakter serta latar belakang yang berbeda, seorang pemimpin harus mampu menampung semua itu. Meski begitu dirinya yakin, dengan dukungan dari berbagai pihak, kesulitan-kesulitan itu akan mampu dia jalani. Karena niat utamanya mencalonkan diri menjadi Ketua Umum PGRI adalah ingin memberikan yang terbaik bagi PGRI, para guru dan daerah ini. (tim)
Editor : Andy Indrayanto
Tulis Komentar