Happy Birthday Kabupaten “Terdepan” Pelalawan?

Fahrullazi

Oleh :  Fahrullazi

Tahun ini, Kabupaten Pelalawan genap berusia 25 tahun, dan pada bulan ini juga akan diperingati ulang tahun yang ke ¼ abad tersebut. Konon kabarnya akan dilaksanakan cukup lama dan sedikit lebih meriah jika dibanding tahun-tahun sebelumnya. Sebagai sebuah wilayah administrasi, usia 25 tahun terbilang masih sangatlah muda apalagi jika dibandingkan dengan Kabupaten/Kota lainnya yang sudah ada berusia jauh lebih tua.

Bersempena dengan happy birthday ini, baik sebagai masyarakat terutama kaum cerdik pandai, dan terkhusus juga pemerintah daerah yang memegang teraju kebijakan. Sepatutnya selain mempersiapkan berbagai kegiatan, maka patut pula  mereviue tentang perjalanan kabupaten selama seperempat abad ini, terutama jika dikaitkan dengan cita-cita dan harapan saat awal pembentukan dimana kita semua sepakat untuk menjadikan Pelalawan sebagai kabupaten terdepan di Riau bahkan Indonesia tentunya.
  
Ada eloknya bahwa peringatan ulang tahun ini tidak seperti hari ulang tahun anak-anak TK yang hanya penuh kegiatan semarak dengan pakaian warna-warni dan balon yang melingkar sana-sini. Memang itu tidaklah terlalu salah, tetapi alangkah baiknya jika ulang tahun ini kita jadikan pijakan evaluasi juga tentang seberapa jauh kita sudah berjalan, seberapa lurus tujuan yang kita arahkan, dan seberapa tepat strategis yang sudah kita lakukan dalam upaya tentunya membawa daerah ini kepada yang kita cita-citakan.

Evaluasi tidak juga sekedar melakukan rapat paripurna, tetapi mungkin ada juga semacam ruang bagi diskusi dan dialog entah itu seminar, sarasehan atau apalah namanya. Intinya forum ini dapat dijadikan forum dialog saling berbagi pandangan untuk kebaikan, dan bukan pula forum caci maki sebagai pelepas sakit hati atau ketidakpuasan.

Saat kabupaten ini terbentuk 25 tahun lalu, ada semangat yang sama-sama disepakati bahwa Kabupaten Pelalawan harus menjadi yang terdepan dalam kemajuan, dan capaian-capaian lain yang mengarah kepada kemaslahatan masyarakatnya. Barangkali menurut hemat saya inilah yang patut kita evaluasi secara bersama-sama. Apakah orientasi kita untuk menjadi kabupaten terdepan sudah tercapai atau belum.  Kalau ada yang sudah tercapai apa saja, dan kalau belum apa problemnya dan tentu bagaimana solusinya.

Ini menurut saya menjadi penting sehingga kita tidak kehilangan orientasi dalam upaya memajukan sebuah daerah. Cita-cita adalah target capaian,  dan mestinya dia menjadi semangat untuk terus dijadikan pedoman. Memang bisa saja cita-cita tidak terwujud, dan mungkin bagi banyak orang itu tidak ada masalah. Tetapi harus diingat, cita-cita tetap saja menjadi penting manakala kita ingin meraih keberhasilan. Cita-cita adalah motivasi, sehingga sepatutnya dia tetap harus dikumandangkan dan diusahakan untuk tercapai.

Menjadi yang terdepan, menurut saya adalah sebuah cita-cita besar. Cita-cita yang akan mampu membangun spirit dan berbaikan terus menerus. Cita-cita menjadi yang terdepan juga mengindikasikan bahwa daerah kita, baik pemerintah maupun masyarakatnya menggambarkan tekat bahwa kita harus menjadi yang terbaik. Semangat menjadi yang terdepan mengindentifikasikan bahwa kita tidak mau bekerja asal-asalah sebab keadaan terdepan tidak 
dapat muncul begitu saja, tanpa usaha yang maksimal, perencanaan yang baik serta profesionalisme dalam bekerja.

Semangat seperti inilah yang harus kita alirkan dari generasi ke generasi dan dari pemimpin yang satu ke pemimpin yang lainnya secara berkesinambungan. Dengan demikian.  mudah-mudahan harapan kita sebagai sebuah daerah untuk menjadi yang terbaik, yang terdepan menjadi terwujud.

Jika kita beranjak dari sudut antropologi kebudayaan, “terdepan” itu adalah yang menjadi contoh dan teladan bagi yang lain bukan buruknya, tetapi dalam arti kemajuannya. Diukur dari aspek perubahan dalam kehidupan manusia, menurut Doktor Sobri, adalah sebuah penentu tonggak peradaban 
itu setidaknya harus menguasai beberapa hal diantaranya  adalah ide dan gagasan yang menjadi cikal bakal melahirkan ilmu pengetahuan.

Artinya, bangsa yang melahirkan ilmu pengetahuan dan ilmu pengetahuan ini menjadi rujukan bagi bangsa lain maka berarti bangsa tersebut sudah dapat dikategorikan sebagai bangsa yang berperadaban tinggi dalam bidang pengetahuan. Yang ke dua adalah nilai dan norma. Nilai dan norma wujudnya adalah melahirkan sistim, baik itu sistim pemerintahan, keuangan, ekonomi dan lain sebagainya.

Bagi sebuah  bangsa, jika sistim regulasinya sudah menjadi rujukan dan acuan bagi bangsa lain maka berarti bangsa tersebut sudah termasuk bangsa yang pemegang tonggak peradaban. Dan yang terakhir yaitu berkaitan dengan perlengkapan kehidupan. Perlengkapan kehidupan ini ujungnya adalah peralatan yang dihasilkan atau penemuan dibidang teknologi. Cangkul misalnya, digantikan oleh excavator, digantikan oleh traktor, perahu layar digantikan oleh perahu mesin dan lain sebagainya. Artinya bagi bangsa yang pengetahuan tentang teknologinya tinggi dan menjadi rujukan bagi bangsa yang lain maka sudah tentu bangsa tersebut berada di puncak peradaban di muka bumi ini.
 
Belum ada kesepakatan mengenai definisi kata terdepan yang menjadi motto dan semangat awal dalam pendirian kabupaten, tetapi jika kita mengacu kepada pemahaman indicator dari ciri-ciri tonggak peradaban dunia maka makna atau maksud terdepan yang menjadi semangat dari pendirian kabupaten itu tentu mengarah kepada standar capaian dalam maksud apa yang menjadi indicator peradaban secara besar yang saya sebutkan di atas.

Apakah langkah kebijakan, renstra baik jangka panjang, jangka menengah, jangka pendek, sudah mengarah ke harapan atau membangun jalan ke harapan yang akan kita tuju? Apakah kebijakan dalam pemanfaatan sumber daya alam, sumber daya manusia. Kebijakan infrastruktur, kebijakan kebijakan strategis lainya yang menjadi wewenang daerah sudah mengarah kepada harapan bahwa kita akan menjadi terdepan bagi sebuah contoh untuk yang lain? Barangkali jika kita berdialog dengan wawasan yang lebih baik, dengan sikap terbuka, tentu akan banyak hal yang patut kita benahi yang kita pertimbangkan ulang untuk keadaan lebih baik.

Kita patut sadari bahwa menjadi yang terdepan itu memang tidak mudah, hakekat dari kata terdepan itu memerlukan begitu banyak konsekwensi dan perlu kelenturan sikap dari segala pihak dalam memberikan konstibusi baik itu pemikiran, tindakan maupun perencanaan dan strateginya. Pada sisi lain, keadaan terdepan itu tidaklah dapat diwujudkan secara perseorangan atau hanya ditumpukan di pundak pemerintah daerah semata, tetapi dia memerlukan sebuah kaloborasi dari berbagai komponen masyarakat.

Barangkali, kenapa target kita untuk menjadi kabupaten terdepan menjadi hilang bahkan hampir tidak lagi terdengar? Ini karena sikap kebersamaan yang kita miliki sangat longgar. Kaum cendekiawan kita agak sungkan karena hampir tidak pernah diajak duduk semeja guna mendiskusikan persoalan yang kita hadapi. Pada sisi lain pemerintah daerah juga kurang membuka diri untuk melibatkan stakeholder yang lain dalam rangka menyerap gagasan bagi upaya kemajuan.
 
Proses berkesinambungan dalam kontek program dan kebijakan pembangunan menjadi seakan tidak menarik dan diabaikan dengan berbagai alasan. Ego wilayah kuasa, terkadang seakan kita serba bisa untuk menyelesaikan semua persoalan. Dan tidak sedikit pula sampai melahirkan sikap meremehkan sehingga ada begitu banyak pekerjaan yang dilakukan oleh pemerintah daerah sebelumnya menjadi terbengkalai dan tersia-siakan.

Gerakan-gerakan kebijakan ini adalah sebuah cermin betapa sikap kebersamaan yang ada begitu kecil. Sepertinya kita lebih membanggakan tindakan pertelagahan yang sesungguhnya itu adalah sebuah tindakan yang sangat merugikan daerah dan masyarakat. Kita saling tuding menuding, salah menyalahkan dan saling tunjuk kuasa untuk hal-hal yang sesungguhnya tidak perlu. Kita begitu bersemangat memainkan politik pecah belah, sehingga satu dengan yang lain adalah musuh yang harus dihancurkan.

Keadaan ini  merupakan sesuatu yang miris, menyedihkan hati, karena kabupaten yang kita dirikan penuh semangat kebersamaan, kita isi dan kita jalani  dengan nuansa pertikaian yang begitu gegap gempita. Dalam istilah kriminologi kuasa dan relasi kuasa yang ada benar benar menjadi bahan bukan untuk membawa kesejahteraan dan kedamaian, tetapi lebih kepada perpecahan dan mentang-mentang.  

Kita kehilangan kejernihan berpiki, kehilangan kearifan dalam bertindak, kehilangan adap dalam bergaul, kehilangan pedoman dalam berjalan. Seakan semboyan “Tuah Negeri Seiya Sekata” kita kangkangi sendiri, slogan basi dan tak bermakna apa-apa. Dia tidak mampu kita jadikan roh dalam segenap langkah dalam pembangunan daerah.

Bagaimana mungkin kita mau “seiya sekata” jika diantara kita yang ada hanya kebencian. Sampai kapan kita menanti kesadaran akan pentingnya kebersamaan, jika yang kita warisi dari waktu ke waktu benih-benih kebencian antara satu dengan yang lain. Bagaimana kita mau “seiya sekata”, kalau lain di depan lain di belakang, lain di mulut lain di hati, telunjuk lurus, kelingking berkait?

Inilah sepertinya yang patut kita sadari dan renungi bersama. Penulis tidak bermaksud untuk mengajari tetapi barangkali sempena ulang tahun kabupaten yang kita banggakan ini dapat dijadikan momentum untuk bersama-sama saing introspeksi, agar apa yang dulu sama-sama  kita cita-citakan supaya lebih cepat dapat terujud, bagaimana semangat kebersamaan tetap terjaga dengan baik.
  
Kita patut bersyukur sebab secara georgrafis, Pelalawan berada ditempat yang sangat strategis yaitu di tengah-tengah Provinsi Riau, di tengah tengah Pulau Sumatra, Pelalawan berada di Lintas Perdagangan Paling Sibuk di Indonesia yaitu Lintas Timur dan Lintas dagang tersibuk di dunia yaitu Lintas Selat Melaka. Ada tujuh kabupaten kota yang mengelilingi Kabupaten Pelalawan. Artinya semuanya ini adalah modal bagi kita  untuk menjadi sebuah kabupaten yang maju dengan pembangunan yang berkesinambungan.

Sisi lain, kita juga memiliki sumber daya manusia dan sumber daya alam yang memadai. Kita punya karakteristik geografis yang terbilang lengkap. Alangkah lebih baik jika kelebihan itu semua disempurnakan dengan kebersamaan yang lebih kokoh dengan cara membangun dialog dan diskusi tentang kemajuan daerah. Sebagai pimpinan daerah bukanlah suatu kerendahan baginya jika dengan jiwa yang terbuka bersedia membuka ruang lebih lebar bagi membangun sebuah dialog yang bernas tentang keberlanjutan pembangunan daerah.

Barangkali  ini tidak lah mudah, tetapi tidak juga terlalu sulit asalkan semua pihak harus mengubah sikapnya, membuang ego untuk bisa saling menghargai, saling memahami dan saling menghormati.Jika tidak maka apa yang kita cita-citakan hanya akan menjadi angan-angan dan slogan yang kita gunakan yaitu “tuah negeri seiya sekata” akan menjadi aneh dan tak bermakna apa apa. Happy Brithday Pelalawan, semoga semangat sebagai Kabupaten Terdepan senantiasa menyala dalam dada pemimpin dan masyarakatnya. (Penulis adalah  Tokoh Pendiri Kabupaten Pelalawan


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar