Puasanya Ulat dan Ular
Oleh: Kang Endy
Jamaah mushola Al Anshor baru saja selesai melaksanakan 20 rakaat sholat tarawih. Mereka duduk agak santai hendak mendengarkan tausiah. Sudah menjadi kebiasaan di mushola tersebut, setiap malam, sebelum melaksanakan sholat witir, selalu mengadakan tausiyah.
"Assalamu alaikum, warahmatullahi wabarakaatuh...," Abah Leman memulai, setelah berdiri menghadap para jamaah.
"Waalaikum salam warahmatullahi wabarakaatuh...," jawab jamaah serentak.
"Jamaah yang dirahmati Allah. Alhamdulillah, kita baru saja melaksanakan sholat Isya dan dilanjutkan dengan sholat tarawih. Mudah-mudahan puasa kita, dan ibadah sholat kita diterima Allah SWT," Abah Leman membuka tausiahnya.
"Amin...," timpal jamaah bersahutan.
"Bapak ibu yang berbahagia. Menurut para ulama, Ramadhan adalah bulan ujian untuk kita orang yang beriman. Kita diuji oleh rasa lapar dan haus seharian. Bukan hanya itu, kita diuji untuk mengendalikan hawa nafsu dan anggota tubuh kita selama puasa. Tujuannya agar kita menjadi orang yang lebih baik, orang yang naik pangkat, yaitu orang bertakwa. Namanya ujian, tidak semua orang bisa melewatinya. Ada yang lulus dengan nilai bagus, ada yang lulus dengan nilai pas-pasan, bahkan ada yang tidak lulus."
Jamaah manggut-manggut sambil tetap memperhatikan Abah Leman, orang yang mereka anggap ajengan di kampung tersebut.
"Nah, dalam kaitan tersebut ini Abah akan menceritakan tentang ulat dan ular...," Abah Leman menarik napasnya, pelan.
Reaksi beberapa jamaah yang hadir berbeda-beda. Ada yang tersenyum kecil, ada yang mengerutkan kening, dan ada pula yang menengok kiri kanan.
"Pasti bapak ibu heran ya?" katanya. "Baiklah akan Abah ceritakan saja. Dua hewan tersebut, umumnya memang tidak disenangi oleh manusia. Ulat suka merayap di ranting dan menempel di daun pohon dianggap jijik karena bentuknya yang aneh dan bisa menyebabkan gatal. Demikian juga dengan ular. Hewan satu ini banyak dijauhi oleh manusia. Ular dianggap berbahaya karena racunnya. Hanya beberapa orang saja yang senang dengan ular," lanjutnya membuka kisah.
"Tapi tahu kah, Bapak dan ibu, jika dua hewan ini dalam proses hidupnya ternyata ikut juga berpuasa seperti kita, manusia. Ulat melakukan puasa selama beberapa hari, menyendiri, dan menggantungkan diri di sebuah dahan pohon. Kemudian ulat itu berubah menjadi kepompong, lalu kemudian dari dalam kepompong itu keluarlah kupu-kupu yang indah berwarna-warni," jelas Abah Leman sembari matanya memperhatikan jamaah.
Lalu lanjutnya, "Sementara, ular juga berpuasa dalam beberapa hari. Ia biasanya menyendiri di tempat yang agak sepi. Proses alamiah yang ia jalani, ular akan melepaskan diri dengan meninggalkan kulit lamanya. Meskipun telah berpuasa beberapa hari, tapi ular tidak berubah wujud karena bentuknya tetap ular," tegas Abah Leman.
"Dua hewan tersebut sama-sama melewati puasa beberapa hari. Namun, hasilnya berbeda. Yang satu, dari hewan yang tadinya menjijikan setelah puasa jadi hewan yang bagus dan disenangi banyak orang. Sementara hewan satunya lagi, meski telah berpuasa, tetap saja begitu, hewan yang tetap tidak disenangi banyak manusia karena dianggap berbahaya," katanya.
Abah Leman diam sejenak, memperhatikan jamaah yang kian serius mendengarkan ceritanya. Katanya, "Dari cerita singkat ini, kita bisa mengambil ibroh atau pelajaran tentang puasa sebagai ujian bagi kita. Banyak orang yang berhasil melewati ujian ramadhan dengan baik. Mereka menjadi manusia yang lebih baik, menjadi manusia yang bertakwa. Yang tadinya jarang sholat, jadi sering sholat. Orang yang tadinya pelit, jadi dermawan. Orang yang tadinya pemarah, jadi penyabar. Orang yang tadinya seneng bermaksiat, menjadi taat. Ini berarti orang-orang itu lulus puasa yang sesungguhnya, seperti yang diharapkan dalam surat Al Baqarah ayat 183 yang sering kita dengar kalau dalam suasana ramadhan," ujarnya.
Beberapa jamaah ada diantaranya manggut-manggut tanda memahami.
Abah Leman melanjutkan tausiahnya, "Jadi yang harus kita takutkan dan khwatirkan adalah, meskipun kita telah capek-capek berpuasa, tapi ternyata kita tidak berhasil menjadi lebih baik. Berarti kita sama saja seperti ular, hewan yang tidak disukai banyak orang. Sebelum puasa jarang sholat, setelah puasa sama saja malas. Sebelum puasa jarang mengaji, setelah puasa tetap sama. Sebelum puasa suka marah-marah, setelah puasa malah jadi emosian, bahkan berani bertindak zholim. Puasa yang dilakukan tidak berdampak positif. Puasa yang dilakukan oleh orang-orang seperti ini hanya puasa menahan rasa lapar dan haus saja. Puasa tidak dijadikan sarana memperbaiki diri. Kondisi ini pernah diungkapkan oleh Kanjeng Rasulullah SAW. 'Kam min shoimin laisa lahu min shiyamihi illal ju’u wal ‘athos'. Banyak dari orang-orang yang berpuasa tapi tidak memperoleh hasil dari puasanya melainkan lapar dan dahaga saja."
Para jamaah terpekur, jadi mengingat hari-harinya saat menjalani puasa.
"Jamaah sekalian, mari kita berdoa kepada Allah, agar kita selalu dapat bimbingan selama berpuasa. Jangan sampai berpuasa tapi sia-sia tidak ada hasil. Semoga ibdah puasa Ramadhan ini akan menjadikan kita insan-insan yang berjiwa baru, berubah menjadi insan yang lebih baik dan disenangi oleh Allah Swt, karena ketakwaan kita. Amin. Wassalamu Alaikum wr, wb..."
"Waalaikum salam wr.wb...," jawab jamaah serentak. (***) Penulis pernah bekerja sebagai jurnalis di beberapa media massa di Jakarta, dan saat ini bekerja sebagai pendidik di SPM Menteng, Jakarta.
Editor : Ai
Tulis Komentar