Masuk Surga itu Bukan Karena Amal Ibadah

Ilustrasi

Oleh: Kang Endy

Senja sebentar lagi datang. Cahaya langit mulai meredup. Berganti dengan cahaya menguning silau kemerahan. Tidak seperti biasanya, sore itu warga kampung berduyun-duyun mendatangi mushola, begitu juga dengan anak-anak.  Beberapa diantaranya membawa botol berisi air.

"Tumben, Bah. Banyak orang yang datang ke mushola ini," tanya Ahmad Jalu.

"Jangan heran. Ini malam nisfu sya’ban," kata Abah Leman.

"Malam apa, Bah?"

"Malam nisfu sya ban. Artinya, malam di tengah-tengah bulan sya ban. Bulan sebelum bulan ramadhan dalam kalender Islam."

Orang-orang di dalam musholla mulai menggelar sejadah. Mereka kemudian melakukan sholat sunnah. Sementara beberapa anak berlari-lari kecil. Beberapa orang dewasa menegurnya.

"Bah, ceritain dong asal mula peringatan malam nisfu sya’ban," pinta Ahmad Jalu.

"Wani piro, hehehe...," canda Abah Leman.

Ahmad Jalu memperlihatkan keseriusannya lewat wajahnya yang masih remaja.

Abah Leman menghela napasnya sejenak, lalu, "Sampai saat ini, Abah juga belum menemukan riwayat tentang peringatan malam nisfu sya’ban yang sampai kepada Rasulullah SAW. Namun, peringatan nisfu sudah lama dilakukan oleh orang tua kita atas bimbingan para ulama.  Menurut Abah sih baik, karena salah satunya adalah peringatan kepada manusia agar jangan lupa terhadap waktu, bahwa sebentar lagi bulan Ramadhan. Jangan ngebut terus mengejar dunia, harus direm," Abah Leman kembali menarik napasnya.

Ahmad Jalu terdiam, pertanda masih ingin mendapat penjelasan lebih banyak.

"Kebaikan lainnya adalah khusus untuk kaum wanita. Karena sebentar lagi bulan Ramadhan, jangan sampai  kaum wanita lupa dan tidak sempat membayar utang puasa di bulan Ramadhan yang lalu,” tambah Sang Guru itu.

"Terus, Bah…," cecar Ahmad Jalu tak sabar.

"Dan ada yang tak kalah penting. Menurut para ulama, malam nisfu sya’ban adalah malam diangkatnya buku catatan amal kita selama setahun oleh para malaikat. Diperiksa, banyak mana antara amal ibadah atau maksiat, banyak pahala atau dosa? Di pertengahan bulan sya’ban, orang-orang pada pergi ke mesjid melakukan dzikir, baca al quran, berdoa agar akhir catatan buku mereka bagus."

"Memangnya, malaikat mengumpulkan buku catatan amal kita setahun sekali ya, Bah?" Ahmad Jalu penasaran.

"Wallahu A’lam. Mungkin keterangan tersebut berpatokan pada sabda kanjeng Rasulullah Saw, ‘Ini adalah bulan yang sering dilalaikan banyak orang, bulan antara rajab dan ramadhan. Ini bulan adalah waktu amal-amal manusia diangkat menuju Rabbul Alamin. Aku ingin, ketika amalku diangkat, aku dalam berpuasa’." (HR. Imam Ahmad, An Nasa’i).

Jamaah sudah membentuk shaf dengan rapi, sangat padat. Kemudian terdengar lantunan dzikir puji-pujian dan sholawatan dari mulut para jamaah. Langit yang menguning kemerahan mulai menghitam.

"Jadi Bah, kalau catatan kita bagus, kita boleh bangga dong!"

"Bangga bagaimana?" Abah Leman menatapnya.

"Bangga bisa masuk surga dan terbebas dari neraka!" kata Ahmad Jalu yakin dengan ucapannya.

Abah Leman menghela napasnya, kali ini lebih panjang. "Itu yang selama ini keliru, Jalu. Manusia masuk surga bukan karena amal ibadah yang dilakukannya, tapi karena rahmat dari Allah SWT."

Tampak kulit di kening Ahmad Jalu mengerut. Ujung Alis matanya sedikit mendekat. "Bukannya kita beribadah justru untuk mendapatkan surga? Tapi Abah bilang, masuk surga itu karena rahmat Allah?"

Laki-laki paruh baya itu kini menyunggingkan senyumnya. "Kritis juga kamu. Nak, ibadah itu kewajiban kita sebagai hamba Allah. Sedangkan hadiah dari ibadah adalah pahala. Itu pun kalau kita lakukan dengan benar dan ikhlas. Benar sesuai tuntunan ilmu syariat yang ada di kitab-kita fikih. Ikhlas ketika ibadah kita lakukan hanya karena Allah bukan karena yang lain.

"Adanya surga dan neraka memang untuk memotivasi manusia agar mau beribadah. Tapi maaf nih, motivasi ini untuk orang-orang yang imannya masih tahap dasar, seperti kita. Biasanya kita mau sholat atau ibadah lainnya karena itu tadi, berharap surga dan menghindar dari neraka. Tapi bagi golongan yang imannya sudah tinggi, seperti ulama, aulia, imam, dan para rasul, ibadah yang dilakukan benar-benar karena Allah."

"Jadi, manusia masuk surga atau neraka itu benar-benar ketentuan Allah? Bukan karena amal ibadah?" Ahmad Jalu masih agak bingung.

"Kalau kita mengandalkan amal ibadah untuk masuk surga, itu namanya tidak tahu diri. Alias ngarep. Karena ada riwayat, seorang manusia yang selama hidupnya digunakan untuk ibadah, ketika meninggal dan menghadap Allah meminta surga. Lalu Allah menunjukkan, dengan hanya menghidupkan satu bagian anggota tubuh manusia tersebut, yaitu mata. Ketika ditimbang, dosa matanya lebih besar dari amal ibadah selama setahun. Itu belum anggota tubuh yang lain, seperti mulut, telinga, tangan. Kayaknya, tidak mungkin," jelas Abah Leman.

"Berarti kita yang hidup di akhir zaman ini calon penghuni neraka dong?"

"Tidak juga. Kita jangan putus asa dari rahmat Allah. Kita harus yakin kalau kita juga akan mendapatkan ampunan dan kasih sayang Allah."

"Manusia yang ibadah sepanjang hidupnya saja masuk neraka, apalagi kita?"
 
"Innallaha gofururrahiim.  Kamu harus tahu juga riwayat tentang rahmat Allah. Dalam kitab
Riyadushhalihin, yang ditulis oleh Imam An Nawawi, dicantumkan hadis yang menerangkan tentang seorang penjahat yang telah membunuh 99 nyawa manusia. Suatu saat ia ingin bertobat, namun ketika bertanya kepada seorang pendeta, malah dijawab kalau ia pasti tidak akan diampuni. Akhirnya penjahat itu membunuh pendeta tersebut. Genaplah ia membunuh 100 nyawa manusia. Tapi karena benar-benar ingin bertobat, ia mendapatkan petunjuk untuk pergi ke sebuah kampung tempat berkumpulnya orang-orang sholeh.  

"Di tengah perjalanan penjahat itu meninggal dunia. Datanglah dua malaikat yang memperebutkan nyawa orang tersebut. Satu malaikat rahmat dan satunya lagi malaikat siksa. Menurut satu malaikat, orang tersebut calon penghuni neraka karena selama hidupnya telah membunuh banyak nyawa manusia. Menurut malaikat rahmat, orang tersebut layak masuk surga karena sudah bertobat. Akhirnya mereka sepakat untuk mengukur jarak antara tempat ia meninggal ke kampung selam hidupnya menjadi pembunuh, dan jarak tempat ia meninggal ke kampung orang-orang sholeh untuk bertobat. Ternyata, jaraknya lebih dekat ke kampung orang-orang sholeh untuk bertobat. Padahal, disaat bersamaan, Allah memerintahkan bumi untuk bergeser agar kampung tobat lebih dekat kepada orang yang mati tersebut. Ini menandakan kalau Allah itu Arrahman dan Arrahim."

Ahmad Jalu mengangguk pertanda mulai paham. "Intinya, kita jangan bangga dan pede dengan amal ibadah kita, tapi jangan pula putus asa dan berkecil hati dari rahmat Allah."

"Alhamdulillah, syukur kalau kamu sudah paham," Abah Leman tersenyum.

"Terus, kenapa orang-orang bawa air minum kalau malam nisfu sya'ban?"
 
"Rangkaian malam nisfu sya’ban itu biasanya dimulai sholat maghrib, lalu zikir, baca Al quran, berdoa, hingga sholat isya. Air itu untuk minum kalau-kalau kehausan," tukas Abah Leman sambil tersenyum. (***) Penulis pernah bekerja sebagai jurnalis di beberapa media massa di Jakarta, dan saat ini bekerja sebagai pendidik di SPM Menteng, Jakarta.
 


Editor    : Ai



 


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar