Terkait Ikan Mati, Ini Penjelasan Doktor Ilmu Lingkungan UNRI

Pakar Ilmu Lingkungan UNRI, Doktor Muhammad Syafi'i

PELALAWAN, RIAUBERNAS. COM - Persoalan ikan mati yang terjadi di Sungai Kampar yang diduga akibat limbah PT. Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP), memang harus diproses oleh Pemkab Pelalawan dalam hal ini Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pelalawan karena adanya laporan dari masyarakat. Namun untuk persoalan ini penjelasannya harus ilmiah, tidak bisa menduga-duga atau mengambil kesimpulan secara kasat mata. 

"Tapi setahu saya, PT. RAPP untuk pengelolaan limbahnya sudah sesuai dengan regulasi yang ada. Regulasi itu secara online connect dengan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK),  dan itu pastinya akurat karena regulasi itu langsung dari KLHK. Jadi ada kontrol yang wajib dilaksankan di situ," terang Doktor Ilmu  Lingkungan UNRI, M.Syafi'i, pada media ini, Jum'at (26/3/2021).

Dia mengatakan dalam regulasi yang diatur dalam Permen LHK Nomor P.93/MENLHK/SEKJEN/KUM/18/2018 tentang Pengamatan Kualitas Air Limbah Secara Terus-Menerus dan Dalam Jaringan Usaha atau Kegiatan, dinyatakan bahwa kualitas air itu secara terus menerus harus dilakukan oleh usaha/kegiatan. Termasuk juga industri kertas dan rayon.

"Tentunya instrumen ukurnya yakni OD, BOD terus PH dan baku mutu air dilakukan. Dan untuk pengambilan sampel pun harus benar, tidak sembarang. Misalnya ambil air terus dimasukkan ya tidak begitu juga karena ada metode pengambilan sampel. Dan proses-proses yang dilakukan ini sebenarnya sudah dilakukan secara online," ujarnya. 

Syafi'i yang menjadi Dosen Fisika Lingkungan di UNRI ini juga menjelaskan bahwa untuk persoalan ini dirinya meminta agar DLH melakukan proses seuai regulasi hukum yang sudah ada. Artinya, apakah posisinya masih di bawah standar baku mutu atau tidak, tapi kalau untuk kasus ikan mati biasanya karena oksigen. Perlu juga dilihat apakah PH, COD-nya seperti apa nanti hasilnya, tapi menurut sepengetahun saya atau sepamahaman saya, PT RAPP itu sudah terconeccting ke Kementrian LHK dan itu diukur terus tiap jam," tandasnya.

Disinggung soal zat lain yang diduga menyebabkan adanya ikan yang mati di Sungai Kampar itu, Syafi'i menampik ihwal dugaan-dugaan semacam itu. Menurutnya, untuk persoalan ini tak bisa untuk diduga-duga karena semuanya dibutuhkan penjelasan ilmiah soal penyebab ikan yang mati itu. Harus ada penjelasan ilmiah,garus diukur dan alat ukur itu ada bahkan tiap jam laporannya masuk ke Kementerian LHK. 

"Jadi sebenarnya sampel yang sudah diambil itu tinggal dicocokkan saja, apakah sudah baku mutu atau tidak. Kita minta DLH Pelalawan untuk meresponnya. Apalagi dalam  Permen KLHK yang saya sebutkan tadi bahwa penangungjawab usaha itu harus melakukan pemantauan kualitas air limbah dan pelaporan pelaksanaan pemantauan kualitas air limbah wajib memasang dan mengoperasikan Sparing. Sparing inilah yang terconnecting dengan KLHK. Dan alat itu biasanya ada di perusahaan-perusahaan industri rayon, kertas dan kimia," paparnya. 

Saat disinggung soal adanya ikan yang masih hidup di aliran kanal PT RAPP, Syafi'i menyatakan bahwa hal tersebut dilihat secara kasat mata tapi harus dilihat juga instrumen ukur baku mutunya, ilmiahnya disitu. Selagi itu dikontrol dan juga berada dalam baku mutu, tidak ada masalah. Bisa jadi ikannya mati itu tidak dikarenakan limbah tapi dikarenakan faktor lain. 

"Makanya kita minta DLH meneruskan hasil sampel itu ke Provinsi, nanti di sana dibuat juga kajian. Kita serahkan ke DLHK untuk menganalisis kemudian dijadikan kesimpulan. Tapi ya itu, setahu saya perusahaan sebesar PT RAPP sudah memiliki standar pengelolaan sesuai ketentuan baku mutu yang sudah ada dan dipasang-pasang juga alat sebagai instrumen ukur yang dikontrol per jam dan terconnecting dengan KLHK," ujarnya. (sam)


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar