Raymond Westerling, Pembantai di Indonesia yang Tak Pernah Diadili

Raymond Westerling. (Istimewa)

Nama Raymond Westerling begitu dikenal di Indonesia karena kasus pembantaian yang pernah ia lakukan di Sulawesi serta pemberontakan APRA pada masa pendudukan Belanda. Ironisnya, pembantaian tersebut justru terjadi pada masa ketika Indonesia baru merayakan Kemerdekaan.

Akibat dari pembantaian tersebut, tercatat ribuan orang meninggal dunia, meskipun angka pastinya tidak diketahui. Namun ironisnya, Westerling justru berhasil melenggang bebas dari kejahatannya ini. Berikut sejumlah aksi Westerling di Indonesia:


1. Aksinya di Sumatera Utara

Westerling pertama kali menginjakkan kakinya di Medan, Sumatera Utara pada September 1945 sebagai prajurit KNIL. Saat itu kondisi di Sumatera sedang kacau, sama seperti berbagai wilayah lain di Indonesia karena masyarakat sedang berjuang keras untuk mempertahankan kemerdekaan.

Untuk mengembalikan pemerintahan Belanda di Medan, Westerling mengerahkan jaringan inteligen dan polisi untuk mengumpulkan para pemberontak. Terakan yang dianggap sebagai kepala pemberontak dibunuh dan kepalanya ditancapkan pada sebuah pasak di tengah desa. Di bawahnya, terpasang sebuah peringatan bahwa jika masyarakat tetap memberontak, hal yang sama akan terjadi pada mereka.

2. Pembantaian Westerling

Setelah dipilih menjadi kepala komando DST (Depot Special Forces), Westerling mendapatkan perintah untuk menyelesaikan pemberontakan di Sulawesi Selatan pada Desember 1946. Pemerintah Belanda di Sulawesi hampir mengalami kekalahan karena pasukan dari Jawa banyak yang bergabung untuk melakukan perlawanan terhadap Belanda.

Ia mengumpulkan penduduk di lapangan terbuka, mengancam dan memaksa mereka menunjuk para gerilya. Tentu saja warga yang ketakutan akan menunjuk siapa saja demi menyelamatkan diri. Dan tanpa pandang bulu, Westerling langsung mengeksekusi di tempat siapa saja yang ditunjuk sebagai para gerilya. Dari hasil penelitian Angkatan Darat tahun 1951, sebanyak 1.700 jiwa tewas oleh ulah Westerling.

Selanjutnya pada 1948, pasukan Westerling juga banyak melakukan pembunuhan secara sewenang-wenang di Jawa Barat. Pasukan DST yang namanya telah diubah menjadi KST melakukan pembunuhan terhadap 10 orang penduduk tanpa alasan jelas dan mayat mereka dibiarkan tergeletak di tengah jalan.

Karena kekejaman inilah, tentara Belanda sendiri kemudian melakukan pengaduan terhadap ulah Westerling. Penyelidikan menunjukkan bahawa banyak kasus pelanggaran HAM yang terjadi dan pers menuding Westerling menggunakan metode Gestapo seperti yang dilakukan Nazi, Jerman. Hal ini kemudian membuat Westerling dipecat.

3. Mendirikan Organisasi Rahasia APRA (Angkatan Perang Ratu Adil)

Setelah diberhentikan dari jabatannya, ia kemudian mendirikan organisasi rahasia yang disebut sebagai Angkatan Perang Ratu Adil. Dengan diam-diam ia membangun kekuatan untuk menggulingkan pemerintahan Indonesia. Ia mengirimkan ultimatum pada pemerintahan di Jakarta untuk mengakui keberadaan APRA sebagai pasukan resmi negara Pasundan dan meminta otonomi.

Ketika permintaan tersebut tidak dipenuhi, Westerling memulai kudeta dengan menyerang Bandung dan Jakarta. Ia menembak setiap anggota TNI ia temukan di jalan. Pemberontakan tersebut berhasil dipukul mundur, namun banyak korban jiwa berjatuhan dari kedua belah pihak.

Aksi ini langsung menjadi berita utama berbagai media massa di seluruh dunia. Bagi dunia internasional, Belanda dianggap melakukan cara licik karena mengelabui Indonesia untuk berusaha kembali menguasai Indonesia. Meski Belanda mengutuk perbuatan tersebut, mereka membantu Westerling kabur ke Singapura.

4. Westerling Berhasil Kabur dari Indonesia

Dengan bantuan pemerintah Belanda, Westerling akhirnya berhasil kabur keluar dari Indonesia. Dengan menaiki pesawat Catalina, Westerling sampai di Singapura dengan selamat tanpa diketahui. Pada 24 Februari, kantor berita Perancis memberitakan tentang keberadaan Westerling di Singapura.

Karena pemberitaan tersebut, tempat persembunyiannya digrebek oleh polisi Inggris dan dijebloskan ke penjara Changi. Pemberitaan tersebut sangat memukul dan mempermalukan pimpinan Belanda di Indonesia. Mendengar bahwa Westerling telah ditangkap, Pemerintah RIS meminta agar Westerling diekstradisi ke Indonesia, namun ditolak.

Dalam sidang di Singapura, karena Westerling adalah warganegara Belanda, maka ia tidak bisa diekstradisi ke Indonesia. Ia pun keluar dari Singapura sebagai pria bebas sebelum kemudian ditangkap kembali di Belanda meskipun langsung dibebaskan keesokan harinya.

5. Dituduh Sebagai Penjahat Perang

Westerling terus saja membela diri dan menolak tuduhan bahwa ia telah melakukan kejahatan perang. Menurutnya, ia hanyalah bertindak sebagai seorang polisi yang melawan teror.

Menurutnya, ia menangkap teroris bukan karena mereka bertindak di bawah pemerintahan Republik, tapi karena mereka memang bersalah karena melakukan kejahatan. Pemerintah Indonesia dan partai sayap kiri Belanda menganggap Westerling sebagai seorang penjahat perang.

6. Kecurigaan Ada Tokoh Kuat di Belakang Westerling

Westerling yang dengan begitu mudah bisa lolos dari jeratan hukum meski sudah melakukan pelanggaran berat tentu membuat berbagai pihak bertanya-tanya. Dugaan adanya konspirasi di balik kudeta Westerling pun muncul.

Setelah diusut, Westerling ternyata pernah bekerja sebagai pengawal pribadi Pangeran Bernhard, suami dari Ratu Juliana. Seorang sejarawan Belanda bernama Harry Veenendaal dan wartawan Belanda, Jort Kelder berhasil mengumpulkan bukti setelah 8 tahun melakukan penelitian. Menurut mereka. Pangeran Bernhard adalah sosok di balik kudeta Westerling.

Menurut mereka, Pangeran Bernhard ingin menjadi raja di Indonesia, dan kemungkinan memiliki keinginan untuk punya fungsi penting selain hanya menjadi suami sang ratu. Westerling ternyata juga pernah melakukan kontak rahasia dengan staf Pangeran Bernhard yang berhubungan tentang kudeta tersebut. Dari penelusuran tersebut, ternyata ada bantuan rahasia penyaluran senjata dari pihak Pangeran Bernhard kepada pasukan Westerling.

Atas segala tindak kejahatannya, Indonesia akhirnya tidak pernah berhasil menjeratnya secara hukum. Usaha untuk mengadili Westerling selalu gagal karena ia tidak bisa diekstradisi ke Indonesia. Ia pun akhirnya meninggal dunia tanpa pernah diadili. Meski begitu, pada 9 Agustus 2013 lalu pihak Belanda akhirnya secara resmi menyampaikan permintaan maafnya kepada Indonesia dan memberikan ganti rugi berupa materi kepada 10 janda korban penembakan. (***)


Editor        : Ai
Sumber    : http://boombastis.com


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar