Cemburu itu Harus

Siang itu, matahari berada tepat di atas kepala. Pertanda waktu dzuhur tiba. Abah Leman baru selesai mengambil wudhu di kolam kecil di samping mushola. Kakinya melangkah pelan memasuki teras mushola sambil tangannya merapikan posisi peci di kepalanya. Sisa air wudhu menetes dari siku kedua tangannya. Ia memang tidak pernah menyeka air wudhu dengan handuk atau kain.

“Kok, kamu belum wudhu? Malah bengong, gitu?” tanya Abah Leman

Anak yang ditanya sedikit bergerak. Tapi pandangannya tetap tertuju pada sepasang suami istri yang berada di luar pagar mushola.

“Seru melihat orang lagi berantem. Sepertinya, lelaki itu cemburu.” Jawab Ahmad Jalu, nama anak tersebut.

“Huss, tidak baik ikut campur urusan orang. Apalagi bersuudzan.” Tukas Abah Leman.

“Habis berantemnya teriak-teriak, jadi kedengeran. Lelaki itu menyebut-nyebut nama seseorang sambil menunjuk-nujuk wajah perempuan, begitu juga dengan perempuannya. Mereka sama-sama tidak mau mengalah.”  Ahmad Jalu berargumen.

“Jadi kamu yakin, kalau mereka berdua bertengkar karena cemburu?”

“Kira-kira, begitu, sih.”

“Jalu, perlu kamu tahu, cemburu dalam pandangan agama itu bagus. Cemburu tanda cinta.”

“Masa sih, Bah. Bukannya cemburu itu amarah yang harus kita redam?”

“Cemburu dan amarah itu dua hal yang berbeda. Cemburu itu berarti kita peduli melindungi orang yang kita cintai dari segala gangguan. Sementara amarah, emosi yang membabi buta.”

Posisi duduk Abdurauf berubah. Ia tadinya bersandar ke didnding mushola, kini bersila. Pertanda ia mulai tertarik dengan pembahasan gurunya yang bijak.

“Suatu ketika, Sa'ad bin Ubadah, sahabat Rasulullah Saw., pernah memperlihatkan rasa cemburu.” Abah mulai bercerita. "Kalau ketahuan ada seorang lelaki bersama istri saya, akan saya potong lehernya dengan pedang sebagai hukumannya." Melihat keadaaan tersebut Rasulullah Saw. bersabda, "Herankah kalian dengan cemburunya Sa'ad itu? Ketahuilah bahwa saya lebih cemburu dari padanya. Demi Allah saya cemburu karena kecemburuan Allah terhadap perbuatan keji, baik secara terang-terangan maupun sembunyi-sembunyi. (HR. Bukhari)” lanjutnya

“Berarti kita boleh cemburu, dong?” Tanya Ahmad Jalu.

“Yup. Tapi bukan cemburu buta yang tidak jelas ujung pangkalnya. Bila kita cemburu, itu lumrah, wajar, alami,  selama tidak membuat lupa diri, terutama lupa Allah Swt.” Lanjut Abah Leman sambil merapikan kain sarungnya.

“Tapi, kadang-kadang orang cemburu suka melakukan tindakan yang negatif. Sering kita mendengar berita di teve, atau membaca berita di Koran, di internet, orang membunuh, membakar rumah, karena cemburu. Berarti cemburu juga bisa menghilangkan akal sehat?” tukas Ahmad Jalu.

“Itu pertanda keimanannya belum kuat, masih kalah sama amarah.”

Ahmad Jalu mengangguk-angguk.

            “Jalu. Orang cemburu itu berarti bertanggung jawab. Aneh rasanya kalau tidak punya cemburu. Apalagi ketika ada suami membiarkan istrinya, pergi keluar rumah dengan laki-laki bukan muhrimnya, sehingga mengundang fitnah dari pada tetangga. Kanjeng Rasulullah Saw. Bersabda dalam sebuah hadist, "Tiga golongan yang tidak bakal masuk surga; orang yang durhaka terhadap bapak ibunya, Duyuts (Orang yang tidak mempunyai rasa cemburu), dan perempuan yang menyerupai laki-laki."(HR. Nasai - Hakim).

            ”Berarti, Bah.” Selak Ahmad Jalu, ”Alangkah indahnya, bila ungkapan cemburu seperti itu bisa diaplikasikan dalam bingkai yang lebih luas, yakni dalam kehidupan bermasyarakat.”

”Misalnya..?” Abah Leman memancing.

”Kita harus cemburu ketika banyak orang lebih senang diam di depan televisi daripada mengaji Al Quran suci. Kita harus cemburu kekita orang selesai sholat langsung memegang phonsel, daripada berdizkir. Seharusnya kita tidak diam saja. Seharusnya kita cemburu ketika ajaran agama mulai ditinggalkan.” Jelas Ahmad Jalu.

”Wah, pintar juga murid Abah. Ketika berbagai kegiatan maksiat merajalela, dan segala bentuk pengingkaran perintah Allah Swt, seharusnya kita bertindak untuk memperbaikinya. Karena hal ini merupakan wujud keimanan yang memiliki rasa cemburu untuk melindungi agama Allah Swt. Ingat firman Allah, "Kamu adalah ummat yang terbaik yang dilahirkan untuk manusia, menyuruh kepada yang ma'ruf dan mencegah dari yang munkar, dan beriman kepada Allah." (QS.Ali Imran [3] : 110).” Jelas Abah Leman.

            ”Nah, kalau ternyata kita tidak memperdulikan kehidupan di lingkungan sekitar dan hanya mementingkan diri sendiri, berarti kita tidak memiliki rasa cemburu. Kalau sudah begini, hanyalah omong kosong kita mengaku mencitai Allah Swt. dan Rasul-Nya. Wallahu A'lam bish-Shawab.”

            “Sudah ah, sana kamu ambil wudhu, waktu dhuhur sudah masuk. Kamu kumandangkan Azdan” ajak Abah Leman sambil melangkahkan kaki memasuki mushola.

            Ahmad Jalu berdiri. Pandangannya mencari-cari pasangan yang tadi berantem di depan mushola, tapi sekarang sudah menjauh. Ia kemudian berjalan menuju tempat berwudhu yang berada di samping mushola.

 


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar