Ensiklopedia Catatan Hitam RAPP Akhir Tahun 2024

Hutan alam Riau berganti HTI RAPP namun memperoleh izin kehutanan dengan cara melawan hukum

Perjalanan operasional PT RAPP bersama induk, dan anak-anak perusahaan lain milik Sukanto Tanoto punya catatan Hitam di mata para pegiat lingkungan di negeri Melayu Riau ini. Dalam perjalanannya selama lebih dari tiga dasa warsa itu banyak kejahatan lingkungan, suap izin kehutanan dan menimbulkan konflik sosial dengan masyarakat sekitar yang dilakukan oleh karporasi di bawah bendera Raja Garuda Emas (RGE).

 Jaringan Kerja Penyelamat Hutan Riau (Jikalahari) melalui koordinator nya Okto Yugo Setyo mencatat dosa dosa besar RAPP yang telah merusak tatanan kehidupan bernegara ini diantarnya : 

Sejak 1993 PT RAPP selaku anak usaha RGE mulai beraktivitas di Riau dengan membangun pabriknya di Pangkalan Kerinci, sudah banyak sekali kontribusi yang diberikan oleh salah satu perusahaan Hutan Tanaman Industri (HTI) terbesar di Indonesia ini, di antaranya RAPP Berkontribusi menghilangkan tutupan hutan alam dan akibatkan kerusakan ekologis di Riau.

Catatan Jikalahari, RGE melalui APRIL Group dan anak usahanya terutama pada periode 2007 – 2009 telah melakukan penebangan hutan alam skala besar di Riau bahkan melalui tindakan bertentangan dengan hukum. Pada 2007 Polda Riau melalui Kapolda Sutjiptadi menetapkan 8 perusahaan (PT RAPP, PT Merbau Pelalawan Lestari, PT Mitra Kembang Selaras, PT Madukoro, PT Citra Sumber Sejahtera, PT Bukit Betabuh Sei Indah, PT Nusa Prima Manunggal dan PT Anugerah Bumi Sejahtera) yang menyuplai kayu hasil tebangan hutan alam dalam jumlah besar ke PT RAPP sebagai tersangka pelaku illegal logging. Walaupun barang bukti telah terkumpul, sayangnya Sutjiptadi diganti Hadiatmoko dan penanganan kasus ini dihentikan dengan diterbitkannya SP3.

Belakangan pun diketahui bahwa izin yang diperoleh perusahaan-perusahaan penyuplai kayu hutan ke APRIL Grup ini diperoleh dengan tindakan melawan hukum, berupa suap untuk memuluskan terbitnya izin di atas tegakan hutan alam, yang jelas-jelas saat itu bertentangan dengan ketentuan yang berlaku. Ada 16 izin perusahaan HTI yang terafiliasi dengan APRIL Group memperoleh izin HTI dan RKTnya di atas hutan alam. Atas penerbitan izin ini, Bupati Siak, Bupati Pelalawan, Tiga Kepala Dinas Kehutanan Provinsi Riau dan Gubernur Riau Rusli Zainal divonis bersalah karena menyalah gunakan kewenangannya untuk menerbitkan izin di areal yang tidak seharusnya. Dari hilangnya hutan alam di Riau tersebut, diperkirakan nilai tegakan hutam alam yang telah hilang mencapai Rp 2,5 triliun dan perekonomian negara telah dirugikan mencapai Rp 1,3 triliun.

"Terbaru, Jikalahari menemukan APRIL Grup melalui anak usahanya PT Selaras Abadi Utama dan PT RAPP Estate Sungai Mandau menebang hutan alam, membuka kanal baru dan merusak ekosistem gambut yang memiliki fungsi lindung hingga menanam akasia di luar konsesinya tanpa izin.  Dari olah data spasial dan citra satelit, Jikalahari menemukan dalam 10 tahun terakhir, periode 2014 – 2023, total 64.374,74 ha tutupan hutan alam yang telah hilang dalam areal konsesi perusahaan yang terafiliasi dengan APRIL Group/ RGE. Artinya, APRIL Grup dalam 10 tahun terakhir telah berkontribusi menghilangkan hutan alam seluas kota Pekanbaru.kata Okto Yugo dalam catatan Jikalahari yang diterima media ini.

Lanjut Okto, perusahaan Tan Kang Hoo ini turut berkontribusi terhadap karhutla dan produksi asap di Riau dan akibatkan kerusakan gambut

Dari hasil investigasi Jikalahari, ditemukan perusahaan afiliasi APRIL Grup rajin berkontribusi menimbulkan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di Riau. Temuan Jikalahari pada karhutla 2015, 7 perusahaan afiliasi APRIL (PT Siak Raya Timber, dan PT Sumatera Riang Lestari, PT Bukit Raya Pelalawan, PT Hutani Sola Lestari, KUD Bina Jaya Langgam, PT Rimba Lazuardi dan PT PAN United) ditetapkan menjadi tersangka pelaku karhutla. Sayangnya perkara ini dihentikan dengan diterbitkannya SP3 terhadap perusahaan tersebut.

Pada karhutla 2019, KLHK menyegel beberapa areal korporasi yang terbakar, 3 diantaranya adalah areal perusahaan afiliasi APRIL Grup yaitu: PT RAPP sektor Dayun, Siak, PT Sumatera Riang Lestari (SRL) Blok IV Rupat dan PT SRL Blok VI Bayas – Kerumutan. 

"Namun hingga kini belum ada tindak lanjut sanksi ataupun penegakan hukum terhadap perusahaan afiliasi APRIL Grup ini, yang jelas-jelas ditemukan arealnya telah terbakar,"tegasnya

Hasil analisis hotspot Jikalahari menggunakan citra satelit Terra-Aqua MODIS, di aral konsesi perusahaan HTI afiliasi APRIL Grup memang kerap ditemukan hotspot dengan confidence>70% yang besar kemungkinan merupakan titik api. Total dalam 5 tahun terakhir ditemukan ada 515 titik yang berpotensi menjadi titik api dalam areal konsesi mereka. Kebakaran yang terjadi dalam areal konsesi HTI, terutama berada di atas kawasan gambut, berkontribusi besar menyumbangkan gas rumah kaca yang dapat mempercepat perubahan iklim dan akibatkan kerusakan lahan gambut. 

RGE juga kontribusi dalam menciptakan konflik dan tergusurnya masyarakat adat dan tempatan, Jikalahari bersama jaringan memetakan konflik yang terjadi antara masyarakat dengan perusahaan afiliasi APRIL Grup sejak perusahaan beroperasi hingga 2018. 

Konflik yang ditemukan di antaranya berkaitan dengan sengketa batas tanah ataupun tergusurnya masyarakat dari tanah ulayat mereka, hilangnya sumber penghidupan masyarakat yang bergantung dari hasil hutan, kekerasan dan kriminalisasi terhadap masyarakat, perselisihan terkait kompensasi ganti rugi serta konflik lainnya berkaitan dengan polusi, kerusakan infrastruktur dan hal lainnya.

Ditemukan ada sekitar 72 desa ataupun komunitas yang berkonflik dengan APRIL Grup dan perusahaan yang terafiliasi dengan mereka. Sekitar 82% diantaranya berkonflik berkaitan dengan isu penguasaan tanah dan penggusuran masyarakat sedangkan sisanya berkaitan dengan kekerasan dan kriminalisasi. Data yang tercatat disini hanyalah segelintir dari yang muncul ke permukaan. 

"Tidak menutup kemungkinan ada lebih banyak konflik lainnya yang tidak tersorot ataupun terpublikasikan," inbuhnya.

RAPP turut pula berkontribusi meningkatkan konflik manusia dan harimau serta hilangnya flora dan fauna. Kejadian konflik manusia dan harimau (KMH) di Riau dalam satu tahun terakhir mencapai 4 kejadian di dua kabupaten, Siak dan Indragiri Hilir (Inhil). 

Terbaru, pada 27 November 2024, Panji, warga Kampung Sungai Rawa, Kecamatan Sungai Apit, Kabupaten Siak diterkam harimau Sumatera dan alami luka di kepala, bahu dan lutut. Ia diterkam kala sedang memancing ikan pukul 22.30 WIB di parit kanal Jalan Datuk Lima Puluh Kampung Sungai Rawa. 

Dalam 5 tahun terakhir KMH di Riau terjadi dengan intensitas semakin meningkat. Jikalahari mendata sejak 2018 hingga 2024, tercatat sudah ada 15 kejadian serangan harimau dan menelan korban jiwa hingga 13 orang tewas dan 2 luka-luka. 

Menurut data kawasan kantong harimau hasil Population Viability Analysis (PVA) KLHK tahun 2016, di Riau terdapat 7 kawasan kantong harimau dan ditemukan ada 36 perusahaan HTI (6 diantaranya merupakan afiliasi APRIL Grup) dan 8 HGU yang berada di sekitarnya. Tingginya KMH di Riau erat kaitannya dengan aktifitas korporasi HTI dan HGU yang menebang hutan alam untuk dijadikan perkebunan akasia ataupun sawit. 

"Hilangnya tutupan hutan dan terganggunya habitat harimau di kawasan ini, tidak terlepas dari akibat aktifitas korporasi HTI dan HGU perkebunan sawit di areal tersebut," bebernya.

Tak hanya KMH, aktifitas perusahaan menebang hutan alam yang menjadi habitat flora dan fauna khas Riau turut berkontribusi besar akibatkan kelangkaan ataupun kepunahan flora dan fauna tersebut.

Okto menggaris bawahi, aktifitas RGE melalui perusahaan HTI yang terafilisasi dengannya lebih banyak menciptakan dampak negatif bagi hutan dan masyarakat Riau. Hutan yang terus dirusak, flora dan fauna yang hilang akibat kehilangan habitat alaminya, konflik dengan masyarakat yang tak berkesudahan dan bahkan akibatkan masyarakat adat kehilangan hutan tanahnya hingga berkontribusi meyebabkan masalah lingkungan yang akibatkan karhutla hingga banjir. 

"Belum lagi dari perbuatan mereka yang melawan hukum seperti melakukan illegal logging hingga suap untuk memperoleh izin banyak menimbulkan kerugian baik kerugian ekologis maupun kerugian lingkungan," ungkap Okto.

Terkait dengan pernyataan RAPP di COP29 Azerbaijan yang mengatakan komitmen perusahaan itu terhadap iklim dinilai Jikalahari sebagai kebohongan besar yang berlawanan dengan fakta, bahwa nilai tegakan hutan alam yang telah hilang bernilai triliunan rupiah. 

Jikalahari menilai APRIL Grup terlibat korupsi kehutanan, dimana 16 korporasi yang terafiliasi dengan grup ini menyuap Gubernur Riau Rusli Zainal, Bupati Siak Arwin As, Bupati Pelalawan Tengku Azmun Jaffar serta tiga Kepala Dinas Kehutanan Riau. APRIL Grup menyuap para terpidana untuk mendapatkan izin IUPHHK-HT, RKT dan BKT periode 2002 – 2009 di atas hutan alam yang seharusnya tidak boleh dibebani izin. 

"Akibat tindak koruptif ini, hutan alam Riau banyak ditebangi dan diperkirakan nilai tegakan hutan alam yang telah hilang mencapai Rp 2,5 Triliun hingga perekonomian negara telah dirugikan mencapai Rp 1,3 triliun," bebernya lagi.

Tak sampai di situ, kebohongan demi kebohongan kembali di umbar grup RGE yang menaungi April, RAPP , Asian Agri dan perusahaan pemegang HTI di bawahnya. Saat perayaan Founder Day RGE, 7 November 2024, tanpa malu Chief Operating Officer (COO) PT. RAPP Eduward Ginting menyebutkan bahwa Perusahaan yang dipimpinnya itu telah memberikan banyak manfaat bagi Masyarakat di sekitar wilayah operasional.  Dan sudah menjadi komitmen owner untuk memberikan yang terbaik bagi Masyarakat.

"Selama berdirinya PT. RAPP sudah banyak masyarakat membantu dan kami mengucapkan terimakasih sebesar-besarnya. Sesuai arahan pimpinan perusahaan Sukanto Tanoto, perusahaan diminta agar selalu mengedepankan pemberian yang baik kepada masyarakat dan hendaknya bantuan yang di berikan tepat sasaran," kata Eduward Ginting di acara Founder Day RGE, Sabtu (7/12/2024).

Jikalahari mencatat, aktifitas RGE melalui perusahaan HTI yang terafilisasi dengannya lebih banyak menciptakan dampak negatif bagi hutan dan masyarakat Riau. Hutan yang terus dirusak, flora dan fauna yang hilang akibat kehilangan habitat alaminya, konflik dengan masyarakat yang tak berkesudahan dan bahkan akibatkan masyarakat adat kehilangan hutan tanahnya hingga berkontribusi meyebabkan masalah lingkungan yang akibatkan karhutla hingga banjir. 

"Sudah cukup APRIL Grup membohongi publik dengan menyatakan kontribusi positif mereka terhadap hutan dan lingkungan. Seharusnya mereka jujur dan masyarakat harus membuka mata, bahwa lebih banyak dampak negatif yang diberikan perusahaan ini terhadap lingkungan dan hutan kita. Bahkan mereka harusnya malu karena mewariskan kerusakan hutan dan lingkungan untuk anak cucu mereka di generasi yang akan datang. Hutan yang telah mereka rusak belum juga mereka perbaiki, namun kerusakan-kerusakan lainnya terus mereka lakukan," tegas Okto.

Tersebab rekam jejak jahat petinggi RAPP dalam mendapat izin kehutanan dengan cara melawan hukum, Ketua Gerakan Pemuda Peduli Pelalawan (GP3) Juhendri mengingatkan pengambil kebijakan di daerah, baik di Provinsi Riau maupun di Pemkab Pelalawan, Pemkab Siak dan Pemkab Pemkab yang menjadi bagian dari wilayah  operasional RAPP untuk mesti hati hati atas bujukan dan rayuan untuk menghalalkan segala cara agar izin kegiatan keluar dan menguntungkan RAPP sepihak.

"Kita ingatkan Gubernur Riau terpilih, Bupati Pelalawan terpilih dan Bupati Siak terpilih nanti untuk hati hati dengan RAPP, karena sudah ada pengalaman pemimpin kita bermasalah dengan hukum karena menerima suap dari anak buah Sukanto Tanoto," kata Juhendri,

Dilanjutkan pria yang akrab disapa Jo, walaupun kepala daerah di negeri Riau ini sudah ahati hati, RAPP akan mencari cara agar keinginan menguasai hutan berbungkus HTI dapat terealisasi, tentu pendekatan dengan penguasa di daerah.

"Agar tidak terjebak, pak Gubri, pak bupati bupati di Riau ini jagakah jarak dengan RAPP, jangan sampai kita jatuh di lubang yang sama," imbuhnya.

Jo juga menyoroti kasus suap yang melibatkan RAPP dan kepala daerah, hanya ditanggung oleh penerima suap saja, sedangkan RAPP sebagai pemberi suap bebas dari jerat hukum.

"Sudah cukuplah kita diperdaya oleh Sukanto Tanoto cs, jangan sampai terjadi yang kedua," katanya Jo mengingatkan.

Berdasarkan fakta persidangan pada kasus Rusli Zainal, Azmunn Jaafar, Arwin As dan tiga kadis kehutanan Riau menunjukkan, sejumlah petinggi RAPP juga melakukan suap kepada kepala daerah atau pejabat dinas kehutanan provinsi demi kelancaran beroperasinya perusahaan milik Sukanto Tanoto.

Dalam putusan majelis hakim Pengadilan Tipikor Pekanbaru Oktober 2012 terhadap terpidana Buhanuddin Husin, eks Kepala Dinas Kehutanan Riau, menyebut keterlibatan 12 perusahaan di Siak dan Pelalawan menebang hutan alam. 

“…Korporasi melalui para direkturnya, menurut majelis hakim juga terlibat karena telah mengajukan usulan RKT untuk menjalankan perusahaannya,” demikian petikan putusan hakim.

Putusan Ini kian memperkuat putusan hakim sebelumnya terhadap terpidana Azmun Jaafar, Asral Rahman, Arwin As dan Syuhada Tasman. Dalam putusan tersebut majelis hakim juga menyebut terpidana melakukan tipikor secara bersama-sama sebagai perbuatan berlanjut bersama korporasi.

Putusan lima terpidana itu memperkuat fakta hukum: korporasi (RAPP) memang merusak hutan alam, menyuap pejabat Negara, memperkaya korporasi dengan cara illegal dan merugikan keuangan negara. 

Oleh karenanya, KPK harus segera menetapkan status tersangka terhadap pengendali korporasi (RAPP) dalam kasus korupsi kehutanan di Pelalawan dan Siak.

Tak hanya pejabat daerah dalam lingkaran suap izin kehuatanan, GM Forestry PT RAPP Ir, Rosman juga diduga kuat terlibat dalam kasus tersebut dan sejak 2008 masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO) atau buronan KPK (dok Jikalahari).

Terkait tindakan melawan hukum dilakukan oleh perusahaan milik Sukanto Tanoto itu, Ketua Gerakan Pemuda Peduli Pelalawan  (GP3) Juhendri menyebutkan besar nya uang suap untuk memuluskan keluarnya izin kehutanan itu berasal dari perusahaan miliknya Sukanto Tanoto, tak mungkin uang keluar sebanyak itu tanpa sepengetahuan pemiliknya, artinya Sukanto Tanoto tau strategi suap anak buahnya. Dan ia diduga mengetahui secara persis kemana aliran suap yang dilakukan oleh Rosman yang ia percayai untuk menjadi GM Forestry PT RAPP.

"Uang untuk menyuap itu milik Sukanto Tanoto, tak mungkin uang sebesar itu keluar dari kas perusahaan tanpa sepengetahuan pemiliknya, kita menduga Sukanto Tanoto tau dengan persis strrategi suap anak buahnya itu," tegas pria yang disapa Jo ini.

“Dan ia diduga terlibat dalam lingkaran suap yang merugikan negara itu,”tegasnya.

Besarnya dampak yang diakibatkan oleh operasional perusahaan perusahaan Sukanto Tanoto di Riau ini, GP3 mendesak KPK dan APH menangkap Sukanto Tanoto dan kroninya (direktur perusahaan) yang bertanggung rusaknya hutan Riau.

"Kita minta pak Prabowo, selaku presiden RI saat ini, kepada KPK RI, kepada Pak Kapolri dan pak Kejagung untuk menangkap dan membawa ke pengadilan pemilik perusahaan perusak hutan Riau, Sukanto Tanoto," tegasnya lagi.

Tak hanya Sukanto Tanoto, petinggi petinggi RAPP, April Grup/RGE layak di ajukan ke meja hijau atau kebohongan kebohongan publik yang dilakukan demi mencitrakan diri sebagai perusahaan peduli lingkungan, padahal dengan jelas dapat diketahui fakta sebaliknya di Pelallawan dan Riau ini.

"Petinggi RAPP dan perusahaan Sukanto Tanoto lainnya layak digiring ke pengadilan, mereka melakukan pembohongan publik secara sistematis," himbaunya ke penegak hukum.

GP3 menyebutkan sepertinya humas humas perusahaan Sukanto Tanoto itu di latih untuk mengelola kebohongan, dan berbicara sesuai keinginan perusahaan.

"Kalau humas RAPP yang jawab, pasti kembali membuat kebohongan demi kebohongan, fakta yang bisa dipegang itu fakta persidangan di pengadilan pejabat daerah tersangkut korupsi yang disebutkan peran RAPP dalam suap izin kehutanan, jika petinggi RAPP mengatakan operasional RAPP sesuai aturan, berarti mereka tengah mengelola kebohongan dengan baik," kata Jo.

Senada dengan GP3, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI) Kabupaten Pelalawan juga memberikan  peringatan yang sama, mengingatkan kepala daerah di Riau untuk tidak tertipudaya dengan bujuk rayu RAPP.

"Yang saya lihat, tidak ada untungnya kepala daerah bekerjasama dengan RAPP bagi masyarakatnya. Entahlah lah bagi Gubernur dan Bupati secara pribadi, jangan sampai kepala daerah di Riau ini dimanfaatkan RAPP dan anak perusahaan nya untuk menguasai tanah Riau, habis kita pak bupati, pak gubernur," tegas Ketua KAMMI Pelalawan Wahyu Widodo.

"Bahkan mantan Kades Sering pun tak luput dari korban suap RAPP," tambahnya.

Diakui mahasiswa ITP2I Pelalawan ini, RAPP sangat pandai menempatkan diri dengan kekuasaan, selalu menempel dengan kekuasaan untuk bisa mewujudkan keinginan RAPP menguasai Riau.

"Contohnya saja kalau ada kunjungan menteri ke Riau, selalu disambut dan dijamin oleh RAPP, banyak kebohongan yang dilontarkan seakan RAPP peduli dengan masyarakat, dengan lingkungan dan hutan, padahal faktanya adalah sebaliknya.

"RAPP itu pandai cari muka, maka pak gubernur dan pak bupati harus hati hati, harus jaga jarak dengan RAPP," tegasnya.

Wahyu juga sepakat, pemilik perusahaan perusahaan perusak hutan sejati nya harus mempertanggung jawabkan perbuatan nya di muka hukum, ditangkap dan diadili, seperti dilakukan oleh RAPP dalam menyuap kepala daerah di Riau dan Kadis kehutanan Riau dalam mendapatkan izin kehutanan dengan cara melawan hukum.

"Anak buahnya Sukanto menyuap pejabat dalam nilai ratusan miliar, tidak mungkin si Tan Kang Hoo itu tidak tahu uang nya berpindah tangan, Sukanto harus ditangkap untuk mempertanggung jawabkan perbuatan nya sebagai penyuap," harapnya kepada KPK dan APH.

Masalah yang ditimbulkan RAPP bukan hanya itu, Sengkarut tanaman kehidupan di Pelalawan yang disebabkan pengabaian hak yang dilakukan oleh RAPP yang secara jelas mengangkangi aturan dan perundnag undangan yang berlaku terkait tanaman kehidupan.

Bahkan Tim yang dibentuk oleh Masyarakat untuk menyelesaikan maslaah tanaman kehidupan itu menyebutkan permasalahan yang mereka hadapi tidak hanya sekedar fee akasia, namun lebih dari itu ada dugaan permainan mafia tanah yang menggrogoti Masyarakat di Kabupaten Pelalawan.

Tim bentukan Masyarakat Pelalawan  secara aktif melakukan pertemuan dengan petinggi perusahaan nya Sukanto Tanoto itu, namun hasil nya nihil, RAPP tak bergeming, perusahaan hanya bersedia membayar sagu hati sebesar 1.7 Miliar serta memberikan kompensasi dalam bentuk pemberdayaan masyarakat, salah satu yang ditawarkan berternak lebah.

Merasa hak masyarakat yang di jamin konstitusi diabakan, dan sagu hati jauh dari kata wajar itu ditolak mentah mentah oleh tim yang berjumlah 5 orang tersebut. Disebutkan bahwa nilai pembangkangan RAPP ke masyarakat Kelurahan Pelalawan sudah mencapai 12 Triliun, dengan estimasi 3 persen dari hasil tanaman Akasia RAPP di kali 7 periodesasi panen tanaman bahan baku kertas itu. Sedangkan 3 Triliun harus dibayar RAPP dalam skema pembayaran ganti rugi atas hilangnya fungsi sungai alam yang jumlahnya puluhan yang telah rusak akibat aktifitas perusahaan yang disebut Jikalahari sebagai perusak hutan Riau ini.

Nilai yang dituntut Masyarakat Pelalawan memiliki hitungan yang jelas, tidak ujuk ujuk timbul. Hitungan itu bermula ketika RAPP pertama kali datang ke Pelalawan, pengurusan Amdal harus meminta persetujuan masyarakat. Ada perwakilan empat desa waktu itu yang dijumpai sendiri oleh owner Sukanto Tanoto, perwakilan Desa Lalang Kabung, Desa Pelalawan waktu itu, Desa Sering dan Desa Pangkalan Kerinci waktu itu, agar perwakilan empat desa mau menandatangi persetujuan AMDAL, Sukanto Tanoto menawarkan 12 persen fee dari hasil kayu akasia RAPP, jika dibagi empat maka persentase didapat Desa Pelallawan tiga persen.

Sejak itu, keluarlah amdal dan RAPP berkuasa atas tanah Pelalawan sampai saat ini, namun janji 3 persen abai, dan belum pernah dibayarkan sekalipun sampai hari ini, ingkar atas janji yang keluar dari mulut Sukanto Tanoto itulah yang ditagih masyarakat Pelalawan.

Tak kenal lelah, pantang menyerah, walau telah berkorban miliaran rupiah untuk perjuangan mengembalikan marwah dan harga diri masyarakat Kelurahan Pelalawan, Atan Tahu menyambangi Gedung Kejagung di Jakarta pertengahan 2024, ia melaporkan ketidak adilan yang diterima masyarakat di Pelalawan dari Perusahaannya Sukanto Tanoto.

Gayung bersambut, Kejagung menurunkan personilnya untuk mengetahui kejadian sebenarnya. Bertempat di kantor Kejaksaan Negeri Pelalawan, di Desa Makmur Pangkalan Kerinci, beberapa pihak terkait dipanggil dan diminta keterangan.

Pihak-pihak terkait yang dipanggil diantaranya, dari Pemkab Pelalawan ada Kepala DLH Eko, Kadis perizinan Budi surlani, Kadis Perkebunan Akhtar. Tim Kejagung juga memanggil mantan mantan Bupati Pelalawan, T Azmun Jaafar dan HM Harris, Ada juga dari petinggi RAPP yang turut dihadirkan di Kejari diantarnya Dirut Mulia Nauli, COO Eduwar Ginting, Humas Wan Jak.

"Alhamdulillah, laporan kita ditanggapi Kejagung, dan menurunkan tim ke Pelalawan, RAPP sudah dipanggil dan diminta keterangannya oleh tim kejagung," kata Atan Tahu.

Masyarakat Pelalawan yakin kebenaran akan datang lewat Kejagung. Dan RAPP akan membayar atas ketidakadilan yang mereka lakukan itu.

Alasannya, tidaklah mungkin lembaga negara sebesar Kejagung menurunkan timnya jauh-jauh ke Riau jika tidak mencium adanya ketidaksesuaian fakta di lapangan dengan aturan yang  berlaku.

Apalgi, sekarang kan Presiden Prabowo sedang gencar-gencarnya memerangi mafia tanah, Masalah Pelalawan dugaan erat dengan keterkaitan dengan kata mafia tanah itu.

"Nanti kita lihat saja, endingnya dimana?, karena banyak pelanggaran pelanggaran agria yang dilakukan RAPP, orang-orang yang terlibat dalam lingkaran itu sudah ditangkap, mafia yang bisa melakukan itu, ada jaringan yang sistematis," ujar salah satu sumber yang belum bersedia disebutkan jati dirinya.

Dirut RAPP Mulia Nauli dikonfirmasi terkait pernyataan Jikalahari dan GP3 menyebutkan bahwa uang untuk suap izin kehutanan yang menjerat kepala daerah di Riau dan Kadis Kehutanan Riau berasal dari cuannya Sukanto Tanoto, owner RGE di duga kuat tahu strategi suap anak buahnya,

Konfirmasi atas hal itu dilayangkan via aplikasi chatting yang ditujukan ke nomor bos RAPP ni. Sayang sampai berita ini tayang yang bersangkutan enggan memberi tanggapannya.

Sikap yang sama juga di tunjukkan oleh Chief Operating Officer (COO) PT. RAPP Eduward Ginting, konfirmasi lewat WhatsApp enggan dibalasnya. Kedua petinggi di perusahaan Sukanto Tanoto ini memilih diam, walaupun pesan terkirim telah conteng dua.

Pun begitu dengan Humas RAPP, Disra Aldrick dan Budi Firmansyah memilih mengambil sikap diam saat diminta tangggapannya terkait pernyataan Jikalahari dan GP3 yang mendesak KPK dan APH untuk menangkap pemilik uang suap izin kehutanan di Riau (Sukanto Tanoto).

Erik (sapaan Disra Aldrick) tak merespon konfirmasi media ini lewat aplikasi chatting WhatsApp, padahal alamat pesan ke penyampai citra positif perusahaan itu bermaksud memberikan hak jawab perusahaan atas berita terkait kegiatan perusahaan. Dan redaksi media ini juga menghargai humas RAPP itu untuk tidak menggunakan hak jawabnya, karena tidak menjawab juga merupakan hak humas RAPP mewakili kepentingan Perusahaan. ***


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar