Ini Dampak Yang Dirasakan Masyarakat Akibat Aktivitas PT Adei

Aliansi Masyarakat dan Pemuda Kecamatan Bunut saat demo ke PT Adei, akibat aktivitas perusahaan tersebut di Sungai Buluh.

PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Aktivitas Pt Adei yang mengobrak-abrik Daerah Aliran Sungai (DAS) Sungai Buluh, membuat masyarakat yang tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Pemuda Kecamatan Bunut (AMPKB), berang.

Pasca demo yang dilakukan AMPKB, disusul dengan dua kali mediasi antara AMPKB dan perwakilan management PT Adei, yang diwakili Humas perusahaan tersebut, Andrea dan Budi, belum membuahkan hasil. Bahkan humas perusahaan belum bisa menunjukkan sejumlah data yang diminta oleh AMKPB di mediasi kedua yang digelar Rabu lalu (24/2/2016).

Ini disampaikan oleh Korlap AMPKB, Kamaruddin, pada riaubernas.com, Jum'at (26/2/2016). Menurutnya, apa yang dilakukan perusahaan tersebut selama ini dengan merusak DAS Sungai Buluh telah banyak merugikan masyarakat.

"Sungai Buluh ini, dari dulu, adalah sungai tempat masyarakat banyak memanfaatkannya untuk mencari ikan," katanya.

Namun sayangnya, ia mengatakan, akibat aktivitas PT Adei yang merusak DAS Sungai Buluh dengan penanaman sawit, mata pencaharian penduduk sebagai pencari ikan di sana hilang. Bahkan ironisnya, ada ikan yang hampir punah yakni Ikan Kloso (Arwana), dimana masyarakat setempat hanya menangkapnya setahun  sekali, kini tak ada lagi akibat aktivitas perusahaan di sungai tersebut.

"Sungai Buluh juga sedari dulu menjadi tempat penyimpanan air di saat musim kemarau tiba, karena jika kemarau tiba semua masyarakat mandinya di sungai. Yang jelas, Sungai buluh adalah sebuah sungai yang memiliki nilai sejarah sebelum terbentuknya Desa Sungai Buluh itu sendiri," ungkapnya.
   
Ia menegaskan bahwa apa yang dilakukan oleh PT Adei dengan melakukan penanaman di DAS Sungai Buluh jelas merusak ekosistem yang ada di daerah tersebut. Apalagi pinggir sungai yang notabene merupakan DAS Sungai Buluh yang ditanami sawit oleh perusahaan tersebut bukan hanya 2 atau 3 Km saja, tapi diperkirakan mencapai 9 Km.

"Kalau hal ini dibiarkan, maka masyarakat jelas akan dirugikan. Sungai ini adalah milik bersama dan untuk difungsikan bersama. Kalau sudah ditanami sawit dan kemudian menjadi kanal, tidak lagi sungai tersebut bisa dimanfaatkan oleh masyarakat. Status serta fungsinya pun bukan untuk umum lagi, tapi sudah dikuasai oleh perusahaan, karena fungsi kanal sendiri jelas sangat menguntungkan bagi perusahaan," ungkapnya. (fiz)



Editor    : Ai
 


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar