Layangkan Surat ke PT Safari Riau, DPD Apkasindo Pelalawan Sebut Perusahaan Tersebut Arogan

Ketua DPD Apkasindo Pelalawan, Jupri SE

PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Dewan Pimpinan Daerah (DPD) Asosiasi Pengusaha Kelapa Sawit Indonesia (APKASINDO) Kabupaten Pelalawan kecewa dengan sikap PT Safari Riau yang terkesan arogan. Pasalnya, sebagai lembaga yang menaungi para petani Sawit di Indonesia untuk Kabupaten Pelalawan, pihaknya telah melayangkan surat resmi terkait persoalan konflik antara masyarakat dan PT. Safari Riau namun sampai saat ini perusahaan tersebut belum membalas surat yang dikirim DPD Apkasindo,  beberapa waktu lalu. 

Penegasan ini disampaikan oleh Ketua DPD Apkasindo Pelalawan, Jupri SE, pada media ini, Kamis (21/2/2019). Menurutnya, DPD Apkasindo diminta untuk menyelesaikan masalah pola KKPA KUD Trantang Jaya Mandiri (TJM) No 52/KOP-TJM/XII/2018 dan Surat Kuasa KUD No. 53/KOP-TJM/XII/2018.

"Jadi karena KUD TJM adalah salah satu mitra DPD Apkasindo maka kami melayangkan surat permohonan penyelesaian sengketa lahan pola KKPA ke PT Safari Riau, sekaligus Surat Kuasa untuk menyelesaikan permasalahan tersebut," tegasnya.

Jupri yang juga menjabat sebagai Sekretaris Umum GNPK RI ini mengatakan berdasarkan pijakan itu maka DPD Apkasindo melayangkan surat pada PT Safari guna menyelesaikan permasalahan-permasalahan yang terjadi terkait pola KKPA yang diberikan pada KUD TJM. Namun sepertinya surat dari DPD Apkasindo tak digubris oeh pihak perusahaan karena sampai saat ini tak ada balasan yang diberikan oleh PT Safari Riau.    

"Apkasindo adalah lembaga resmi yang menaungi petani sawit di Indonesia, yang juga dinaungi oleh Direktur Jendral Perkebunan (Dirjenbun). Tapi sepertinya mereka malah menyepelekan kita, terbukti karena surat yang kita layangkan untuk menanyakan sejumlah persoalan antara perusahaan tersbeut dengan masyarakat, tak pernah ada balasannya," tandasnya.

Dia menjelaskan dalam surat yang dilayangkan Apkasindo Pelalawan tanggal 4 Februari lalu dengan tembusan ke Apkasindo Riau dan Jakarta, ada sembilan pertanyaan yang dilayangkan pada anak perusahaan PT Adei Plantation itu. Diantaranya yakni masalah pajak penjualan TBS 10 persen yang dipotong oleh PT Safari Riau padahal lazimnya ditanggung pembeli TBS (PKS). Kemudian masalah pemotongan 85 persen yang peruntukkan secara rinci PT Safari melanggar SK Gubernur No. 07 tahun 2001 Pasal 9 Point 8, Pasal 10 Poin 2a, dan Permentan No 98/Permentan/OT.140/9/2013 Pasal 15 poin 4 a dan b.

"Lalu masalah kejelasan jangka waktu penyelesaian lama hutang KUD TJM yang di dalam MoU tidak dijelaskan. Masalah bank yang ditunjuk untuk pembiayaan kebun KKPA TJM yang juga tidak disebutkan dalam MoU. Masalah penetapan bunga 8 persen dan rekapitulasi PT Safari Riau melanggar UU No 10 tahun 1998 tentang Perbankan," ungkapnya.

Lanjutnya, kemudian pertanyaan yang disodorkan juga dalam surat tertulis itu soal pembagian pola KKPA PT. Safari Riau yang melanggar Permentan No. 98/Permentan/OT.140/9/2013 pasal 15 ayat 4 point a dan b dan melanggar SK Gubernur SK no. 07 tahun 2001 pasal 11 poin 1 dan pasal 13 poin 6. Lalu, masalah luas pola KKPA 750 ha untuk 325 KK sesuai MoU pada tanggal 10 Maret 2011, PT Safari mengingkari perjanjian MoU pada tanggal 10 Maret 2011 pasal 2 point 2.1.a, yang diadendum pada tahun 2014 yang awalnya 750 ha untuk 325 KK dengan total Rp 47.500.000/hektar.

"Jadi total hutang yang disetujui KUD PT Safari Riau secara keseluruhan untuk 750 ha sebesar Rp. 31.756.149.840," katanya

Katanya, padahal sesuai dengan hasil MoU tahun 2011 yang diadendum pada tahun 2014, lahan 750 ha menjadi 650 ha. Namun hutang tidak berkurang malah bertambah. Lalu masalah lahan penerima lahan pola KKPA yang sudah diperjualbelikan, ini melanggar SK Gubernur No. 07 tahun 2001 pasal 13 poin 6 dan Permentan No. 98/Permentan/OT.140/9/2013.

"Jujur saja, saya kecewa dengan sikap yang mereka tunjukkan. Seolah-olah perusahaan tersbeut kebal hukum sehingga mereka mengabaikan semuanya. Karena itu, wajar jika selama ini masyarakat selalu jadi korban kapitalis perusahaan. Padahal PT Safari Riau telah banyak melanggar peraturan-peraturan dan UU.

"Seolah-olah ada kesan mereka jadi bagak ini karena diduga ada oknum dari Pemkab Pelalawan yang melindungi perusahaan ini. Dugaan ini yang tengah kami telusuri dan pelajari karena data-data beserta bukti-bukti kesalahan yangg mereka lakukan semaunya sudah ada pada kami. Termasuk sertifikat kebun KPPA sesuai MoU yang harus mereka tanggung tapi dibuat melalui Prona namun ternyata tidak mengurangi hutang masyarakat yang tergabung di Pola KPPA.

"Itu artinya masyarakat membayar untuk buat sertifikat Prona itu. Padahal kita tahu pembuatan sertifikat Prona itu gratis. Karena hal tersebut, dalam waktu dekat kita dari Apkasindo akan membuat laporan resmi ke Polda Riau menyangkut hal-hal yang kita duga sudah mereka langgar, termasuk juga disitu selisih pelaporan PPN 10 persen pajak penjualan TBS KUD TJM yang selisihnya lumayan," tukasnya.

Terpisah, Humas PT Safari Riau saat dikonfirmasi soal ini, Kamis (21/2/2019), tak menjawab panggilan media ini. Begitu pun saat media ini melayangkan pesan lewat Whatsapp, meski sudah dibaca namun tak ada balasan dari pihak Humas PT Safari Riau. (ndy)


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar