Gejolak Ekonomi Global Menguat, Tapi Rupiah Malah Terperosok ke 14.700

Internet

JAKARTA, RIAUBERNAS.COM - Kian hari, posisi rupiah di hadapan dolar Amerika Serikat (AS) semakin loyo. Kalangan ekonom sepakat bahwa pelemahan mata uang Garuda lantaran ketidakpastian ekonomi global yang belum reda.

Direktur Penelitian Center of Reform on Economics (Core) Indonesia Piter Abdullah mengatakan, atmosfir perekonomian internasional yang memanas salah satunya merespons tren penaikan suku bunga acuan AS. Belum lagi soal krisis perekonomian di Turki dan Argentina.

"Sumber-sumber tekanan global masih ada dan tidak berkurang. Ketegangan yang dipicu oleh perang dagang dan juga potensi krisis di Turki dan Argentina juga memunculkan ketidakpastian," katanya seperti dilansir Katadata.co.id, Kamis (30/8).

Tekanan terhadap rupiah dari dalam negeri juga belum usai. Piter berpendapat, pelebaran defisit transaksi berjalan (current account deficit / CAD) yang berpotensi menembus 3% dari Produk Domestik Bruto (PDB) pada pengujung tahun juga berpengaruh.

Pemerintah dan Bank Indonesia (BI) menempuh sejumlah cara untuk mengantisipasi kemungkinan CAD kian melebar. Pewajiban biodiesel 20% (B20) dan pengendalian 900 komoditas konsumsi impor jadi pilihan.

BI juga melansir sejumlah strategi untuk memacu sektor pariwisata supaya pasokan devisa bertambah. Langkah ini diprakirakan belum terasa efeknya dalam waktu dekat. "Kami masih menunggu paling cepat satu triwulan untuk merasakan dampaknya," ujar Piter.

Dia berpendapat, dengan semua impitan yang muncul wajarlah rupiah semakin loyo. Mengacu kepada Reuters, mata uang Garuda menembus Rp 14.734 per dolar AS di pasar spot pada Kamis (30/8). Angka ini melemah 0,53% terhadap penutupan Rabu (29/8). Pergerakan rupiah hari ini ada pada rentang 14.744 - 14.660.

Kepala Ekonom PT Bank Mandiri (Persro) Tbk. Anton Gunawan memproyeksikan bahwa tekanan terhadap rupiah akan berlanjut bahkan bisa lebih buruk jika intensitas gejolak perekonomian global meningkat.

"Terutama di AS masih akan berlanjut (kenaikan suku bunga). Selain itu, kami tidak tahu ending dari trade war AS dengan Tiongkok karena makin intensif balasannya," ujar dia. ***


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar