CLUA Kucurkan USD 44 Juta, Diduga Untuk Hancurkan Industri Sawit di Indonesia

Pengamat Ini Sebut Karhutla Adalah By Design, Bukan Bencana Alam

Ilustrasi/Istimewa

JAKARTA, RIAUBERNAS.COM - Sejak tahun 2010, lembaga Climate and Land Use Alliance (CLUA) yang berpusat di San Francisco, California, AS, telah mengucurkan lebih dari USD 44 juta untuk hibah dana lingkungan kepada berbagai LSM lingkungan dan institusi lain di Indonesia.

Hal ini disampaikan oleh pengamat Lingkungan dan Kehutanan dari Institut Pertanian Bogor (IPB), Ricky Avenzora, di Jakarta, Sabtu (20/2/2016), seperti dikutip merdeka.com. Menurutnya, dugaan ini dicermati dari berbagai program yang dilancarkan oleh CLUA di Indonesia sejak 2010.

"Secara akademis bisa diduga kuat bahwa rangkaian kejadian bencana kebakaran hutan dan lahan dari tahun 2010 hingga 2015 sama sekali bukan bencana alam alamiah, melainkan peristiwa by design, melibatkan jaringan kejahatan kerah putih yang menunggangi isu lingkungan sebagai topeng," ujarnya.

Ia mengatakan, dalam konteks persaingan ekonomi global, salah satu motif utama kejahatan mereka adalah persaingan industri sawit serta pulp dan kertas. Tujuan dari berbagai kontrak kerja yang diberikan CLUA ke berbagai institusi di Indonesia adalah untuk menghentikan dan mengganti industri sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia.

"Peningkatan 10 persen saja produksi sawit di Indonesia akan menyebabkan berbagai industri bahan baku makanan dan obat-obatan di Amerika tertekan 8-12 persen," tandasnya.

Lanjutnya, sedangkan peningkatan 20 persen berikutnya akan menjadikan ketersediaan minyak sawit bangsa Indonesia menjadi sangat potensial untuk didorong menjadi bio-fuel pada skala industri. Dan ini yang menjadi salah satu penyebab utama mengapa Amerika mati-matian berniat menghancurkan industri sawit di negeri Indonesia.

"Melalui industri sawit, negara kita bukan hanya bisa mendapatkan peningkatan devisa negara yang sangat signifikan melainkan juga akan membuat Amerika tergantung kepada kita, serta potensial akan mematikan teknologi-teknologi ramah lingkungan mereka," tegasnya.

Menurutnya, dalam konteks pulp dan kertas, Ricky menjelaskan bahwa negara-negara Skandinavia dan Kanada, yang selama 10 tahun terakhir selalu bermotivasi untuk memojokkan Indonesia melalui isu lingkungan dan kemudian memberi umpan donasi dana lingkungan adalah penghasil pulp dan kertas terbesar di dunia.

"Artinya, mereka menebang hutan tanaman itu setidaknya 10-15 kali lebih banyak dari yang dilakukan oleh industri pulp dan kertas di negeri kita," ujarnya.

Ditambahkannya, negara-negara maju tersebut bukan saja telah memberlakukan standar-ganda, tetapi juga telah nyata-nyata menunjukkan sikap munafik dan menghalalkan segala cara untuk mencapai tujuannya. (***)



Editor    : Ai
 


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar