Hukum Harus Memberikan Rasa Keadilan Oleh: Roni Syahendra

PEKANBARU, RIAU - Hukum tidak sekedar untuk mewujudkan ketertiban, lebih dari itu hukum harus memberikan rasa keadilan bagi masyarakat. Hukum tidak dengan sendirinya akan melahirkan keadilan akan tetapi untuk tercapainya keadailan hukum harus ditegakkan. 

Fungsi dari penegakan hukum adalah untuk mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai (frame-work) yang telah ditetapkan oleh suatu Undang-Undang atau hukum. 

Sistem penegakan hukum yang mempunyai nilai-nilai yang baik adalah menyangkut penyerasian antara nilai dengan kaidah serta dengan perilaku nyata manusia. Pada hakikatnya hukum mempunyai kepentingan untuk menjamin kehidupan sosial masyarakat, karena hukum dan masyarakat terdapat suatu interelasi. 

Sistem peradilan pidana harus selalu mempromosikan kepentingan hukum dan keadilan. "Apapun teori keadilan yang dipergunakan, definisi keadilan harus mencakup, kejujuran (fair-ness), tidak memihak (impartiality), dan pemberian sanksi dan hadiah yang patut (appropriate reward and punishment)," ungkap Serdik Roni Syahendra Dik Sespimmen ke 61 Tahun 2021. 

Selama ini peran Polri sebagai penegak hukum dalam menegakkan hukum pidana (integrated criminal justice system) adalah, Pertama, mencegah dilakukannya tindak pidana dengan menegakkan norma hukum demi mengayomi masyarakat. 

Kedua, memasyarakatkan pelaku pidana dengan mengadakan pembinaan sehingga menjadi orang yang baik dan berguna. 

Ketiga, menyelesaikan konflik yang ditimbulkan oleh tindak pidana, memulihkan keseimbangan, dan mendatangkan rasa damai dalam masyarakat . 

Restorative Justice menjadi wacana yang sangat popular di tengah kemajemukan masyarakat yang melihat hukum formal didominasi aliran pemikiran positivisme dan tidak bisa optimal mengakomodir rasa keadilan masyarakat kerena lebih mengedapankan kepastian hukum (rechtssicherheit), Restorative justice hadir dengan menawarkan konsep penyelesaian tidak formalistik yang sekedar mengedapankan sisi legalistic formal, tetapi dapat dilakukan dengan cara mediasi antara pelaku dan korban. 

Reparasi (pelaku membenahi kembali segala hal yang dirusak), konferensi korban pelaku (yang melibatkan keluarga dari kedua belah pihak dan tokoh pemuka dalam masyarakat), dan victimoworeness work (suatu usaha dari pelaku untuk lebih peduli akan dampak dari perbuatannya). 

Selain itu, sistem peradilan pidana yang ada sekarang dianggap tidak lagi dapat memberikan perlindungan terhadap HAM (Hak Asasi Manusia) serta transparansi terhadap kepentingan umum yang semakin tidak dirasakan. Kenyataan menunjukan bahwa banyak masyarakat lebih memilih menyelesaikan perkara pidana yang dialami diluar sistem.  

Mengaktualisasikan aturan-aturan hukum agar sesuai dengan yang dicita-citakan oleh hukum itu sendiri, yakni mewujudkan sikap atau tingkah laku manusia sesuai dengan bingkai (frame-work) yang telah ditetapkan oleh suatu Undang-Undang atau hukum. 

Peran dan tanggung jawab Polri sebagai Penegak Hukum dalam melaksanaan restorative justice untuk keadilan dan kemanfaatan masyarakat sangat diharapkan implementasinya. Karena Polri menjadi ujung tombak dalam penegakan hukum, sehingga dituntut optimal dalam penanganannya.


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar