Pasca Kehadiran Anggota DPR RI Komisi III, Bentrok Terjadi di Lahan Eksekusi di Gondai

Warga berlarian saat mencoba menghalangi eksekusi lahan di Gondai dibubarkan oleh polisi dengan gas airmata. (foto: screenshot video)

PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Puncak dari polemik eksekusi itu akhirnya berujung bentrok yang terjadi di lapangan pada Selasa (4/2/2020). Dari informasi yang dirangkum media ini, bentrok terjadi saat alat-alat berat milik PT Nusa Wana Raya (NWR) mencoba menerobos masuk ke lahan sawit plasma milik masyarakat dengan dikawal aparat kepolisian. Sejumlah warga yang menghadang kemudian dilempari batu oleh pihak tak dikenal hingga melukai beberapa warga, ketegangan pun terjadi di lokasi tanah yang telah ditanami tanaman sumber kehidupan masyarakat itu.

Dari sejumlah rekaman video yang didapat oleh media ini, terlihat seorang warga yang memakai kaos biru mengalami luka-luka di kepala hingga berdarah. Warga yang terluka itu tampak tengah ditolong oleh kawannya yang memakai kaos panjang merah.

"Dilempar batu dia, masyarakat diginikan," kata laki-laki berkaos merah itu, sambil mengusap wajah kawannya yang berdarah di kepala.

Di rekaman video lain, ratusan masyarakat tampak berlarian usai bentrok dengan aparat kepolisian. Sementara di kejauhan, tampak asap mengepul, seperti menandakan ada yang terbakar. Terdengar teriakan-teriakan dalam video tersebut yang meneriakkan bahwa polisi menggunakan gas airmata. "Mundur dulu...!"

Dikonfirmasi soal ini, pihak NWR mengaku bahwa dirinya tak berada di lokasi. Begitu juga pihak PSJ, mengatakan hal yang sama. Sementara Kasie Penegakan Hukum DLHK, Agus Suryoko, dikonfirmasi soal ini via selulernya mengatakan bahwa tak ada terjadi bentrok hanya masyarakat yang mencoba menghalang-halangi saja. Tapi saat ditanya di titik mana bentrok terjadi, Agus berkilah bahwa dirinya tak berada di lokasi tapi tengah berada di Rohil, menghadiri sidang.

"Saya lagi di Rohil, Bang, menghadiri sidang. Itu informasi dari anggota saya," katanya.

Kuasa Hukum Koperasi Gondai Bersatu, Asep Ruhiat, pada media ini via selulernya, Selasa (4/2/2020), menjelaskan bahwa warga yang bentrok karena mereka mempertahankan kebun plasmanya. Warga yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti itu tak rela jika lahan milik mereka harus ditebas dengan eskavator. Dua koperasi itu merupakan mitra PT. PSJ dengan pola bapak angkat.

"Warga yang bentrok adalah yang tergabung dalam Koperasi Gondai Bersatu dan Sri Gumala Sakti. Yang luka tiga orang, Bang. Peristiwa ini sangat kita sayangkan, padahal kemarin baru saja legislator DPR RI datang ke lokasi untuk meminta dihentikan eksekusi oleh Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) dan NWR," sebutnya.

Sehari sebelumnya, Senin malam (3/2/2020), anggota Komisi III DPR RI (Komisi Hukum), Arteria Dahlan, meminta agar penyerobotan lahan masyarakat di Desa Gondai, Kecamatan Langgam, Pelalawan, Riau, segera dihentikan,  mengingat perbuatan itu telah mencederai hukum dan melukai hati rakyat.  Tak tanggung-tanggung, anggota DPR RI yang juga Politisi PDI Perjuangan itu meninjau langsung lokasi lahan yang menjadi target penyerobotan PT Nusa Wana Raya (NWR) yang di Desa Gondai pada Senin malam (3/2/2020).

"Kami melihat ini pertarungan dua gajah yang mengorbanan masyarakat kecil. Kasihan polisi dan pemerintah,  jangan mau dimanfaatkan untuk kepentingan NWR," kata Arteria.

Dia mengatakan, pihaknya juga ingin menyampaikan untuk semua pihak, termasuk Komisi III DPR RI agar menghormati putusan pengadilan baik putusan pengadilan tingkat pertama, maupun putusan pengadilan kasasi oleh Majelis Hakim Agung. "Akan tetapi kami juga ingin memberitahukan kepada semua pihak, bahwa ini bukan barang baru, di antara mereka dan di antara rakyat, berhubungan dengan pelaku pemilik tanah dan pengusaha," kata dia lagi.

Masyarakat, menurut dia, sudah membayar pinjaman ke bank, masyarakat juga sudah melakukan kegiatan pemanfaatan atas hasil perkebunan, dengan demikian tidak dapat diputus melalui putusan yang sedemikian merugikan itu. "Kami juga menghormati dan meminta betul, agar dapat mengetuk hati semua pihak, untuk lebih arif dan bijaksana didalam menyikapi putusan kasasi MA," katanya.

Di sini, lanjut dia, semua pihak jangan bicara menang-menangan tentang hukum, namun harus bicara bagaimana hukum itu adalah sumber kebajikan dan kepastian serta sumber daripada rasa keadilan masyarakat. "Saya tidak melihat hadirnya keputusan keadilan, keputusan hukum yang berkeadilan, yang bisa dirasakan oleh masyarakat yang ada di sini," kata Arteria.

Mudah-mudahan, lanjut dia, semua pihak bisa mengambil jalan penyelesaian untuk upaya yang lebih baik, secepatnya dan pihaknya memohon betul untuk kegiatan yang namanya menyerobotan tanah perkebunan plasma dihentikan dulu. "Saya mohon semuanya termasuk PT NWR dan penegak hukum serta teman-teman kepolisian dan juga teman-teman yang melakukan kegiatan eskavasi untuk membaca betul putusan pengadilan tingkat kasasi," katanya. Apalagi putusan tersebut, menurut dia, adalah putusan urusan pidana untuk badan hukum perusahaan.

Putusan ini juga, kata dia, patut dikatakan bahwa harus memperhatikan konsekwensi dengan hadirnya pidana korporasi. Tidak serta merta, lanjutnya, bahwa dengan hadirnya putusan tersebut kemudian PT NWR bisa dengan begitu seenaknya meminta Dinas Lingkungan Hidup dan Kehutanan (DLHK) serta meminta teman-teman kepolisian untuk melakukan kegiatan di dalam areal ini.

"Saya hanya cari jalan titik tengah, kita akan coba komunikasikan ke Kapolda juga dengan Kajati Riau," katanya.

Mudah-mudahan, lanjut dia, semua pihak dapat menahan diri agar ditunda dulu proses penyerobotan tanah rakyat untuk menunggu proses selanjutnya, sampai juga dengan kesimpulan bersama antara Kapolda dengan Kajati. Dia memastikan, Komisi III tidak melakukan intervensi hukum namun mencari jalan keluar yang terbaik, semua pihak harus bisa melihat betapa festivalisasi kekuasaan dihadirkan di tanah ini.

Betapa teman-teman kepolisian, lanjut dia, dimanfaatkan oleh pengusaha untuk melakukan aksi-aksi yang seperti ini. Hal ini yang menurut dia tidak bisa diterima, kasihan polisi, karena Polda Riau ini orangnya baik-baik, jangan sampai negara kalah oleh pengusaha.

"Kita bisa arif dan kita bisa bijaksana, mudah-mudahan semuanya bisa menahan diri dulu dan bisa mencermati betul putusan MA itu seperti apa, dan kita bisa carikan jalan keluar yang terbaik untuk rakyat," kata Arteria seraya menginstruksikan agar DPRD Riau memanggil DLHK, PT NWR dan PT PSJ guna mencari solusi yang terbaik tanpa harus meengorbankan masyarakat.

Dia mengingatkan agar jangan sekali-sekali perusahaan menggunakan tangan kepolisian untuk melakukan prilaku-prilaku kotor, untuk melakukan aksi-aksi yang mencederai kepentingan dan hati rakyat.

Sekedar diketahui, saat ini DLHK bersama NWR telah mengeksekusi lebih 2.000 haktare lahan milik masyarajat dan PSJ dalam tempo kurang dari 15 hari. Sebanyak seratus alat berat diturunkan untuk membabat habis 3.300 haktera lahan masyarakat di Desa Gondai yang menjadi mata pencaharian masyarakat tempatan. Bahkan pagi ini, dari ratusan alat berat yang berada di lokasi, tujuh di antaranya masih bekerja meratakan lahan masyarakat di Desa Gondai. (ndy)

 


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar