Bagimu Negeri Manggala Agni Mengabdi

Rangkul Warga Cegah Karhutla

RENGAT (Riaubernas.com) - "Teori segitiga api adalah skema segitiga yang menjadi unsur terpenting terbentuknya api, didalam skema itu ada bahan bakar, oksigen (udara) dan panas, walau skema segitiga itu terpenuhi, api tidak akan terbentuk tanpa bantuan faktor ke empat yakni pencetus api, faktor pencetus api ini, 99 persen berasal dari manusia, 1 persen nya dari alam seperti petir, panas terlampau tinggi dan sebagainya,"

Itulah kalimat pembuka yang disampaikan oleh Ketua Regu 1 Brigade Manggala Agni Daerah Operasional (Daops) Rengat, Andrean di hadapan wartawan di gedung pertemuan markas Manggala Agni Daops Rengat, Rabu (11/4/2019)

Diteruskan Andrean, dari banyak kasus Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) yang terjadi hampir semuanya di sebabkan oleh tangan tangan manusia sebagai faktor ketiga pencetus api.

Adanya faktor manusia nya terbagi atas dua alasan yang menyebabkan kebakaran terjadi. Faktor kesengajaan dan ketidak sengajaan. Pembukaan lahan perkebunan baru menjadi salah satu alasan kesengajaan dilakukan oleh warga atau petani. Cara ini di nilai ekonomis dan praktis. Tanpa melibatkan banyak sumber daya, tinggal menyalakan korek, esok hari lahan sudah bisa di garap.

Salah satu alasan warga mengambil jalan pintas membakar untuk membuka lahan didasari atas pemahaman bahwa tanah yang berasal dari sisa pembakaran lebih subur dibantingkan lahan yang di buka dengan cara membabat tumbuhan diatasnya.

"Pemahaman warga bahwa lahan dari sisa pembakaran itu subur, pemahaman itu tidak salah. Namun melalui pembakaran dengan cara ini, usia kesuburan tanah juga tidak lama. Karena sudah terporsir diawal pembukaan lahan, jika usia kesubutan tanah itu rata rata 10 tahun, dengan cara di bakar kesuburannya di pres menjadi 2 tahun" terangnya

Sedangkan faktor ketidak sengajaan terjadi disebabkan oleh puntung rokok yang dibuang sembarangan. Puntung rokok menjadi pencetus api pada tumpukan bahan bakar (kayu dan ilalang kering) yang sangat banyak di saat musim kemarau.

Ketidaksengajaan bisa dilakukan oleh warga yang pulang dari kebun, memanggul cangkul sambil menghisap sebatang rokok, saat hisapan terakhir tanpa sadar puntungnya di buang begitu saja sambil berjalan. Kebetulan tampat puntung mendarat adalah ilalang kering. Api tidak langsung membesar, tapi membakarnya secara perlahan yang tanpa disadari oleh warga tadi. Berselang waktu api akhirnya membesar dan membakar satu hamparan bahkan satu areal perkebunan.

"Kadang warga yang pulang dari kebun sambil menghisap rokok, rokok habis, puntungnya dibuang begitu saja di pinggir jalan, rupanya di tempat puntung rokok di buang tadi ada sumber bahan bakar seperti ilalalang kecil dan kayu, dengan puntung itu api tak langsung membesar, namun merambat secara perlahan. Bisa saja api mulai membesar saat malamnya," bebernya

Ketidaksengajaan satu lagi, dan sering menjadi penyebab karhutla adalah perilaku merokok dari para pemancing yang mencari ikan di kanal kanal dan sungai sungai.

Para pemancing ini sebenar nya sudah faham betul akan bahaya puntung rokok di buang sembarangan yang berpotensi menyebabkan karhutla. Namun saat tarikan mata pancing dari muncung ikan membuat pengail lupa segala nya. Rokok di tangam tanpa terasa beterbangan, nyentuh dahan kering, ranting dan ilalang. Yang pada akhirnya karhutla yak terelakan.

"Ini yang kebanyakan terjadi, bapak bapak pengail itu merokok sambil pengangi joran. Saat umpan di sambar ikan, tarikannya itu yang memacu adrenalin pemancing, istilah bapak bapak pemancing itu strike, kalau sudah beginj semua yang disekitarnya sudah tidak ingat lagi. Rokok di tangan pun terbuang, kejadian seperti ini lah yang sering menjadi penyebab karhutla," imbuh Andrean

Agar yang tidak diharapkan tidak terjadi, agar hutan dan lahan tidak terbakar, satu satu upaya yang harus di lakukan dengan merangkul warga. Melibatkan mereka dalam upaya bersama mencegah terjadinya karhutla.

Sosialisasi kepada masyarakat tentang bahaya dari membakar lahan mutlak dilakukan. Pencegahan akan berjalan sukses jika masyarakat memahami peran mereka dalam upaya bersama itu. Serta yang tak kalah penting adalah keuntungan yang akan mereka dapat dari apa yang di tawarkan Manggala Agni.

Brigade brigade Manggala Agni tak menawarkan konpensasj, tidak pula menukar api dengan hal lain berbentuk materi. Yang mereka lakukan menggugah hati. Demi generasi, demi negeri, demi ibu pertiwi dan demi paru paru bumi.

"Kita tidak menjanjikan apa apa kepada masyarajat, kita katakan jika bapak membakar lahan maka kami akan bantu membersihkan lahan bapak, tidak, kami tidak janjikan itu. Dan tidak pula kami janjikan akan dapat hadiah atau bingkisan terima kasih karena tidak membakar lahan. Kami tidak memberikan itu. Kami berusaha menggugah hati warga. Dampak apa yang terjadi jika mereka membakar lahan. Keuntungan nya dalam bentuk apa jika hutan dan lahan tidak terbakar, itu kita jelaskan kepada warga," sambung peraih penghargaan Manggala Agni Terbaik 1 Tingkat Nasional Tahun 2016 ini

Menarik simpati warga agar tergugah hatinya, kemudian dengan suka rela turut serta dalam upaya cegah karhutla tidak semudah membalikkan telapak tangan. Penuh tantangan dan rintangan, namun bagi Andrean dan sejawatnya di Manggala Agni tidak ada kesuksesan tanpa perjauangan.

Penolakan dan ketidak sukaan kerap dirasakan oleh personil Manggala Agni di lapangan. Merubah pemahaman warga yang sudah beberapa generasi melakukan cara cara yang sama tentu tidak lah mudah. Cara baru yang tak biasa tidak ada dalam standar kerja mereka. Mereka terbiasa dengan apa yang biasa mereka lakukan.

Apalagi, di Rengat ada tradisi warga tempatan, masyarakat adat Talang Mamak. Masyarakat yang belum sepenuhnya tersentuh peradaban modern ini hanya mengenal satu hukum yang berlaku dalam kehidupan mereka. Tak ada hukum yang lebih tinggi. Jangan kan dipaksa untuk patuh pada hukum dan UU yang berlaku di republik ini, keberadaan tuhan saja mereka sangsi.

"Sangat susah berhadapan dengan warga yang hanya tunduk pada adat dan tradisi yang mereka anut saja, mereka tidak tahu hukum, sebagian besar dari masyarakat Talang Mamak masih tak bertuhan, bagaimana kita akan memberikan penjelasan kepada mereka," kisah Andrean

Dalam tradisi masyarakat Talang Mamak, membuka lahan memang di lakukan dengan cara di bakar, ada persetujuan kepala suku untuk itu. Mereka melaksanakan tradisi. Tradisi bagi mereka diatas segala galanya. "Biar mati anak jangan mati adat" begitu teguh mereka memegang adat leluhur.

"Adat bagi mereka segala galanya, mereka lebih kehilangan anak dari pada adat hilang dari kehidupan mereka, semboyan mereka "biar mati anak, jangan mati adat", mereka teguh memegang itu," ujarnya

Namun, sekuat apapun hambatan yang menghalangi, bagi personil Manggala Agni, bagi Panglima api bersemangat si Pongi selalu ada celah untuk memulai sesuatu yang baik.

Masuk kedalam kehidupan masyarakat Talang Mamak, bergaul dengan mereka, mengikuti apa yang mereka lakukan adalah salah satu kiat yang di tempuh Andrean cs.

"Kami masuk kehidupan mereka, kegiatan mereka tiap hari kami ikuti, ikut berjudi dan sabung ayam, kita tanamkan kepercayaan mereka, berbulan bulan kami lakukan itu, alhandulillah membuahkan hasil, akhirnya mereka menerima kami. Mereka mau duduk bersama dengan kami," kenangnya

Ketika tangan di buka, gayung pun bersambut, dari rasa saling percaya itu, warga Talang Mamak mulai membuka diri atas adat dan tradisi.

Terkait membuka lahan dengan api tidak pula serta merta di lakukan tanpa syarat. Lahan yang akan di bakar haruslah lahan bersama, bukan lahan satu orang, dan luasnya di batasi. Sebelum api dinyalakan terlebih dahulu lahan itu di sekat dengan parit parit agar api tidak menjalar ke lahan dan hutan yang lebih luas.

"Di adat Talang Mamak pun rupanya ada syarat yang harus dipenuhi sebelum lahan di bakar, harua ada musyawarah dan persetujuan kepala suku, lahan yang akan dibuka bukab milik satu orang, harus lah milik beberapa keluarga dan di kerjakan (di bakar) secara bersama sama pula, di buatkan sekat paritnya, di jaga bersama sama anggota suku agar api tidak menjalan ke areal lain, jadi tidak juga ada pembenaran membakar lahan secara serampangan di tradisi Talang Mamak," tuturnya

Lambat laun, dengan usaha yang tak kenal menyerah, kepala kepala suku sudah merasa nyaman dengan kehadiran para brigade Manggala Agni, kini masyarakat Talang Mamak bersedia tak membakar lahan, andai ada warga yang melakukan pembakaran, kepala suku bersedia menyerahkan pada hukum yang berlaku di negara ini.

"Sekarang ini mereka sudah menerima kita, kalau ada warganya membakar lahan, maka pertanggung jawabannya sudah secara hukum negara, tapi kalau pelanggaran lain, yang dipakai hukum adat," akunya

Ajakan berdamai dengan api bukan hanya di tujukan kepada suku Talang Mamak, tapi pada semua warga yang di temui sepanjang jalan kala personil Manggala Agni tengah berpatroli atau memang niatan untuk bersoaialisasi, bertatap muka dengan warga di kebun, di rumah, warung bahkan di rumah ibadah dan sekolah sekolah. Tujuan tetap sama, mencegah karhutla, meminimalisir bahaya dan meningkatkan kewaspadaan warga.

Inten nya silaturahmi, berkelanjutannya upaya sosiliasasi, membuat hubungan Manggala Agni dengan warga di wilayah kerja Daops Rengah nyaris tak berjarak. Lambaian tangan dan salam hangat menyertai hari hari dalam pelaksanaan tugas para Panglima api.

"Saat berpatroli, ketika jumpa warga kita mampir, beramah tamah, kemudian kita kasih tahu tentang bahaya membakar lahan, kita kasih brosur tentang bahaya karhutla, pada umumnya mereka sudah paham, kita tetapkan ingatkan," tandas instruktur terbaik bersertifikasi nasional ini.

Tak melulu masuk kampung, kebun dan hutan, para penakluk api ini juga menyambangi beberapa sekolah setingkat SMA untuk berbagi cerita dengan para siswa yang tentunya tentang karhutla. Dengan harapan para generasi harapan bangsa itu menjadi sahabat Manggala Agni, minimal menjadi relawan di lingkungan atau keluarga nya sendiri.

Di sekolah sekolah, di dalam kelas saat memaparkan terkait ancaman karhutla terhadap negeri tanah surga ini, antusiasme di tunjukkan para siswa, keingintahuan mereka terlihat dengan berbagai pertanyaan yang para diajukan, sekecil apapun kepedulian yang di tunjukkan adalah langkah nyata sebagai kontribusi bersama membangun negeri. Melalui pencegahan karhutla. Seperti yang di tunjukkan oleh para siswa di sekolah sekolah.

“Kita tanamkan kewaspadaan terhadap bahaya kerhutla sedini mungkin, kita lakukan sosialisasi di sekolah sekolah, kita libatkan para siswa dalam upaya pencegahan karhutla di lingkungannya, menjadi penyambung lidah Manggala Agni kepada keluarga mereka. Dengan sosialisasi ke sekolah sekolah akan lahir sahabat sahabat Manggala Agni sejati. Yang ikut berkontribusi menyelamat negeri ini, menyelamatkan ibu pertiwi, menyelamat paru paru bumi dan menyalamat keluarga mereka sendiri dari konsekwensi hukum atas tindakan pembakaran lahan, kepedulian yang tampak kecil itu sangat berarti bagi negeri,” pungkasnya

Penulis             : Apon Hadiwijaya


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar