Pasca Pembatalan Eksekusi Dari MA, Pengacara PT PSJ Siapkan Gugatan ke DLHK Riau
PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Polemik perseteruan masalah lahan antara PT. Peputra Supra Jaya (PSJ) dengan PT. Nusa Wana Raya (NWR) yang berada di Desa Pangkalan Gondai, Langgam, Kabupaten Pelalawan, memasuki babak baru.
Pasalnya, Mahkamah Agung menyatakan surat perintah tugas nomor 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 untuk pengamanan atau eksekusi lahan sawit pada lahan petani yang selama ini menjadi mitra PT. PSJ, batal atau tidak sah. Atas dasar itu, pengacara PT. PSJ, Asep Ruhiat, saat ini tengah mempersiapkan gugatan melawan hukum ganti rugi atas apa yang dilakukan oleh Dinas Lingkungan Hidup & Kehutanan Riau, terkait eksekusi yang mereka lakukan beberapa waktu lalu.
"Alhamdulillah, kita bersyukur atas adanya putusan fatwa dari MA yang mengabulkan gugatan kita sehingga surat perintah tugas itu dicabut dan apa yang dilakukan oleh DLHK dinyatakan tidak tepat untuk melakukan eksekusi," kata pengacara PT. PSJ, Asep Ruhiat, pada media ini via selulernya, Jum'at (19/3/2021).
Asep Ruhiat menjelaskan, pihaknya juga selaku kuasa hukum PT. PSJ meminta sekarang untuk menahan diri tidak melakukan penyalahgunaan wewenang, dalam hal ini melakukan pembabatan terhadap pohon kelapa sawit milik para petani yang selama ini menjadi mitra dari PT PSJ. Ini artinya, bahwa lahan tersebut tak serta merta menjadi kepemilikan PT. NWR sebelum ada putusan perdata di peradilan hukum kepemilikan haknya.
"Dan itu harus diuji melalui pengadilan perdata. Artinya, masing-masing perusahaan harus menyodorkan buktinya soal kepemilikan lahan tersebut. Dari masing-masing pihak bisa saja memproses melalui keperdataan untuk menentukan siapa yang lebih berhak terhadap lahan tersebut," tandasnya.
Disinggung soal putusan bukti kepemilikan lahan merupakan wewenang siapa, Asep menjelaskan, untuk hal tersebut bisa saja dari DLHK atau PT. PSJ yang mengajukan gugatan. Namun pihaknya berharap, setidaknya ada win-win solution yang intinya masyarakat yang notabene para petani sawit jangan sampai dirugikan atau dikorbankan. Apalagi Mahkamah Agung menyatakan surat perintah tugas nomor 096/PPLHK/082 tanggal 10 Januari 2020 untuk pengamanan atau eksekusi lahan sawit batal atau tidak sah.
Putusan Nomor 595 K.TUN/2020 itu sudah disampaikan Mahkamah Agung ke Pengadilan Tata Usaha Negara Pekanbaru (PTUN). Amar putusan kasasi tersebut sudah disampaikan panitera MA ke penggugat dan tergugat.
Dalam putusan itu tertulis penggugat adalah PT. Peputra Supra Jaya. Perusahaan ini mewakili sejumlah koperasi yang di dalamnya ada ratusan warga melawan eksekusi yang dilakukan oleh DLHK (tergugat). Panitera PTUN Pekanbaru, Agustin saat dikonfirmasi membenarkan putusan kasasi MA tersebut. Dia mengaku sudah menyampaikan putusan kepada tergugat dan penggugat.
"Saya sampaikan, amar putusan itu benar. Selanjutnya para pihak yang mengajukan salinan lengkapnya," kata Agustin, Kamis (18/3/2021).
Agustin mengatakan, penggugat sudah mengajukan surat permohonan eksekusi terhadap putusan tersebut. Selanjutnya kedua belah pihak akan dipanggil kalau hakim sudah mengeluarkan surat eksekusi terhadap putusan yang terbaru itu. "Nanti hakim membacakan, apakah eksekusi itu sudah dilaksanakan atau belum," kata Agustin.
Dari petikan putusan yang diterima, Ketua Majelis Hakim di Mahkamah Agung Dr. Irfan Fachruddin, membatalkan putusan PTUN Tinggi Medan yang menguatkan putusan PTUN Pekanbaru. "Mengabulkan permohonan kasasi dari pemohon kasasi PT. Peputra Supra Jaya," kata Irfan dalam petikan putusan itu.
Petikan amar putusan MA ini juga menyatakan surat dinas untuk eksekusi lahan batal atau tidak sah. Kemudian mewajibkan DLHK mencabut surat tersebut. Dalam pertimbangannya, majelis hakim menyatakan lahan seluas 3.323 hektare itu harus diuji keabsahan perizinan dari kedua pihak dan kepemilikan di pengadilan secara perdata. Selanjutnya, pengalihan kawasan hutan menjadi non hutan harus mengajukan perizinan baru.
Sebagai informasi, eksekusi oleh DLHK Riau dengan menebang sawit milik warga dan PT. PSJ berlangsung sejak awal tahun 2020 lalu. Penebangan itu mendapat perlawanan dari ratusan warga yang menggantungkan hidup dari sawit bekerjasama dengan PT. PSJ. Perlawanan itu berujung bentrokan antara warga dan polisi yang mengawal jalannya eksekusi. Beberapa warga juga mengalami luka dan ada pula yang ditangkap karena dituduh provokator.
Warga juga membangun tenda-tenda di lokasi sebagai bentuk perlawanan. Namun tetap saja tenda itu roboh setelah aparat dan alat berat yang dihadirkan oleh perusahaan NWR meratakan sawit dengan tanah. Penebangan sawit itu sempat berhenti setelah sejumlah anggota DPR ataupun DPRD Riau turun ke lokasi. Penghentian eksekusi hanya beberapa bulan dan berlanjut, bahkan sampai tahun 2021. Eksekusi lahan awal tahun ini juga tak jarang berujung bentrok. Untuk meredam aksi perlawanan ini, aparat menangkap sejumlah orang yang dinilai sebagai provokator. (sam)
Tulis Komentar