Menyoal Corona, Omnibuslaw dan Bau

Abdullah, anggota DPRD Kabupaten Pelalawan

Beberapa hari setelah peresmian APR (perusahaan produksi rayon dgn investasi lebih dari 10 T dan serapan ribuan tenaga kerja) oleh Presiden RI  Ir Jokowi Widodo di Pangkalan Kerinci,  setidaknya ada tiga issu yang semakin menguat, namun mengancam kesehatan serta berpotensi melemahkan ekonomi masyarakat: Corona, omnibuslaw dan bau yang tidak biasa di Pangkalan Kerinci. 

Bau? Ya. Bau yang tidak biasa. Jika Covid-19 alias corona menjadi virus menakutkan yang membuat orang menghindari keramaian sebab virus ini fatal berujung pada kematian dan  WHO bahkan telah mengumumkan bahwa Covid 19 adalah pandemi berbahaya sebab telah menyebabkan kematian pada ribuan orang didunia. Banyak penerbangan lumpuh. Fasilitas umum dan pariwisata sepi. Hotel gulung tikar.  Arus barang dan perdagangan drop. Pertumbuhan Ekonomi drastis melemah.  

Dalam kondisi itu, Rancangan undang Undang Omnibuslaw cipta kerja yang diajukan pemerintah ke DPR RI, diprotes jutaan buruh sebab jika disahkah, terkait beberapa pasal seperti upah, outscorcing, jaminan sosisal dan pesangon - disinyalir akan mengkriminalisasi dan mengancam kesejahteraan buruh Indonesia dimasa depan. 

Tentu saja juga akan melemahkan ekonomi jutaan buruh dan keluarganya. 
Bagaimana dengan bau yang tidak biasa di sekitar APR? Apakah juga berdampak pada kesehatan dan ekonomi? Saya bukan juru bicara siapapun, kecuali menjadi juru bicara masyarakat yang saya wakili.  

Karena itu, setidaknya, kepada masyarakat yg saya wakili, maupun kepada seluruh pihak, mari kita bedah dua hal:
Pertama, apapun alasannya, tentu saja kita tidak bisa menerima rasa penciuman yang tidak biasa kita terima, apalagi dikhawatirkan berdampak jangka panjang bagi kesehatan.  

Namun demikian, kita harus menerima informasi akurat tentang kondisi yang terjadi. Sebab Covid19 dan Omnibuslaw sudah cukup rentan membuat kita terpuruk. Jangan sampai diperparah dengan keputusan kita menyikapi bau yang tidak biasa ini. 

Sesuai dengan ambang batas yang ditetapkan pemerintah pada pengembalian gas buang –emisi secara kontiniue bahwa maksimum Carbon Dissulfida (CS2) adalah 90 kg/ton, dan dan Hydrogen Sulfida (H2S) 30 Kg/ton, yaitu gas yang membuat kita mencium aroma bau itu, dari hasil pengukuran uji udara ambien independent yg dapat dipertanggungjawabkan  menemukan bahwa dengan teknologi terbaru dunia yang digunakan APR yaitu Spinbath (pemulihan sisa cair) dan Wet Sulfid Acid (WSA) plant , konsentrasi CS2 APR di stack pembuangan adalah rata rata 12,3 Kg/ton dan H2S  sebesar 0.74 Kg/ton.  Artinya, gas buang yang menyebabkan bau ini masih jauh dibawah ambang batas yang berbahaya bagi kesehatan (90 utk CS2 dan 30 untuk H2S).  

Sedangkan International Agency for Reasearch on Cancer (IARC) menyebutkan bau dari limbah buangan gas pulp dan rayon bukanlah sebab penyakit kanker. Kanker muncul sebagai akibat kondisi kondisi penyebab kanker pada umumnya.  Artinya, sebagaimana kita harus menyikapi pandemi Covid19, kita juga perlu menyikapi pengendalian gas buang CS2 dan H2S yang menimbulkan bau ini secara bijaksana. 

Karna itu Kedua, Pertanyaan berikutnya adalah:  Jika bau itu tidak berbahaya secara angka pengukuran, bagaimana upaya kita mengurangi nya atau bahkan menghilangkan nya? Disinilah titik krusial kita sesungguhnya yang perlu kita ambil tindakan yang cepat dan saling bekerjasama.  Pada titik ini, saya mengusulkan beberapa tindakan bersama.

Pengendalian gas buang yang lebih komprehensif oleh APR untuk menekan kosentrasi Carbon Dissulfida (CS2) , dan  Hydrogen Sulfida (H2S), dalam setiap proses produksi yang dilakukan.

Penerapan teknologi yang lebih adaftif dengan kondisi sosial masyarakat. Pembentukan Tim Parstipasi Publik disetiap RT khususnya di sekitar operasional pabrik untuk melaporkan secara cepat kondisi bau yang muncul untuk segera menjadi eviden terkait waktu dan kondisi udara yang menjadi rujukan data evaluasi tim teknis di APR untuk segera melakukan perbaikan. 
Sebagaimana display ISPU, perlu nya Pembuatan display index CS2 dan H2S perhari untuk masyarakat sehingga masyarakat mendapatkan informasi,  memantau, melaporkan dan mengetahui kondisi udara yang sedang dihadapi sehingga setidaknya kekhawatiran terhadap kondisi yang dihadapi sebenarnya dapat disikapi dengan bijaksana. 

Jika virus Covid19 bisa kita kontrol semaksimal mungkin agar tidak menghacurkan sendi sendi ekonomi, juga RUU Omnibuslaw bisa kita desak untuk didiskusikan ulang agar ekonomi dan kesejahteraan buruh dan keluarga dapat dipertahankan dan ditingkatkan, maka pengendalian emisi yg menyebabkan bau ini juga harus kita dudukkan bersama, dengan konsensus bersama agar tindakan tindakan yang kita lakukan bisa membuat kita semakin kuat ditengah kondisi perekonomian global yang semakin tidak pasti. 

Peluang kita menjadi daerah yang kuat secara ekonomi dan kemandirian tentu sangat terbuka dengan kehadiran investasi investasi baru. Tapi tentu saja harus menjaga kondisi lingkungan, kesehatan dan sosial ekonomi masayarakat sekitar. Itu tidak bisa ditawar. Karna itu kita mesti bekerjasama. 

Mari bertindak, demi masa depan kita dan anak cucu kita, dengan tindakan yang tepat.
Penulis : Abdullah  (Anggota DPRD Pelalawan) 


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar