Sistim Zonasi dan Upaya "Membendung" Sekolah Favorit

DR. Muhammad Syafi’i. S.Pd. MSi

Oleh: DR. Muhammad Syafi’i. S.Pd. MSi

Terpenuhinya kebutuhan pendidikan kepada masyarakatnya merupakan kewajiban yang dijamin oleh negara melalui pemerintah yang diregulasikan dengan produk kebijakan formal pendidikan. Merasa terpenuhinya suatu kebutuhan akan berdampak dengan suatu penilaian dari masyarakat sendiri baik dalam skala personal maupun kelompok masyarakat akan pelayanan pendidikan.

Tidak akan ada satu orang pun atau sekelompok komunitas yang dapat menghentikan suatu penilaian seseorang terhadap suatu bentuk pelayanan kebutuhan. Menurut Fandi Tjiptono dalam bukunya Service Management mewujudkan layanan prima, mengungkapkan Kualitas pelayanan dapat diartikan sebagai upaya untuk memenuhi kebutuhan keinginan konsumen dan ketepatan pengiriman dalam menyeimbangkan harapan konsumen. Teori ini menjadi kekuatan penyedia jasa agar selalu melakukan upaya pemenuhan kebutuhan.

Seperti biasa suatu kebijakan pemerintah akan di tanggapi pro dan kontra oleh masyarakat. Pro dan kontra ini juga tidak terelakkan pada kebijakan sistem zonasi  dalam proses Penerimaan Peserta Didik Baru (PPDB) yang di lakukan oleh pemerintah bertujuan untuk pemerataan pendidikan dan upaya “membendung”  sekolah favorit. Masyarakat yang terdekat dengan keberadaan sekolah akan mendapatkan prioritas untuk bersekolah di dekat rumah peserta didik. 

Pertanyaan yang muncul setelah kebijakan ini apakah tidak akan adanya lagi sekolah favorit? Ini tentu kembali kepada suatu penilaian masyarakat terhadap Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang dilakukan oleh pihak pengelola pendidikan, baik itu pemerintah dengan dinas terkait maupun pihak internal sekolah. 

Bagi pemerintah sendiri baik itu pemerintah pusat maupun pemerintah daerah mempunyai kewenangan kebijakan maupun penganggaran dalam proses pelaksanaan SPM yang ada  di sekolah. Seperti salah satunya, tidak terpenuhi sarana dan prasarana sekolah maupun pemerataan tenaga pendidik akan berpengaruh kepada indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan sekolah dan ini selalu akan memberikan suatu penilaian sekolah itu baik atau tidak baik, dengan banyaknya penilaian terhadap suatu sekolah maka yang baik akan jadi favorit sedangkan yang semakin tidak baik akan ditinggalkan penilainya sebagai bentuk hukuman sosial masyarakat terhadap lembaga pendidikan tersebut.

Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Permendikbud) Nomor 32 Tahun 2018 tentang Standar Teknis tentang pelayanan minimal pendidikan menjadi regulasi hukum pelayanan lembaga pendidikan kepada masyarakat. Tak hanya sampai pada SPM bidang pendidikan saja pada akhirnya juga sekolah diminta melalukan proses akreditasi sebagai bentuk penilaian apakah sekolah tersebut mampu melalukan pelayanan yang baik.

Di sisi internal sekolah juga akan selalu mendapat penilaian, manajemen sekolah yang baik dan berjalan sebagaimana mestinya menjadi motor pengerak sekolah dalam proses melayani. Usaha kepala sekolah yang menjadi leader terbaik diminta berperan aktif dalam manajemen sekolah. Mengggerakan sistem manajemen yang bermutu akan meningkatkan kualitas pendidikan, regulasi terhadap penunjukan kepala sekolah juga terjaga dengan baik, syarat-syarat menjadi kepala sekolah juga harus menjadi syarat mutlak menjadi kepala sekolah dan tidak pada suka dan tidak suka pimpinan daerah, karena lagi lagi kesalahan memberikan amanah kepada kepala sekolah yang tidak mampu dan cakap akan memberikan dampak penilaian masyarakat terhadap sekolah itu favorit atau tidak. 

Guru merupakan ujung tombak dalam proses membangun siswa menjadi manusia seutuhnya dalam tujuan bernegara menjadi peranan yang sangat penting bagi penilaian masyrakat. Penilaian sumber daya manusia dalam dunia pendidikan ini menjadi tolak ukur apakah sekolah akan disenangi masyarakat atau favorit. Berhasilnya guru mentransfer keilmuaan “transfer knowledge” kepada siswa. Menghadirkan guru yang berkualitas dan bermutu tidak dapat dipandang sebelah mata, kebutuhan guru akan peningkatan profesi guru serta upaya mencukupi kesejahteraan guru masih menjadi polemik yang belum terselesaikan. Gaji guru yang masih rendah dan selalu tertunda pembayaran hingga berbulan bulan tidak akan mampu menjadikan guru menjadi berkualitas dan bermutu, alhasil kondisi ini akan mempengaruhi kinerja di sekolah. Penilaian masyarakat kepada “guru favorit” juga tidak akan terelakkan. Belum lagi masalah pemerataan yang tak kunjung terselesaikan.

Mau atau tidak mau, penilaian ini akan terus berlanjut dan tiada yang dapat menghentikan penilaian terhadap jasa, akankah jarak rumah dalam bentuk zonasi akan membendung sekolah favorit? atau hanya akan memindahkan penilaian masyarakat dari sekolah A ke sekolah B atau akan memunculkan lebih banyak lagi sekolah yang diidolakan atau lebih ekstrim lagi sekolah swasta non pemerintah akan menjamur subur dengan segala prestasinya? Tentu semua komponen akan dinilai kembali oleh masyarakat.

Pelayanan terbaik, Manajemen terbaik, SDM pendidik terbaik, sarana terbaik akan menjadi catatan penting apakah sistem zonasi menjadi pintu masuk kebijakan ampuh pada proses PPDB atau hanya jarak rumah kesekolah yang akan disiasati oleh orang tua siswa sebagai upaya keinginan masuk sekolah favorit. (Penulis merupakan Dosen FKIP di Universitas Riau)


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar