ROKAN HILIR, RIAUBERNAS.COM - Terkait kasus yang menjerat suaminya, Kristina (40), warga Jalan Pelabuhan Baru, Gang Abizar, Kelurahan Bagan Barat, Kecamatan Bangko Rokan Hilir, meminta agar Bupati Rokan Hilir H. Suyatno segera mengajukan permohonan penundaan pemecatan PNS yang tersandung kasus korupsi, demikian disampaikan Kristina, saat dijumpai dikediamannya, Minggu (30/12/2018).
"Sungguh, saat ini kami sudah jatuh tertimpa tangga, suami saya sudah menjalani hukuman dan bukan pemeran utama, tapi harus dihadapkan dengan aturan baru saat ini", kata Kristina.
Bahkan menurut dia, Pemkab Rokan hilir harus tetap berkomitmen bahwa tidak akan memberhentikan ASN yang terlibat korupsi sesuai dengan aturan yang berlaku.
Padahal sampai saat ini, para mantan Pidana yang berstatus kasus Korupsi sedang berjuang di Mahkamah Konstitusi (MK) dan Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) di Jakarta. Seharusnya sebelum surat pemberhentian dilakukan, harus menunggu hasil sidang apakah diterima atau ditolak.
Ia menjelaskan, salah satu Kabupaten yang mengajukan adalah Kuansing, dan seharusnya bisa diterapkan juga di Rohil.
Dijelaskannya, bahwa suaminya hanyalah bawahan dan bukanlah pemeran utama dalam kasus korupsi yang telah memutuskan suaminya dan dua rekan lainnya, dengan kurungan selama 1,4 tahun. Bahkan suaminya telah menjalani masa hukuman dan denda yang ditetapkan oleh majelis hakim di Pengadilan Tipikor Pekanbaru.
Forum Marwah ASN Republik Indonesia dengan jumlah ribuan orang, tengah berjuang untuk memperjuangkan nasib mereka, terkait Surat Keputusan Bersama (SKB), kesepakatan itu dituangkan dalam Keputusan Bersama Mendagri, Menteri PANRB, dan Kepala BKN tertanggal 13 September 2018, dengan nomor 182/6597/SJ, Nomor 15 Tahun 2018, dan Nomor 153/KEP/2018 tentang penegakan hukum terhadap PNS yang telah dijatuhi hukuman berdasarkan putusan Pengadilan yang berkekuatan Hukum tetap, karena melakukan tindak pidana jabatan atau tindak pidana kejahatan yang ada hubungan dengan jabatan.
Sementara Sudah dilakukan berbagai sidang namun belum ada keputusan, dan masih akan adanya beberapa sidang, diantaranya Sidang pada 2 januari 2019 di PTUN. Agendanya Duplik tergugat I terhadap Replik penggugat dan bukti surat dari para pihak. Sidang MK tanggal 8 Januari 2019 pengujian UU nomor 5 tahun 2014 Tentang Aparatur Sipil Negara, dengan agenda mendengarkan keterangan DPR dan ahli pemohon.
"Padahal, pada sidang 26 Desember 2018 di PTUN di Jakarta, bahwa ketua hakim sudah memerintahkan perwakilan dari tiga Mentri agar tidak melakukan tindakan apapun, 2 minggu kedepan sampai adanya keputusan. Tapi ternyata rapat 3 Menteri pada 27 Desember 2018, memerintahkan seluruh BPK, Gubernur, dan Bupati melaksanakan surat SKB Menteri, Jika tidak dilaksanakan maka KPK akan turun ke daerah mempertanyakannya", papar Kristina.
Ia dan keluarga hanya berharap, surat pemberhentian jika memang keputusan ditolak barulah dikeluarkan. Apabila dikeluarkan dengan cepat maka jika gugatan diterima maka akan menjadi persoalan baru karena status PNS yang dipertaruhkan.
"Kalau memang suami saya harus berhenti dengan para mantan napi ASN lainnya tak apa, asal sudah keluar keputusan yang sedang diperjuangkan saat ini. Kalau saat ini, kan mereka masih berjuang dan biarlah dulu sampai adanya keputusan," pintanya.
Satu lagi yang harus menjadi pertimbangan, bahwa aturan ASN yang diberhentikan dalam UU adalah 2 tahun, yang mana menurut dari aturannya 4 tahun dan bunyinya sama sejak tahun 1978 dalam UU Tipikor.
"Mudah-mudahan pak Bupati dan para pemangku kepentingan mendengarkan kami sampai saat ini, kami masih merasa menjadi korban dalam kasus yang menjerat suami saya", tandasnya (Syofyan/Rls)