Tambal Defisit BPJS Kesehatan, Presiden Keluarkan Perpres Cukai Rokok

Tambal Defisit BPJS Kesehatan, Presiden Keluarkan Perpres Cukai Rokok
Int.

JAKARTA, RIAUBERNAS.COM - Untuk menyelamatkan keuangan Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah mengeluarkan Peraturan Presiden (Perpres). Dengan Perpres ini, pemerintah akan menambal defisit keuangan BPJS Kesehatan dengan hasil cukai rokok.

Presiden Jokowi mengatakan ada empat poin utama penyelamatan BPJS Kesehatan dalam Perpres ini. Pertama, Undang-Undang Cukai telah mengamanatkan 50% hasil penerimaan cukai rokok digunakan untuk layanan kesehatan. Kedua, pemerintah harus membantu keuangan BPJS Kesehatan yang masih mencatat defisit. 
 
Dikutip dari laman katadata.co.id, dari kajian Kementerian Keuangan, defisit BPJS Kesehatan yang perlu ditambal sebesar Rp 10,9 triliun. Namun, angka yang lebih besar justru datang dari BPJS Kesehatan sendiri yang dengan nilai defisit mencapai Rp 16,5 triliun.

"Ketiga, saya sudah perintahkan juga dari BPKP untuk diaudit mengenai defisit yang ada. Artinya ini prosedur, akuntabilitas sudah dilalui," kata Jokowi usai pelantikan Gubernur Nusa Tenggara Barat di Istana Merdeka seperti dilansir dari katadata.co.id, Jakarta, Rabu (19/9).

Keempat, Presiden juga telah memerintahkan Direksi BPJS Kesehatan untuk memperbaiki sistem verifikasi hingga keuangan. Perbaikan sistem ini tidak mudah, harus mencakup kepesertaan seluruh daerah dan klaim rumah sakit di Indonesia. Dia menyinggung kesulitan yang dialaminya dalam mengontrol kepesertaan Kartu Jakarta Sehat (KJS) saat memimpin DKI Jakarta.

Selain dari cukai, pajak rokok yang dipungut pemerintah daerah juga terpangkas. Berdasarkan lampiran Perpres, 75% dari bagian hak pajak rokok untuk Pemerintah Provinsi, Kabupaten, dan Kotamadya akan langsung dipotong untuk BPJS Kesehatan oleh pemerintah pusat. 

Jokowi menyadari penerimaan cukai daerah juga akan berkurang dengan adanya aturan ini. "Itu yang menerima juga daerah kok, untuk pelayanan kesehatan di daerah. Kan bukan pelayanan di pusat. Itu pun sudah melalui persetujuan daerah," kata Jokowi.

Sementara itu, Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Sumarsono mengatakan kewajiban potong dana tersebut akan membuat daerah mencari sumber pendapatan lain. Namun, di sisi lain masyarakat tidak bisa dipaksa terus menerus merokok. Oleh sebab itu dia berharap pemerintah pusat dapat mencari insentif atau sumber pendapatan lain bagi daerah.

"Mungkin dengan pembagian yang lebih besar, sehingga kompensasinya ada," kata dia. (*)