PELALAWAN - PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) menegaskan perusahaan sangat menjunjung tinggi profesionalisme dan memiliki komitmen yang tinggi dalam mengutamakan kesehatan dan keselamatan kerja karyawan dan mitra kerjanya.
Hubungan ketenagakerjaan dan mitra kerja perusahaan senantiasa berlandaskan aturan perundang-undangan berlaku yang ditetapkan oleh pemerintah.
Demikian dijelaskan Hermawan, Employee & Industrial Relations Manager, HR Department RAPP ketika dihubungi media, Sabtu (8/6/2024) di Pangkalan Kerinci.
“Ketika ada persoalan antara pekerja dengan perusahaan, kami sangat terbuka untuk menyelesaikannya melalui mekanisme yang berlaku, mulai dari perundingan bipartit hingga pengadilan melalui Pengadilan Hubungan Industrial (PHI),” ungkapnya.
Hermawan menjelaskan bahwa perundingan bipartit antara pekerja atau serikat pekerja dengan pengusaha dilakukan untuk mencapai mufakat dalam menyelesaikan perselisihan hubungan industrial. Proses ini harus diselesaikan paling lama 30 hari kerja sejak dimulainya perundingan. Jika tidak tercapai kesepakatan, persoalan dapat dinaikkan ke Disnaker dalam forum perundingan tripartit. Apabila rekomendasi dari forum tripartit tidak dapat diterima, maka dapat diajukan ke Pengadilan Hubungan Industrial (PHI).
Perusahaan, menurut Hermawan, selalu terbuka dalam menyelesaikan perselisihan dengan karyawan. Namun, sebagai entitas yang dikelola secara profesional, penerapan disiplin kerja juga harus dilakukan tanpa pandang bulu.
“Jika ada pekerja melanggar perjanjian kerja bersama (PKB) atau SOP yang berlaku, maka tentu akan ada sanksi mulai dari teguran hingga pemutusan hubungan kerja (PHK). Proses ini dilakukan melalui tahapan yang jelas dan tercatat salah satunya pemberian surat peringatan,” jelasnya.
Menyikapi aksi demo yang dilakukan salah satu serikat, Hermawan menegaskan aspirasi yang disampaikan melalui demonstrasi sah-sah saja sepanjang tidak anarkis atau melanggar aturan.
“Perusahaan tidak pernah melarang aksi demonstrasi, karena itu adalah hak menyampaikan aspirasi, tapi menurut saya, lebih baik kita menempuh langkah sesuai aturan yang telah ditetapkan perusahaan melalui bipartit, tripartit, bahkan ke PHI jika persoalan tidak tuntas,” katanya.
"Jadi kita tidak pernah memberikan sanksi yang ikut demo, tapi jika ada yang ikut aksi demonstrasi tanpa mendapatkan izin dari atasannya, lalu meninggalkan tugas begitu saja, tentu ini akan ada konsekuensinya, sesuai PKB dan SOP tenaga kerja tadi," imbuhnya.
Terkait demo yang dilakukan DPW FSPMI ke perusahaan RAPP pada Kamis (6/6/2024) lalu, Hermawan menyebutkan tuntutan yang disampaikan lebih banyak ditujukan ke perusahaan lain bukan ke RAPP.
“Ada satu tuntutan soal kontraktor, ini tentu saja harus diselesaikan dengan perusahaan kontraktor terkait. RAPP akan terus menegaskan kepada seluruh mitra kerjanya, para kontraktor agar mematuhi aturan yang berlaku dan menghargai hak-hak pekerjanya,” ujarnya lagi.
Dalam aksi demo tersebut, Asisten 1 Pemkab Pelalawan, Zulkifli, merekomendasikan agar pengurus DPW FSPMI membuat laporan tertulis mengenai persoalan keterlambatan upah yang bersifat normatif kepada pihak Pengawasan Tenaga Kerja Riau.
Kemudian, Disnaker Pelalawan akan menyelesaikan persoalan yang menyangkut perselisihan hubungan industrial di antaranya pada PT Pos Logistik Indonesia, PT Timas Suplindo, PT Rekon Saran Utama, PT Rido Jaya Bersaudara, PT Multiguna Karya Mandiri, PT Adei Plantation.
Zulkifli juga meminta seluruh perusahaan yang beroperasi di Pelalawan agar membayarkan hak-hak pekerjanya dan menjaga kondusifitas di daerah.
"Kasus PT Pos Logistik dan Timas sudah dilakukan pemanggilan dua kali dan belum tercapai kesepakatan, jika masih deadlock maka disnaker akan keluarkan anjuran. Kami akan mengirim surat kepada perusahaan untuk segera menindaklanjuti hal ini," ujarnya. (ndy)