Berkat Menenun, Dua Perempuan Ini Kini Jadi Mitra Bina PT RAPP

Ahad, 03 Juni 2018 - 16:21:03 wib
Berkat Menenun, Dua Perempuan Ini Kini Jadi Mitra Bina PT RAPP
Perwakilan management PT RAPP saat tengah menyambangi penenun Sri Mardiyah di kediamannya.

PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Jari jemari perempuan bernama Rahmi Andestia (30) begitu lincah menata jalinan benang. Diangkatnya jalinan benang yang menjulur ke pangkal benang, lalu diambilnya beberapa ruas benang untuk kemudian dimasukkan benang yang lain. Setelah dirasa sesuai, tangan kanannya menekan pelantak cukup keras sehingga benang yang tadi baru disusun menyatu dengan benang-benang lainnya.
 
Kamis siang itu, (31/5/2018), media ini menyambangi kediaman Rahmi yang berada di Gang 2000, Pangkalankerinci. Rahmi merupakan salah satu penenun yang telah menjadi mitra bina PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP). Meski belum berjalan setengah tahun menjadi mitra bina PT RAPP, namun Rahmi sudah merasakan kenyamanan menjadi penenun sekaligus menjadi mitra bina perusahaan kertas yang berbasis di Pangkalankerinci itu. 
 
Betapa tidak, karena beberapa bulan sebelumnya, perempuan yang dulu berprofesi sebagai penjual baju ini, tak menyangka bahwa keputusannya untuk menjadi penenun dan bergabung sebagai Bina Mitra PT Riau Andalan Pulp and Paper (RAPP) akan merubah jalan hidupnya, dalam hal finansial. Sebagai ibu rumah tangga biasa, kebutuhan rumah tangga yang kian melonjak, membuatnya terus berpikir untuk mencari tambahan lain.
 
"Tak bisa kini, Bang, hanya mengandalkan dari suami yang hanya berjualan di pasar," kata Rahmi pada media ini, saat kami menyambanginya, Kamis siang itu (31/5/2018). 
 
Padahal saat itu, Rahmi juga sebenarnya ikut membantu suami dengan berjualan baju di pasar, tiap tahun pas mau lebaran. Namun meski begitu, kebutuhan finansila itu tetap saja tak mencukupi. Sembari terus berjualan, Rahmi rupanya juga mencari informasi di sana-sini untuk mencari pekerjaan lain, yang bisa menambah-nambah penghasilan tanpa harus meninggalkan rumah. 
 
Seraya melanjutkan pekerjaannya menenun, Rahmi menceritakan ihwal mulanya dia terjun menjadi penenun ini. Menurutnya, selain kebutuhan finansial untuk membantu meringankan pekerjaan suami, dasar ilmu bordir yang dimilikinya saat masih gadis di Bukit Tinggi, menjadi salah satu alasan kenapa dia menerima tawaran tetangganya untuk menjadi penenun.
 
"Awalnya info soal PT RAPP tengah mencari penenun, berasal dari Ibu RT yang ada di lingkungan kami. Karena penasaran, saya mencoba mencari informasi lebih banyak sehingga akhirnya saya diperkenalkan dengan Bu Neneng yang kerja di PT RAPP. Dari situ ketertarikan saya makin kuat sehingga akhirnya keinginan saya untuk menjadi penenun dengan bergabung menjadi mitra bina RAPP, makin bulat," ungkapnya.
 
Keberuntungan yang terjadi di akhir tahun lalu itu, tepatnya November 2017, disusul oleh keseriusan perusahaan untuk melatih Rahmi ke tempat tenun yang ada di Pekanbaru. Ada sekitar tiga minggu rahmi dilatih menenun di tempat tenun yang ada di Ibukota Riau itu. Rasa rindu dan kangen pada anak dan suami terpaksa harus disingkirkan dulu, guna mendapatkan hasil pelatihan yang maksimal. 
 
"Alhamdulillah, karena saya memiliki dasar membordir sehingga saya tak begitu kesulitan dalam mempelajari cara menenun. Jadi pelatihan itu hanya tiga minggu saja," katanya.
 
Usai pelatihan, mulai lah Rahmi dibantu alat-alat menenun serta perangkat lainnya seperti benang dan lainnya. Bagi Rahmi, pekerjaan menenun terasa mengasyikkan karena pekerjaan ini bisa dikerjakan di rumah sehingga dia sendiri bisa membagi waktu untuk mengurus anak dan suami.
"Enaknya pekerjaan menenun ini saya jadi tinggal di rumah, Bang. Tenimbang saya berjualan di pasar seperti dulu, suami juga kerja di pasar sehingga anak jadi kurang terurus. Kalau sekarang kan, saya bekerja di rumah, saya sendiri yang mengatur jadwal waktunya. Kadang seharian saya bisa terus bekerja menenun, menyelesaikan pesanan dari perusahaan, hanya diselingi sholat duhur dan buka puasa saja," ujarnya.
 
Selama pelatihan, berbagai motif yang dipelajari saat kursus, dia kembali rekonstruksi ulang saat menenun. Motif-motif seperti bunga, bintang, kotak tissu adalah motif yang diberikan saat kursus di Pekanbaru dulu. Dan saat kami menyambangi Rahmi di rumahnya itu, dia tengah membuat tenunan kain yang bermotif bunga.
 
Kata Rahmi, untuk ukuran kain dua meter maka dia bisa menyelesaikan dalam waktu dua minggu. Namun dalam sebulan, Rahmi mampu menghasilkan empat kain. Itu artinya, setiap kain dia bisa selesaikan dalam waktu satu minggu. Selesai satu kain, maka akan dia berikan kain tersebut pada pihak perusahaan dengan upahnya yang dia terima sebesar Rp 200 ribu.
 
"Bukan nilai besar dan kecil upah yang menjadi tujuan saya, tapi kebebasan bisa bekerja di rumah itu yang membuat pilihan saya jatuh pada menenun untuk mencari penghasilan tambahan," katanya.
 
Tak dinyana, Kamis siang itu, Ibu RT Yusmaini yang membawa Rahmi untuk terjun menjadi penenun menyambangi kediamannya. Dari penuturan Yusmaini, terungkap jika orang yang berkeinginan untuk menjadi penenun itu banyak tapi yang minat sedikt. Hal ini dikarenakan untuk menjadi penenun dibutuhkan kesabaran, ketelitian dan ketekunan yang di atas rata-rata.
 
"Ya coba bayangkan saja, Bang, kalau tidak teliti dan tekun, ini bisa kacau. Kita salah saja memasukkan benang, nanti ke atasnya akan salah semua. Kerja yang sudah cape-cape jadi sia-sia," kata Yusmaini.
 
Yusmaini rupanya adalah salah satu bina mitra RAPP juga namun dalam hal membatik. Di rumahnya, dia sudah membuka cabang batik sendiri yang merupakan bagian dari batik andalan PT RAPP. Bermula saat perusahaan membutuhkan tenaga penenun, Yusmaini mencoba menawarkan pekerjaan itu pada tetangga sekitarnya. Diantara sekian banyak tetangganya yang ada di sekitarnya, rupanya hanya Rahmi yang berminat. Jadilah kemudian Rahmi diperkenalkan ke Bu Neneng, sehingga akhirnya dikursuskan ke tempat tenun yang di Pekanbaru.
 
"Kalau menenun itu lebih mudah untuk motif baju daripada kain. Soalnya, kalau kain kan padat tapi kalau baju itu tabur, jadi proses pembuatannya lebih mudah," ujarnya.
 
Yusmaini tampak serius melihat Rahmi yang tengah menenun. Sesekali Ibu RT itu melontarkan saran-sarannya, untuk lebih bagusnya dalam hal menenun. Menurut Yusmaini, PT RAPP baru memiliki dua penenun yang menjadi mitra bina perusahaan. Selain Rahmi ada juga penenun mitra bina lainnya yang bernama Sri Mardia (29).
 
Berbeda dengan Rahmi yang memang belajar menenun dari dasar meski telah memiliki bakat bordir sebelumnya, kalau Sri Mardia (29) sebelumnya telah memiliki pengalaman dalam hal menenun. Maklum, sebelum terjun bergabung menjadi mitra bina PT RAPP untuk menenun, Sri Mardia telah bergabung di Dekranasda Pelalawan dalam bidang menenun. Artinya, pekerjaan menenun bukan lah hal yang asing baginya.
 
"Ya, sebelumnya, saya telah bisa menenun karena saya pernah bergabung di Dekranasda. Di Dekranasda juga akan ada ketrampilan menenun, tapi sayangnya tidak ada kegiatan sehingga pekerjaan menenun di Dekranasda tak berkembang," kata Sri Mardia (29) yang tinggal di Pepaya Ujung, memulai ceritanya.
 
Proses terjunnya Sri ke bidang tenun hampir sama, dia kemudian dikursuskan ke tempat tenun yang sama dengan Rahmi. Namun untuk Sri Mardia karena telah memiliki dasar, jadi kursus yang dijalani hanya dua minggu saja. Itu dia lakukan pada bulan November 2017, tahun lalu. 
Sri Mardiyah (29)
"Dulu waktu di Dekranasda, alat penenunnya cuma dua dan ada dua kelompok dimana masing-masing kelompok ada 10 orang. Jadi untuk menenun sendiri tak maksimal. Sedangkan enaknya menjadi mitra bina RAPP, kita diberi bantuan alat menenun sehingga bisa kita kerjakan di rumah," kata Sri Mardia.
 
Memang, selesai dikursuskan di tempat menenun, PT RAPP memberikan bantuan pada Sri Mardia berupa alat menenun dan benangnya. Dengan memiliki alat menenun sendiri, Siti juga jadi bebas menentukan waktunya untuk menenun. Tak hanya itu, dengan memiliki alat menenun sendiri keahliannya dalam menenun pun semakin terasah.
 
"Satu helai kain saya bisa kerjakan selama satu minggu, tapi kalau tak ada kesibukan lain, itu saya bisa kerjakan selama empat hari," katanya.
 
Selama ini, pasca mengikuti kursus menenun, sudah ada 11 helai kain yang dia selesaikan. Setiap selesai satu kain, dia akan berikan kain tersebut pada pihak perusahaan dan Sri Mardia mendapat upah dari hasil pembuatan kainnya. Untuk 3 Kg berat benang yang dia tenun, itu akan menghasilkan 13-14 helai kain.
 
"Kalau menenun, untuk bahan kain panjangnya 2 meter tapi kalau untuk bahan baju paling juga 2,5 meter," katanya.
 
Baik Rahmi maupun Sri Mardia, kedua penenun yang telah menjadi mitra bina PT RAPP ini merasa terbantu selama ini. Setidaknya, hasil dari menenun itu sedikitnya bisa membantu meringankan beban finasial dalam mengatasi kebutuhan rumah tangga mereka. Harapan mereka, perusahaan terus membantu mitra bina seperti mereka sehingga ke depan benar-benar bisa mandiri.
 
"Apa yang dilakukan oleh perusahaan jelas sangat membantu kami. Harapan kami, perusahaan terus membantu kami sehingga kami bisa mandiri, dan menenun ini bisa menjadi profesi utama kami," ungkap mereka.
 
Menenun Miliki Potensi Yang Bisa Dikembangkan
 
Koordinator Mitra Offline CD PT RAPP, R Adhe Pramono, yang menjadi "bapak asuh" dari dua penenun ini menjelaskan bahwa awalnya, program yang menjadi bagian dari Community Development (CD) perusahaan kayu yang berbasis di Pangkalankerinci ini bermula dari Kabupaten Kepulauan Meranti, dimana PT RAPP telah memiliki pengrajin tenun binaan mereka.
 
"Lalu ide itu melebar, kenapa hanya di Kabupaten Kepulauan Meranti saja, kenapa di Kabupaten Pelalawan tidak ada pengrajin penenun yang bisa dibina seperti di Kabupaten Meranti," terang Adhe Pramono, memulai ceritanya pada media ini via selulernya, beberapa waktu lalu. 
 
Adhe kemudian bertanya ke Dekranasda Pelalawan soal keberadaan para penenun yang ada di daerah ini. Pucuk dicinta ulam pun tiba, karena ternyata Dekranasda Pelalawan rupanya pernah membina dan mengembangkan para pengrajin penenun yang ada di Kabupaten Pelalawan. Namun karena berbagai kendala, pembinaan dan pengembangan yang dilakukan oleh Dekranasda pada para penenun ini tidak berjalan.
 
"Akhirnya, program yang kita mulai di akhir tahun 2017 kemaren itu, kita laksanakan. Kita rekrut penenun yang telah dibina oleh Dekranasda, kemudian kita latih kembali di Pekanbaru," ujarnya.
 
Awal tahun 2018, Management PT RAPP lewat program CD-nya kemudian fokus membina 2 perajin penenun di daerah ini. Rahmi dan Sri Mardia merupakan dua penenun pioner yang kini dibina oleh PT RAPP. Sri Mardia sendiri merupakan penenun yang telah memiliki dasar menenun, karena ia sebelumnya telah mengikuti dasar-dasar pelatihan menenun yang diadakan oleh Dekranasda.
 
"Sedangkan Rahmi benar-benar dari nol. Kita kirim Rahmi untuk belajar atau mengikuti pelatihan di Pekanbaru. Lamanya pelatihan antara dua sampai tiga minggu," ujarnya.
 
Berbeda dengan pembuatan kain batik yang dikerjakan di lokasi, jika penenun bisa dikerjakan di rumah. Artinya, sebagai seorang Ibu mereka jadi tidak melupakan kewajibannya untuk melayani suami. Proses pembuatan satu helai kain tenun memakan waktu sekitar 4-5 hari, dan paling lama satu minggu.
 
"Jadi setelah mereka menyelesaikan satu kain, kita bayar dulu upahnya sebesar Rp 250 ribu. Harga kain kita jual rata-rata Rp 600 ribu, setelah kain terjual maka akan kita berikan lagi sisanya. Intinya, kita membantu dalam hal memasarkan kain yang mereka buat," ungkapnya.
 
Namun karena mereka telah menjadi binaan PT RAPP, otomatis perusahaan yang telah membina mereka membantu dalam hal peralatan, tidak hanya sekedar pemasaran saja. Dari situ, mereka bisa menambah penghasilan rumah tangganya.  
 
Indonesia memiliki kain tradisional lain yaitu tenun. Sayangnya, hingga saat ini masyarakat Indonesia belum sepenuhnya peduli akan kebudayaan yang dimiliki, termasuk kain tenun. Sejauh ini, meski baru berjalan 4-5 bulan, prospek pengembangan kain tenun ini cukup menjanjikan. Perlahan namun pasti sudah banyak permintaan kain tenunan dengan motif khas Melayu yang diminta.
 
"Kita simpan juga di Hotel Unigraha, dan kebanyakan bule-bule justru banyak yang menyukai kain tenun kita yang merupakan ciri khas budaya Melayu," tandasnya.
 
Ditanya soal target ke depan, Adhe menjelaskan bahwa dirinya menargetkan lokasi yang berada di Gang 2000, Pangkalankerinci, menjadi Sentra penenun di Kabupaten Pelalawan. Karena itu, pihaknya juga tengah mengembangkan untuk merekrut perajin tenun ke masyarakat sekitar.
 
"Jadi kalau ada tetangga yang ingin mendapatkan penghasilan sampingan dengan menjadi pengrajin tenun, bisa diajarkan oleh Rahmi dan Sri Mardia. Tapi menjadi perajin penenun harus benar-benar serius, jangan nanti sudah kita beri bantuan namun tidak serius dijalankan. Karena menjadi pengrajin penenun jelas butuh keseriusan dan ketelitian di atas rata-rata," ungkapnya. (adv)
 
 
 
Editor : Andy Indrayanto

BERITA LAINNYA