Jakarta – Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN), Nusron Wahid, menegaskan bahwa kebijakan kewajiban kebun plasma merupakan bagian dari upaya korektif untuk mengatasi ketimpangan pengelolaan tanah dan mempercepat pemerataan ekonomi di daerah.
Menurutnya, pemberian konsesi tanah negara kepada para pengusaha atau pelaku usaha besar sejak awal ditujukan untuk menciptakan efek berganda (multiplier effect) bagi pembangunan ekonomi nasional.
“Tujuan negara memberikan konsesi tanah kepada para pengusaha adalah agar tanah-tanah tersebut dapat didayagunakan secara produktif, dengan asumsi bahwa akan terjadi multiplier effect. Dan ketika telah terjadi efek tersebut, maka akan ada pemerataan pembangunan ekonomi dan distribusi pendapatan. Tapi ternyata hasilnya belum optimal. Ini perlu dikoreksi,” ujar Nusron.
Kebijakan kewajiban kebun plasma dinilai sebagai salah satu instrumen penting dalam mengembalikan keseimbangan antara kepentingan korporasi dan kesejahteraan masyarakat sekitar. Melalui skema ini, perusahaan perkebunan diwajibkan untuk mengalokasikan minimal 20 persen dari luas konsesi usaha kepada masyarakat dalam bentuk kebun plasma.
Ketentuan tersebut sebelumnya telah diatur dalam berbagai regulasi, di antaranya Undang-Undang Nomor 39 Tahun 2014 tentang Perkebunan, Peraturan Pemerintah Nomor 26 Tahun 2021, serta Peraturan Menteri Pertanian Nomor 26 Tahun 2007.
“Pemerintah harus hadir untuk memastikan bahwa hak-hak masyarakat lokal tetap terlindungi dan turut serta menikmati manfaat dari pembangunan sektor perkebunan. Kebun plasma bukan sekadar kewajiban formal, tapi wujud dari keadilan agraria,” lanjut Nusron.
Lebih lanjut, Nusron menyebutkan bahwa masih banyak perusahaan yang belum secara penuh menjalankan kewajiban tersebut. Oleh karena itu, ke depan pemerintah akan memperkuat pengawasan dan penegakan hukum terhadap pemegang HGU (Hak Guna Usaha) yang tidak patuh terhadap ketentuan plasma.
“Jika tidak dijalankan, maka akan kita evaluasi perizinannya. Negara memberikan tanah bukan hanya untuk keuntungan segelintir orang, tapi untuk kesejahteraan bersama,” tegasnya.
Melalui kebijakan ini, Kementerian ATR/BPN berharap tercipta pemerataan akses terhadap sumber daya agraria, peningkatan produktivitas masyarakat tani, dan penguatan ketahanan ekonomi desa secara berkelanjutan.