PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Pada sidang terakhir kasus karhutla yang terjadi pada tanggal 7 September 2019 dengan terdakwa korporasi PT. Adei Plantations and Industry yang digelar di Pengadilan Negeri (PN) Pelalawan pada Kamis (12/11/2020), yaitu mendengarkan putusan atau vonis dari majelis hakim.
Pada putusannya, sebagaimana yang dibacakan dalam fakta persidangan oleh majelis hakim yang dipimpin oleh Ketua PN Pelalawan Bambang Setiawan, SH, MH, memvonis terdakwa korporasi PT. Adei dengan membayar denda sebesar Rp 1 Milyar, dan pidana tambahan sebesar kurang lebih Rp 2,9 Milyar.
Putusan tersebut setelah mendengarkan dan menimbang keterangan para saksi dan ahli yang dihadirkan, baik dari Jaksa Penuntut Umum maupun dari pihak penasehat hukum terdakwa. Selain itu menimbang tuntutan JPU dan pembelaan dari penasehat hukum terdakwa.
Terkait vonis hakim tersebut, usai sidang, Penasehat Hukum terdakwa PT. Adei saat dimintai tanggapannya mengatakan, bahwa pihaknya akan koordinasi dahulu dengan kliennya, apakah akan mengajukan banding atau menerima vonis yang dijatuhkan oleh majelis hakim tersebut.
"Kita coba konsultasi dulu nanti dengan klien kita, tapi yang saya tangkap disini masih ada kelemahan-kelemahan dari majelis hakim sendiri yang tidak mempertimbangkan tentang undang-undang Perkebunan nomor 39 tahun 2014 tentang sarana dan prasarana yang diwajibkan kepada perusahaan perkebunan, di Pasal 1 ada tempo tenggang waktu. Kalau tadi menurut majelis hakim bahwa ada sarana prasarana tidak mencukupi tetapi kan undang-undang juga mengatur masih ada kesempatan, itulah dipergunakan oleh klien kami yang tenggang waktu itu berakhir pada tanggal 17 Oktober 2019, sedangkan kejadian itu terjadi pada 7 September 2019, jadi ini tidak terjadi perbuatan melawan hukum karena sarana dan prasarana itu masih ada diberikan oleh undang-undang waktu," terang Penasehat Hukum.
Nah artinya apa, lanjut PH, kita juga sudah berusaha bukan tidak, peraturan kita sendiri yang kadang tidak jelas. Kita juga sependapat dengan majelis hakim bahwa instansi terkait juga memang salah, tidak ada memberikan panduan ataupun nasehat dan hal semacamnya, hanya kesalahan ini semata dibebankan kepada perusahaan atau klien kita.
"Ini juga nanti yang akan kita musyawarahkan, apakah kita akan melakukan banding atau tidak kita belum tahu," ujar PH.
Sementara itu, Jaksa Penuntut Umum (JPU) melalui Kepala Kejaksaan Negeri Pelalawan Nophy Tennophero Suoth, SH, MH ketika dimintai tanggapannya terkait vonis yang dijatuhkan majelis hakim terhadap terdakwa korporasi PT. Adei mengatakan, bahwa pihaknya juga akan pikir-pikir dulu apakah akan banding terhadap putusan majelis hakim atau tidak.
"Ya terkait putusan tadi kami menyatakan akan pikir-pikir, karena memang ada perbedaan antara tuntutan yang kita ajukan dengan putusan hakim. Perbedaannya ada di pidana denda, kami menuntut Rp 1,5 Milyar, tetapi di putusan hakim Rp 1 Milyar. Selain itu, untuk pidana tambahan berupa perbaikan akibat tindak pidana sama," jelas Nophy.
Kami punya waktu 7 hari, sambung Nophy, untuk menyatakan sikap, pada prinsifnya kita cukup mengapresiasi keputusan majelis hakim ini karena dalam pertimbangan hukumnya sama dengan tuntutan kami. (Sam)