PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Seperti diketahui, beberapa waktu yang lalu PT. Serikat Putra telah terbukti melakukan pencemaran lingkungan dimana limbah PKS nya mencemari sungai Kerumutan.
Akibatnya, PT. Serikat Putra telah dijatuhi hukuman sangsi Administrasi dengan denda sebesar Rp. 140 juta, dan harus dibayarkan ke kas daerah dengan tenggang waktu yang telah ditentukan.
Namun timbul pertanyaan di masyarakat, kenapa hanya didenda sebesar 140 juta?. Menanggapi persoalan tersebut, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pelalawan Eko Novitra, ketika dikonfirmasi media ini, Senin (7/9/2020) menjelaskan, Untuk kasus PT. Serikat Putra ini kita kan memakai petugas PPLHD Provinsi Riau selaku tim pengawas yang mendampingi tim Gakkum Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Pelalawan.
"Mulai verifikasi sampai penentuan sangsi administrasi ini itu dilakukan oleh mereka (PPLHD Provinsi Riau, red) berdasarkan hasil sampel yang kita ambil yang diperiksa di Dinas Kesehatan Provinsi Riau, itu dasarnya mereka mengeluarkan sangsi administrasi termasuk dari hasil verifikasi yang mereka ambil saat turun bersama tim Gakkum kita," jelas Eko.
Dijelaskan Eko, Nah, mengenai angka 140 juta itu, itu mereka yang menghitungnya berdasarkan Peraturan Menteri LHK Nomor 7 Tahun 2014 tentang Kerugian Lingkungan Hidup akibat pencemaran dan kerusakan lingkungan hidup. Itulah dasar mereka menghitung denda yang dijatuhkan terhadap PT. Serikat Putra.
"Yang menghitung orang PPLHD jumlahnya seperti itu, kami hanya menerima saja. Yang membuat sangsi administrasi juga mereka, saya hanya meneken saja. Ada tu suratnya dari Dinas LHK Provinsi menyampaikan ke saya, setelah saya teken lalu saya berikan ke perusahaan," terang Eko lagi.
Lanjutnya, Mengenai penghitungan itulah dasarnya, tapi bagaimana ngitungnya saya tidak jelas juga, mereka lah yang tahu. Kenapa harus petugas PPLHD Provinsi, karena petugas PPLHD itulah yang di amanatkan dalam Undang-Undang 32 untuk menangani kasus pencemaran dan kerusakan, kalau tidak mengunakan petugas itu kita tidak bisa memberikan bukti apabila nanti sangsi administrasi ini tidak dijalankan oleh perusahaan.
Kalau sangsi asministarsi ini tidak dijalankan oleh perusahaan, itu kan ada sangsi yang lebih berat seperti pembekuan izin atau pencabutan izin, bisa pidana yang harus dikenakan ke perusahaan, jadi kalau tidak memakai petugas PPLHD sangsi yang lebih berat itu tidak bisa kita laksanakan. Tapi secara aturan undang-undang lingkungan hidup begitu.
"Terkait denda yang Rp 140 juta tersebut, itu baru ranah sangsi administrasi belum keranah perdata atau pidana. Jadi di Undang-undang Nomor 32 itu ada namanya sangsi administrasi yang diberikan kepada perusahaan yang melanggar terhadap pencemaran lingkungan, itu yang baru kita laksanakan," ungkapnya.
Eko menambahkan, Kalau itu tidak dilaksanakan oleh perusahaan, baru berikutnya bisa ke proses pengadilan ataupun bisa pembekuan izin atau pencabutan izin. Kalau sudah sampai ke pengadilan itu lain lagi perhitungannya, itu bisa pidana atau perdata. Tapi di sangsi administrasi itu ada memperlakukan denda kalau memang ada menemukan kerugian disitu.
"Terkait hasil uji di laboraturium, dari 5 sample yang diambil, 4 sample menunjukkan kwalitas air sungai dan 1 kwalitas air limbah. Jadi 4 sample kwalitas air sungai itu mengacu kepada Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 82 Tahun 2001 tentang Pengendalian Pencemaran Air dan pencemaran lingkungan hidup,
dan yang 1 sample yaitu kwalitas air limbah itu mengacu kepada Kepmen LH Nomor 28 Tahun 2003 tentang line aplikasi," tandasnya.
Dengan keluarnya sangsi administrasi dengan denda Rp 140 juta tersebut, bearti perusahaan PT. Serikat Putra terbukti melakukan kesalahan yang mengakibatkan terjadinya pencemaran lingkungan di sungai Kerumutan. Namun apakah denda itu sudah dilaksanakan oleh pihak perusahaan, Eko juga belum mengetahui. "Saya juga belum tahu apakah sudah dibayar apa belum sama perusahaan, Itu kan ada batas waktunya, nanti kita akan cek ke BPKAD," pungkas Eko. (Sam)