Jika Negara Ini Tak Miliki Uang, Jujurlah Pada Rakyat!

Oleh: Mustajab Impressa

SEMAKIN menutup rapat informasi bagaimana sebenarnya kondisi ekonomi Indonesia kepada rakyat, negara akan semakin cepat mendekati kehancuran. Meskipun rakyat tidak mengetahui 
persis kondisi ekonomi negara saat ini, namun rakyat merasakan adanya gejala bahwa negara ini mengalami kesulitan di bidang ekonomi. 

Ingatlah ungkapan orang bijak mengatakan,  “Ikan busuk dimulai dari kepalanya”. Apa makna dibalik ungkapan bijak itu? Itu dapat dimaknai bahwa, kebusukan pemerintahan dimulai dari kepala pemerintahan. Contoh, jika kondisi ekonomi bobrok berskala nasional maka Presidennyalah yang tidak cakap memimpin. Jika tingkat Provinsi bobrok ekonominya, maka Gubernurnya yang tidak becus memimpin Provinsi tersebut. 
Demikian juga jika yang bobrok ekonomi hanya setara Kabupaten/Kota, maka yang perlu diganti Bupati/Walikotanya. Karena merekalah pemegang kekuasaan pemerintahan tertinggi sesuai jenjang kekuasaannya masing-masing. Bagaimana jika bobrok ekonominya mulai dari Kabupaten/Kota sampai tingkat Nasional? Kalau ada kasus seperti itu tentu yang perlu dipersalahkan komandan 
rezim yang berkuasa saat itu, yakni seorang Presiden.

Seperti kondisi Bangsa Indonesia saat ini, ekonominya sangat mengkhawatirkan. Hal ini dapat dideteksi dari beberapa indikator yang dapat dirasakan masyarakat seperti ;
1. Pertumbuhan ekonomi yang rendah,
2. Banyak industri yang tutup,
3. Banyaknya pengangguran,
4. Daya beli masyarakat rendah,
5. Masyarakat banyak mengeluh karena semua barang-barang kebutuhan pokok mahal dan masyarakat sulit memenuhi kebutuhan pokoknya,
6. Banyak terjadi kriminalitas di tengah-tengah masyarakat,
7. Penegakan hukum tebang pilih,
8. Tidak jelas tupoksi antar lembaga pemerintahan dengan lembaga lainnya,
9. Rendahnya tingkat kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah,
10. Rendahnya kinerja Aparatur Sipil Negara, dan lain-lain.
Dari sepuluh indikator yang ada di atas saat ini semuanya telah terjadi. Penulis akan mengambil contoh satu dari sepuluh indikator tanda negeri ini sedang tidak sehat. Misalnya indikator No. 8, yakni “tidak jelas TUPOKSI antar lembaga pemerintah dengan lembaga lainnya” yang terjadi di Provinsi Riau. Apa itu contohnya?

Tanggal 22 Agustus 2019 lalu, Gubernur Riau menerbitkan instruksi kepada Bupati/Walikota se Provinsi Riau No. 423/Disdik/2019 perihal instruksi Penetapan Kurikulum dan Pelaksanaan Muatan Lokal Budaya Melayu Riau dan instruksi Gubernur No. 424/Disdik/2019 tanggal 22 Agustus 2019 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau.
Surat edaran Gubernur Riau perihal Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau No. 424/Disdik/2019 tanggal 22 Agustus 2019 sekilas tidak ada yang janggal. Tetapi kalau kita cermati lebih dalam, ada yang perlu dipertanyakan, kalimat itu berbunyi;

Dengan hormat,
Merujuk pada Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2018 tentang 
Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau serta Keputusan Gubernur Riau tentang Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau pada Pendidikan Menengah di Provinsi Riau Nomor Ktps. 921/VIII/2019, diinstruksikan kepada seluruh SMA/SMK/MA sederajat untuk dapat melaksanakan pembelajaran Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau mulai 
tahun pelajaran 2019/2020.
Teknis pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu 
mengacu pada Permendikbud Nomor 79 tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013. Kurikulum yang digunakan adalah Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau edisi revisi Tahun 2019 yang telah ditetapkan melalui Keputusan Gubernur Riau Nomor Ktps. 921/VIII/2019 tentang Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau pada Pendidikan Menengah di Provinsi 
Riau. Untuk penjelasan lebih lanjut terkait pelaksanaan pembelajaran Mata Pelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau dapat berkoordinasi dengan Lembaga Adat Melayu Riau dan Dinas Pendidikan Provinsi Riau.
Demikian disampaikan agar dapat dilaksanakan berdasarkan ketentuan yang berlaku.”

Pertanyaan dari masyarakat misalnya ;
1. Kapan kegiatan merevisi Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau dilaksanakan? Siapa tim revisinya?
2. Kenapa untuk mendapatkan penjelasan tentang Kurikulum Budaya Melayu Riau, lembaga pertama yang ditunjuk adalah Lembaga Adat Melayu Riau, yang kedua (dan) baru Dinas Pendidikan Provinsi Riau? Ada apa ini?
Coba kalau mengacu ke Perda Provinsi Riau No. 5 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Pergub Riau No. 45 Tahun 2018 tentang Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau, lembaga utama yang berwenang menyusun Kurikulum adalah Dinas. Dalam hal ini Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Sedang menurut surat edaran yang dikutip di atas begitu sampai di 
pelaksanaan pembelajaran konsultasinya pertama ke LAM-Riau. Ini pasti ada apa-apanya? Sebegitu lemahkah posisi Negara Indonesia ini? Sehingga lembaga formal yang bernama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia yang memiliki aparatur dan struktur organisasi sampai ke pelosok desa di seluruh wilayah Republik Indonesia tidak sanggup menjadi nara sumber utama dalam Penyusunan Kurikulum Muatan Lokal Budaya Melayu Riau?
Ada sumber yang layak dipercaya dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau mengatakan bahwa, revisi Kurikulum Budaya Melayu Riau tidak mengadopsi saran dan masukan dari Dinas Pendidikan Provinsi Riau. Terus ada kepentingan apa sampai urusan Kurikulum yang menjadi kewenangan Dinas diambil lembaga lain? Ini contoh kongkrit Negara sedang ada masalah. Banyak hal harus segera dibenahi agar perjalanan pemerintahan berjalan sesuai TUPOKSI nya masing-masing. Jika contoh yang disampaikan di atas tidak segera diluruskan, berarti Negara memang sedang menuju kebangkrutan.

Contoh lain: soal Peraturan Daerah Provinsi Riau Nomor 5 Tahun 2018 tentang Penyelenggaraan Pendidikan dan Peraturan Gubernur Riau Nomor 45 Tahun 2018 tentang Pelaksanaan Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau, keduanya mewajibkan bahwa anak SD s/d SMA wajib belajar Budaya Melayu Riau. Namun dalam Perda dan Pergub tidak disebutkan, dalam pelaksanaannya anak?anak belajar Budaya Melayu Riau itu bahan ajarnya diadakan dengan anggaran dari mana?
Sedang surat edaran Bapak Gubernur Nomor 424/Disdik/2018 tentang Pelaksanaan 
Pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau acuannya adalah Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014, dimana menurut Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 pasal 8 ayat 1 s/d 3 dan pasal 10 ayat 1 s/d 4 yang berbunyi ;
PASAL 8
1. Muatan lokal diselenggarakan oleh satuan pendidikan dengan memperhatikan sumber 
daya pendidikan yang tersedia.
2. Dalam hal ini muatan lokal ditetapkan sebagai mata pelajaran yang berdiri sendiri, satuan pendidikan dapat menambah beban belajar muatan lokal paling banyak 2 (dua) jam per minggu.
3. Kebutuhan sumber daya pendidikan sebagai implikasi penambahan beban belajar muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (2) ditanggung oleh pemerintah daerah yang menetapkan.
PASAL 10
1. Pengembangan muatan lokal oleh satuan pendidikan dilakukan oleh tim pengembang 
Kurikulum di satuan pendidikan dengan melibatkan unsur komite sekolah/madrasah, dan narasumber, serta pihak lain yang terkait.
2. Pengembangan muatan lokal oleh daerah dilakukan oleh Tim Pengembang Kurikulum 
Provinsi, Tim Pengembang Kurikulum Kabupaten/Kota, Tim Pengembang Kurikulum di satuan pendidikan, dan dapat melibatkan na sumber serta pihak lain yang terkait.
3. Pengembangan muatan lokal sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) mengacu pada tahapan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6.
4. Pengembangan muatan lokal dikoordinasikan dan disupervisi oleh Dinas Pendidikan atau Kantor Kementerian Agama Provinsi dan Kabupaten/Kota sesuai dengan kewenangannya.
Dengan kutipan Permendikbud Nomor 79 Tahun 2014 Pasal 2 dan 3 tentang Muatan Lokal Kurikulum 2013 Pemerintah Daerah Provinsi Riau wajib menanggung biaya dalam menjalankan pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau.

Apakah Pemprov Riau saat ini atau tahun 2019/2020 telah menganggarkan untuk pelaksanaan pembelajaran Muatan Lokal Budaya Melayu Riau ini? Jika belum apakah tidak sebaiknya instruksi Bapak Gubernur tersebut diberlakukan tahun ajaran baru tahun 2020/2021 sambil mempersiapkan bahan ajar dan guru-gurunya, sebab jika proses pembelajaran menggunakan 
Kurikulum hasil revisi tahun 2019 diberlakukan tahun ajaran 2019/2020, pasti bahan ajarnya juga belum ada dan sekolah akan menghadapi persoalan dana untuk mengadakan buku ajarnya? 
Terlebih para pemimpin rakyat ini telah berikrar bahwa pemerintah telah membuat kebijakan “Sekolah Gratis”. Janganlah guru disalah-salahkan jika guru Budaya Melayu Riau dengan konsisten melaksanakan instruksi Bapak Gubernur di atas.
Jika Pemprov Riau belum menganggarkan untuk pengadaan bahan ajar Budaya Melayu Riau dan tidak ada uang, jujur sajalah kepada rakyat, tidak usah sok membuat slogan yang menipu rakyat seperti slogan “Sekolah Gratis”. Masyarakat tidak suka dan justru benci jika memang kondisi negara ini tengah sakit tetapi pemimpinnya melakukan pencitraan sok kaya yang nyatanya membiayai wajib belajar 12 tahun sejatinya belum mampu. Jujur saja kepada rakyat, pasti rakyat bersedia gotong royong membantu sekolah. Selama dikelola transparan dan pemerintah jujur kepada rakyatnya, pasti rakyat bersedia berkorban demi anak-anaknya. Jangan sibuk membuat slogan “Sekolah Gratis” namun kenyataannya membayar gaji guru honorer saja tidak sanggup.

Berhenti dan sadar sesadar-sadarnya bahwa slogan “Sekolah Gratis” justru merugikan rakyat. Jujur saja kepada rakyat, pasti rakyat akan mengerti kesulitan pemerintah. Tetapi jika para pemimpin selalu buat pencitraan dan bersikap sok negara ini kaya, dan tetap ngeyel melakukanpencitraan, sedang keuangan negara megap-megap-, tunggu segala sesuatunya akan rugi semuanya. 
Dua contoh persoalan di atas dapat dipergunakan untuk menilai bagaimana sebenarnya kondisi pengelolaan pemerintahan Provinsi Riau. 

Kritik dan saran dari masyarakat yang bersifat membangun sebaiknya ditanggapi dengan baik, jangan justru ada kritik dan saran dari masyarakat, pemerintah jumawa cari-cari kesalahan dari masyarakat. Sadarlah para penguasa bahwa kalian bekerja atas perintah rakyat.
Rakyat lah pemilik kedaulatan bangsa ini. Rakyat telah menunjuk wakilnya di DPR Republik Indonesia, DPRD tingkat Provinsi, DPRD tingkat Kabupaten/Kota, untuk membuat anggaran dan mengawasi penguasa dalam menjalankan tugas dari rakyat. Jangan pernah terlintas di benak penguasa untuk menipu rakyat. Sebab rakyat adalah  pemegang kedaulatan tertinggi di Negara Indonesia ini. Kalian semua harus sadar bahwa semua penguasa telah diberi gaji oleh rakyat, maka penguasa harus bekerja untuk rakyat, bukan untuk diri sendiri dan golongannya. Itulah hakikat sebenarnya berdemokrasi. Jika hal demikian dapat 
berjalan sebagaimana aturan yang sudah disepakati bersama, Insya Allah Negara Republik Indonesia akan aman, sebagaimana tujuan didirikannya Negara Kesatuan Republik Indonesia. Semoga! ***

Baca Juga