JAKARTA, RIAUBERNAS.COM - Para terpidana mati kasus narkotika sengaja mengulur waktu eksekusi dengan mengajukan grasi dan peninjauan kembali (PK), hal itu diakui Jaksa Agung M Prasetyo.
Jaksa Agung menyebutkan, setiap terpidana diperbolehkan mengajukan PK lebih dari satu kali, dan begitupula untuk grasi. Hal itu sudah diatur dalam perundangan.
"Saya tidak hapal berapa jumlah terpidana matinya, tapi yang jelas mereka berusaha mengulur waktu. UUD memberi peluang untuk itu", jelas Prasetyo. Seperti dilansir dari CNNIndonesia.
M. Prasetyo melanjutkan, peluang dari perundangan itu, berbentuk ketiadaan batasan waktu pengajuan grasi dan PK. "Grasi tidak dibatasi waktunya. Ini jadi masalah atau kendala kita. Jadi harus hati-hati", ucapnya.
Prasetyo menyebutkan, eksekusi akan dilakukan setelah proses hukum tuntas. Pihaknya saat ini sedang menalaah sejumlah proses hukum. "Jadi ya kita akan tunggu. Lebih cepat lebih baik", pungkasnya.
Sebagaimana diketahui, Pasal 7 Undang-undang Nomor 5 Tahun 2010 tentang Grasi menyebut, bahwa grasi hanya bisa diajukan paling lama satu tahun setelah putusan berkekuatan hukum tetap. Namun, Mahkamah Konstitusi sudah membatalkannya. Alhasil, tak ada batas waktu pengajuan grasi.
Kejaksaan Agung, sebelumnya telah menggelar tiga kali eksekusi mati. Pertama pada 18 Januari 2015, dengan terpidana mati yang dieksekusi sebanyak enam orang.
Selanjutnya pada 29 April 2015, dengan terpidana mati yang diesksekusi sebanyak delapan orang. Dan terakhir dilakukan pada 29 Juli 2016, dengan total terpidana mati yang eksekusi sebanyak empat orang.