PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Saat terjadinya musibah kebakaran di lahan milik PT Langgam Inti Hibrido di wilayah Gondai, 27-31 Juli 2015 lalu, perusahaan sebenarnya telah melakukan seluruh prosedur penanggulangan kebakaran lahan.
Pernyataan ini disampaikan oleh tersangka kasus kebakaran lahan PT LIH, Frans Katihotang. Menurutnya, saat mendapat kabar terjadi kebakaran di lahan Gondai, pihaknya langsung bergerak ke lokasi untuk memadamkan api dengan seluruh peralatan yang sudah tersedia sebelumnya baik di kantor Gondai maupun di kantor lainnya milik LIH yakni sebanyak 39 pompa.
"Jadi total regu pemadam ada 52 orang, bahkan saya juga turut dalam pemadaman ini," ujarnya. tutur Frans, Manager Operasional LIH, pada saat dimintai kesaksiannya dalam persidangan di Pengadilan Negeri Pelalawan, Riau, Selasa (19/4).
Dia menyebutkan bahwa dia baru 5 hari efektif bekerja di lahan sawit LIH pada saat terjadinya
kebakaran pada 27 Juli 2015. Bahkan dia juga langsung terlibat dalam proses pemadaman api.
“Pada saat proses memadamkan, saya bahkan nyebur ke parit. Kalau saya tidak menceburkan diri ke parit, saya akan terkena api, karena api menjalar sangat cepat. Siapapun kalau baru datang, lalu disalahkan karena dianggap membakar maka tentu tidak terima. Tetapi karena saya menerima SK dipindah ke LIH, maka saya bertanggungjawab, karena saya tidak hanya terima gaji, begitu ada masalah buang badan. Saya bertanggungjawab dan siap menjalani proses hukum sejak saya ditetapkan sebagai tersangka,” kata Frans.
Menurutnya, asal api yang menyebabkan kebakaran di lahan milik LIH berasal dari luar kebun dan api terbawa angin. Di lokasi kebakaran itu ranting pohon berjatuhan sehingga mempercepat api menyebar. Di lahan Gondai disiapkan kanal dan meskipun musim kemarau, semua kanal di lahan LIH tetap terisi air. Kanal tersebut sebagai pemisah blok yang terdiri dari 25 blok yang berada di lahan Pangkalan Gondai.
Kanal yang dibangun tahun 2013 itu berada di area lahan yang sudah maupun belum tertanam. Keberadaan kanal-kanal ini menjadi sumber air untuk memadamkan api. Ini sudah menjadi bagian dari standar operasi di perusahaan.
Saksi ahli dari Institute Pertanian Bogor (IPB) Mahmud Arifin, yang juga saksi ahli hot spot dan investigator utama antariksa di Jepang pada 2013, mengatakan metodologi hot spot dengan mendeteksi dan merekam untuk menentukan titik api atau bukan. Akurasi hot spot menurut LAPAN sendiri hanya berkisar 43% karena adanya faktor ommision atapun commission error. Mengenai deteksi dini, sesuai Permen LH No. 10 Tahun 2010 pasal 8 maka yang wajib menyediakan data satelit sebagai upaya deteksi dini adalah pemerintah. Di lapangan deteksi dini bisa dilakukan dengan cara patroli api, menara api, dan dapat ditunjang dengan data satelit yang disediakan pemerintah.
“Untuk kasus kebakaran di LIH, data titik api di lahan Gondai ada 4 titik di lahan seluas 533 ha.
Namun data ini diperoleh setelah terjadinya kebakaran dan tidak pernah langsung dilakukan recognisi di lapangan. Jadi data hotspot ini tidak dapat digunakan sebagai bukti hukum untuk menyimpulkan bahwa asal api berasal dari dalam area LIH,” ujar Mahmud dalam kesaksiannya.
Mahmud menjelaskan mengenai data satelit, saat ini data yang dipublikasikan oleh BMKG dan LAPAN sendiri terlambat 6-8 jam dari citra satelit yang diperoleh, sehingga tindakan recognisi jadi tidak ada gunanya lagi dilakukan mengingat dalam rentang waktu tersebut apabila memang benar titik hotspot itu adalah firespot, maka kebakaran yang terjadi pasti sudah luas.
"Kalau ada kebakaran dan data satelit diterima belakangan apa itu berarti tidak melakukan deteksi
dini? Jawabannya, kalau disitu sudah ada menara api dan ada patroli maka itu sudah melakukan
merupakan bagian dari tindakan deteksi dini," tutur Mahmud.
Dari persidangan sebelumnya, seluruh saksi fakta menyatakan bahwa PT Langgam Inti Hibrindo (LIH) telah menjalankan Standar Prosedur Operasi ketika kebun milik perusahaan di Gondai terbakar pada tanggal 27 – 31 Juli 2015. Perusahaan juga terbukti tidak melakukan pembakaran terhadap lahannya sendiri.
"Sampai hari ini sebanyak 25 saksi fakta yang dihadirkan di persidangan menyatakan bahwa kebakaran di kebun Gondai tidak dilakukan oleh LIH. Perusahaan justru telah menjalankan SOP sehingga api segera tertangani dan dalam tempo 4 hari sudah padam seluruhnya," ujar Kuasa Hukum LIH, Hendry Muliana Hendrawan.
Dalam sidang sebelumnya I Nyoman Widiarsa, Direktur PT LIH yang menjadi saksi mengatakan bahwa pada 27 Juli 2015 seluruh unsur pimpinan perusahaan langsung bergerak melakukan pemadaman setelah menerima informasi adanya asap di luar lahan LIH pada sekitar pukul 16.00 WIB.
Sebagai bagian dari prosedur operasi di LIH, pada pukul 19.30 WIB hari itu juga, perusahaan
memberikan laporan kepada Camat Pelalawan dan meminta bantuan water bombing dengan menyampaikan titik koordinat api. Namun upaya mendapatkan water bombing tidak berhasil lantaran helikopter water bombing sedang memadamkan api di daerah lain.
Untuk melakukan pemadaman, LIH bekerja nonstop selama 24 jam dengan menggunakan standar peralatan yang dimiliki yaitu 2 unit Max3, 1 unit Tohatsu dan 13 unit alkon beserta selang penyedot dan selang penyemprot.
Saksi lainnya, Gunawan Djajakirana, ahli ilmu tanah dari Institut Pertanian Bogor (IPB) dalam
persidangan sebelumnya mengatakan tidak masuk akal sebuah perusahaan membakar atau membiarkan terjadi kebakaran terhadap tanaman sawit yang sudah dirawat dan dipelihara dengan baik. Apalagi tanaman tersebut berasal dari bibit unggul yang harganya mahal. (rls/tha)
Editor : Ai