Soal Normalisasi Sungai Pinang, Ketua Kelompok Nelayan: Kami Tidak Merasa Terdampak

PELALAWAN, RIAUBERNAS.COM - Pasca normalisasi Sungai Pinang yang tidak kunjung selesai oleh perusahaan, Kepala Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Pelalawan, Eko Novitra, memanggil semua pihak diantaranya Kepala Desa Sungai Ara, masyarakat Sungai Ara dan Ketua Gerakan Pemuda Peduli Pelalawan (GP3) Joe Kampe, di rumah dinas Bupati Pelalawan, Selasa (19/10/2021).

Dalam kesempatan itu, Bupati Pelalawan Zukri menengahi bahwa persoalan ini telah sampai ke Pemkab Pelalawan. Seharusnya DLH mendudukkan semuanya, baik itu perusahaan yakni PT. SAU, masyarakat Sungai Ara dan Ketua GP3 serta pihak Kepala Desa. Sehingga dengan begitu, persoalan itu akan mudah diselesaikan. 

Usai itu, Dinas Lingkungan Hidup membawa masyarakat Sungai Ara ke kantornya. Sementara Kades Sungai Ara sendiri begitu usai jumpa Bupati Pelalawan, langsung pergi entah kemana. 

Dikonfirmasi soal ini usai pertemuan dengan masyarakat, Selasa (19/10/2021) Kadis Lingkungan Hidup (DLH) Eko menyarankan bahwa sebaiknya pihak perusahaan mengurus legalitas perizinan terlebih dahulu kegiatan di daerah tersebut ke DLH Pelalawan agar pekerjaan di sana berjalan dengan lancar. 

"Perizinan di sini apa yang dilakukan oleh perusahaan atas kegiatannya di desa tersebut, pembersihan sungai, normalisasi sungai atau apa nih. Jadi mereka harus melakukan permohonan, baru nanti kami akan keluarkan izinnya. Artinya, mereka melakukan normalisasi sungai atau kegiatan di sana itu memang atas permintaan Kades, tapi sayangnya perusahaan tidak melanjutkan dengan mengajukan izin ke DLH," kata Eko. 

"Perusahaan seharusnya melaporkan semua. Misalkan, akan melakukan kegiatan pembersihan sungai, pembuangan sampahnya di sini dan memakai alat apa. Itu harus dilaporkan agar tak menimbulkan kejadian seperti ini di belakang hari," tambahnya. 

Terkait penahanan alat berat yang dilakukan masyarakat, Eko mengatakan, penahanan alat berat itu dilakukan masyarakat karena mereka merasa tidak diberitahu sebelumnya. Karena itulah mereka meminta ganti rugi ke perusahaan. 

Menurutnya, setiap kegiatan lingkungan pasti akan selalu menimbulkan dampak. Tapi dampak itu pasti harus diminimalisir sejauh mungkin. Nanti dalam surat SPPL akan diberitahukan sampai sejauhmana dampak yang ditimbulkan perusahaan akibat kegiatan lingkungan tersebut. 

Terpisah, Kades Sungai Ara, Hariono, dikonfirmasi soal ini, Selasa (19/10/2021) mengatakan bahwa harusnya ada koordinasi terlebih dahulu, namun nampaknya ada oknum yang mencoba menahan alat berat milik perusahaan yang akan membersihkan kanal tersebut. 

"Tapikan ini atas permohonan dari Desa seizin pemilik-pemilik lahan. Pemilik lahan tidak ada persoalan bahkan merasa terbantu atas pencucian kanal, juga menghindari kebakaran hutan karena tahun 2020 pernah terjadi karhutla di Sungai Pinang, dan kita membantu pihak perusahaan untuk mencuci kanal," ujarnya. 

Lanjutnya, setelah pencucian sungai itu maka secara otomatis debit air pun akan berjalan lancar. Sehingga hal itu diharapkan akan mampu bekembang biak ikan di sana. Kalau penutupan sungai itukan hanya penyeberangan alat saja, tidak ada penutupan atau pelebaran sungai, ikuti aliran sungai saja. 

"Mana aliran sungainya, itu yang diikuti, yang dicuci. Jadi tak ada dibuat sungai baru lah, tak ada seperti itu. Jadi bagaimana kami mau membukanya kalau alatnya ditahan oleh oknum," katanya.

Untuk alat perusahaan sendiri masyarakat tak terima karena ulah oknum, sementara pemilik lahan ingin dipekerjakan secepatnya karena ini berdasarkan permintaan bersama atau Desa, karena karhutla inikan sangat berbahaya.

Menurutnya, persoalan polemik antara masyarakat itu merupakan hal biasa. Tapi kalau inikan sifatnya urgent karena musim kemarau karena kalau musim penghujan tidak akan bisa lagi, makanya Desa menjaga cepat. Dari Dinas Lingkungan Hidup sendiri akan ditindaklanjuti cepat karena hakekatnya Dinas Lingkungan Hidup telah memanggil semua pihak yang terkait dalam persoalan ini. 

"Untuk tindakan selanjutnya, masyarakat berharap pekerjaannya cepat dilaksanakan kembali agar akses masuk ke kanal mereka bisa masuk dan mengolah lahan mereka kembali," katanya. 

Ketua Kelompok Nelayan Desa Sungai Ara, Abdullah, pada saat yang sama menyatakan hal yang lebih kurang sama, bahwa apa yang dilakukan perusahaan selain mampu mengantisipasi karhutla juga memperlancar debit air. 

"Dan sekarang mereka katanya melapor terdampak, padahal sebenarnya kami tidak terdampak. Jadi dalam laporan mereka kan ratusan nelayan terdampak mata pencahariannya, sementara kami tidak ada apa-apa. Jadi mereka melapor itu membawa nama kami sebagai nelayan, di situ yang kami tidak terima. Padahal di Desa Sungai Ara itu ada enam (6) kelompok, dan saya sebagai salah satu ketua kelompoknya. Ini bukan masalah untuk memperlancar usaha kami tapi pengaduan orang itu ratusan nelayan terancam gitu, sementara kami tidak mengatakan terancam. Jadi kenapa mereka tidak naik karena semua mewakilkan ke saya semua enam kelompok itu. Saya bilang ke mereka semua, apa benar kalian terdampak? Kalau benar memang terdampak, mari kita sama-sama berjuang. Tapi nyatanya mereka bilang tak ada yang terdampak. Jadi dijual nama nelayan itu untuk kepentingan pribadi," tegasnya. 

Ketua Gerakan Peduli Pemuda Pelalawan (GP3) Pelalawan, Joe Kampe mengatakan, terkait kanal ada beberapa tuntutan pihaknya ke perusahaan soal sagu hati. Namun pihaknya dari GP3 akan mengawal terhadap lingkungan dan perusahaan juga wajib memenuhi izin-izin itu. 

"Kita meminta perusahaan untuk memperbaiki lingkungan dan meminta bantuan bibit perusahaan untuk memulihkan kondisi Sungai Pinang," tukasnya. (ndy)

Baca Juga