Melihat Sejarawan Yang Membangun Bagansiapiapi Rokan Hilir

ADVERTORIAL PEMBANGUNAN ROHIL

BAGANSIAPIAPI, RIAUBERNAS.COM - SUDARNO MAHYUDIN lahir di Bagansiapi-api, Rokonhilir, Riau, pada 26 September 1940. Menamatkan Sekolah Rakyat (SR) di Bagansiapi-api tahun 1953, SMP Bagian B di Surakarta, Jawa Tengah, tahun 1956 dan SMA Bagian B di kota yang sama tahun 1960. Ia melanjutkan pendidikan di Fakultas Ekonomi, Universitas Gadjah Mada di Jogyakarta, sampai tingkat dua.

Balik ke kampung halamannya di Bagansiapi-api, tahun 1971, ia melakukan pekerjaan-pekerjaan kasar. Baru di tahun 1972--1975 ia mendermabaktikan ilmunya di sekolah-sekolah swasta di Bagansiapi-api sebagai guru hingga akhirnya dipercaya sebagai direktur Perguruan Wahidin di kampung nelayan itu. Tahun 1976 Sudarno mengakhiri pengabdiannya sebagai guru, ia diangkat sebagai pegawai negeri sipil (PNS) dan ditempatkan di Kantor Imigrasi Bagansiapi-api.

Bakat kesastraannya sudah mulai tumbuh ketika ia masih duduk di bangku SMA di Surakarta. Kala itu ia mengisi rubrik di majalah dinding sekolahnya, dan pada tahun 1965 ia mulai mempublikasikan karya-karyanya berupa cerpen dan cerita bersambung di berbagai media di Medan, Sumatera Utara, dan Pulau Jawa. Sudarno Mahyudin terbilang sastrawan terproduktif di Riau. Ia minimal sudah menulis 35 judul buku dalam karier kepenulisannya, mulai dari roman/novel, naskah teater, scenario film, cerpen dan buku tunjuk ajar.

Novelnya Insiden Santau Hulu memenangi Sayembara Penulisan Roman Daerah Riau tahun 1983. Tahun 1985 skenarionya berjudul Kudeta memenangkan juara kedua untuk Sayembara Penulisan Skenario Film yang diselenggarakan oleh Departemen Penerangan RI. Tahun yang sama, novel anak-anaknya berjudul Perang Guntung keluar sebagai pemenang kedua Sayembara Penulisan Cerita Anak-anak yang diselenggarakan oleh Penerbit PT Citra Aditya Bakti, Bandung. Tahun 1990 novel cerita rakyatnya yang berjudul Sungai yang Menjadi Saksi Hidup keluar sebagai pemenang kedua Sayembara Penulisan Cerita Daerah Riau. Tahun 2004, skenarionya Panglima Besar Reteh meraih juara harapan Sayembara Penulisan Skenario Film Layar Lebar yang diselenggarakan Departemen Kebudayaan dan Pariwisata RI.

Novel-novelnya yang lain yang sudah dibukukan adalah Insiden Kapal Nautilus (1988, 1989, 2002), Putri Sei Melur (1987), Pendekar Musalim (1992), Pahlawan Perang Dalu-dalu (1996), Raja Kecil (1989, 1991, 1996), Tenggelamnya Kapal Malaka’s Welvaren (1995, 1996),  Pergolakan Pereban (1989, 2001, 2005, 2007), Menentang Matahari (1996, 2001, 2005, 2007), Muda Cik Leman (2003, 2006), Gema Proklamasi RI Dalam Peristiwa Bagansiapi-api (2006), Cinta Dalam Sekam (2006), Tatakrama Melayu, Suatu Warisan Budaya (2006), Intan Kaca (2007), Tiga Naskah Teater Tradisional Melayu Riau (2007), Senarai Profesi Keras Datang, Merak Menanti (2007), Pengantin Lipan (2008), Rayap (kumpulan cerpen, 2008), Prolog, Kronologis dan Epilog Peristiwa Bagansiapi-api (2008).

Untuk teater, Sudarno telah menulis lima naskah, yaitu Putri Seri Daun (pemenang kedua Festival Drama Klasik di Bengkalis, 1983), Pinangan Liuk (pemenang pertama Festival Teater Remaja Riau, 2004), Laksmana Mengamuk (pemenang kedua Festival Teater Idrus Tintin Award, 2005), Pilih-pilih Menantu (1992), dan Ratu Sik Sima (belum pernah dipentaskan). Sedangkan untuk film, sedikitnya tujuh scenario telah ia tulis, yaitu James Bagio Vs Wrong Gang (1990), Mencari Pencuri Anak Perawan (enam episode, 1993), Nara Singa (1995), Awang Mahmud (1996), Dikalahkan Sang Sapurba (2004), Ke Langit (2004), dan Mai (Intan Kaca) (2008). Beberapa dari skenarionya telah difilmkan.

Dalam usia 68 saat ini Sudarno masih produktif menulis untuk berbagai genre. Tulisan-tulisannya dipublikasikan di Riau Pos, Sagang, Riau Mandiri, dan sebagainya. Sejak pensiun dari PNS – terakhir bertugas di Kanwil Kehakian Provinsi Riau – Sudarno mudik ke kampung halamannya.(adv/hms/ri)


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar