Karakter Bangsa Dimulai Dari Golden Age

Sumber: http://presidenri.go.id

Pagi baru menunjukkan pukul 09.00 WIB. Sinar matahari pagi yang biasanya sudah panas menyengat di langit Kabupaten Pelalawan, pagi itu sepertinya enggan menampakkan diri. Sang surya seolah membiarkan awan menghalangi sinarnya, langit di sana-sini terlihat hitam, mendung yang menggantung.

 Tapi pagi yang mendung di Kabupaten Pelalawan itu sedikit terusir jika kita melongok kegembiraan sejumlah anak-anak di salah satu Taman Kanak-Kanak yang ada di Pangkalankerinci, Ibukota Kabupaten Pelalawan, Riau. Dengan seragam cerah dan duduk di atas matras. Anak-anak generasi penerus bangsa itu duduk membentuk setengah lingkaran, mengelilingi dua orang guru wanita yang tengah mendongengkan cerita. Di tangan kedua orang guru itu masing-masing memegang sebuah buku bergambar dalam bahasa pengantar Bahasa Indonesia dan Bahasa Inggris.

 “Kok burung raksasa dimakan? Kan besar? Apa bisa Nenek yang sudah tua itu memakan burung yang besar,” cetuk seorang anak lelaki yang ada dalam lingkaran itu.

 “Kan nenek itu sakti, pasti bisa lah makan burung raksasa itu,” bantah anak lainnya. “Iya kan, Bu Guru,” sambungnya seraya matanya menatap pada kedua gurunya, meminta dukungan.

 Kedua guru itu tersenyum. Sebelum melanjutkan ceritanya, kedua guru itu menjelaskan tentang apa saja yang sudah ditelan ke dalam perut nenek merujuk dongeng tersebut.

 Suasana belajar ini terjadi di sebuah ruang kelas Taman Kanak-Kanak C9 yang berada di Jalan lintas Timur, Pangkalankerinci, Kabupaten Pelalawan. Anak-anak itu bebas melontarkan rasa ingin tahunya yang besar, sebagian diam menyimak tapi antusias namun kesemua anak itu menyiratkan keceriaan masa kanak-kanak yang murni.

 Setiap manusia dilahirkan dalam pola pola pikir positif, punya rasa ingin tahu serta ingin belajar. Apalagi anak-anak umumnya berani berekspresi, punya rasa penasaran yang tinggi dan berani mencoba serta aktif. Hanya saja sifat ini luntur seiring bertambahnya umur, apalagi jika unsur negatif dari luar amat kuat.

 Seiring naik kelas di sekolah, seorang anak juga semakin sibuk mengejar prestasi dengan dibuktikan nilai angka. Padahal tujuan terbesar pendidikan adalah menghasilkan seseorang yang berkarakter pembelajar seumur hidup. Hal ini terlihat dari seorang anak yang terus belajar, mengasah skill, perilaku atau attitude serta mampu beradaptasi.

“Hal-hal ini merupakan pembelajaran yang penting ditanamkan kepada anak-anak agar mereka – suatu hari nanti – siap hidup di tengah-tengah masyarakat,” terang Kepala Dinas Pendidikan Pelalawan, Syafruddin M.Si, saat ditanya soal pentingnya pembentukan karakter sejak dini.

 Syafruddin mengatakan bahwa hal yang tak kalah penting lainnya adalah bahwa di dalam sekolah, mereka juga harus menikmati proses belajar serta mampu menyikapi nilai. Artinya, jika seorang anak mendapat nilai jelek bukan berarti anak itu tidak berhasil atau bodoh. Justru anak itu tetap harus didukung dan diberi keyakinan bahwa dia masih bisa mengasah kemampuan, bahkan mencari bentuk kompetensi yang lain.

 “Tapi tentu saja metode ajar akan berbeda sesuai usia anak atau strata pendidikan,” ujarnya.

 Anak berusia satu hingga lima tahun, sambungnya, sering disebut sebagai masa golden age. Dalam masa ini mereka mudah sekali menyerap sesuatu dari lingkungannya. Mereka akan melakukan tindakan imitasi atau meniru dari apa yang dilihat dan didengar. Dengan kata lain, masa golden age ini adalah masa yang tepat untuk secara sederhana membentuk karakter anak-anak. Karena itulah, Pendidikan Anak Usia Dini (PAUD) dinilai penting bagi seorang anak. Tujuannya yaitu untuk menumbuhkan rasa kepercayaan diri dan melatih perkembangan motorik anak.

 Pendekatan pendidikan pada usia pre-school dan sekolah dasar mencakup aspek social, emosi, fisik, dan inetelktual. Dan bagi anak-anak, hal ini tentu bisa tercapai berkat fasilitas permainan yang edukatif. Karena pada usia sekolah menengah, seorang anak sudah lebih disiplin dan mampu belajar secara independen, serta mulai memperlihatkan peminatan khusus.

 “Pada usia anak masuk SMP, seorang anak sudah bisa menjawab pertanyaan “apa yang kamu suka” dan “apa yang bisa kamu kontribusikan untuk orang lain”, sehingga seorang anak di usia ini sudah tahu apa yang diminatinya,” ujarnya.

 Hal yang kurang lebih sama disampaikan oleh Bupati Pelalawan, HM Harris, terkait pentingnya pembentukan karakter sejak usia dini. Menurutnya, dunia pendidikan diharapkan mampu sebagai motor penggerak untuk memfasilitasi pembangunan karakter bangsa.

"Pembangunan karakter dan pendidikan karakter harus menjadi suatu keharusan. Pendidikan tidak hanya menjadikan peserta didik menjadi cerdas tapi juga mempunyai budi pekerti dan sopan santun, sehingga keberadaannya sebagai anggota masyarakat menjadi bermakna baik bagi dirinya maupun masyarakat pada umumnya," terangnya.

Harris menegaskan bahwa pembangunan watak atau character building adalah suatu hal yang amat penting. Soalnya, semua unsur lapisan masyarakat ingin membangun manusia Indonesia yang berakhlak, berbudi pekerti, dan berperilaku baik. Dan bangsa ini ingin memiliki peradaban yang unggul dan mulia, sehingga peradaban demikian dapat dicapai jika masyarakatnya juga merupakan masyarakat yang baik atau good society.

"Itulah sebabnya, kita sungguh menggarisbawahi pentingnya pendidikan dan pembangunan karakter bangsa dalam arti luas," tandasnya.

Bangsa yang berkarakter unggul, di samping tercermin dari moral, etika dan budi pekerti yang baik, juga akan ditandai dengan semangat, tekad dan energi yang kuat. Tak hanya itu, dengan pikiran yang positif dan sikap yang optimis, serta dengan rasa persaudaraan, persatuan dan kebersamaan yang tinggi. Apalagi saat ini persoalan budaya dan karakter bangsa telah menjadi sorotan tajam masyarakat dan telah menjadi isu sentral pendidikan nasional.

"Harus diakui bahwa sampai saat ini pendidikan karakter sudah dianggap sebagai alternatif yang bersifat preventif untuk penyelesaian tuntas persoalan kebangsaan," tegasnya. 

Apalagi pembentukan karakter saat ini sudah menjadi salah satu tujuan pendidikan nasional. Pasal I UU Sistim Pendidikan Nasional (Sisdiknas) tahun 2003 menyatakan bahwa di antara tujuan pendidikan nasional adalah mengembangkan potensi peserta didik untuk memiliki kecerdasan, kepribadian dan akhlak mulia.

Pernyataan yang disampaikan oleh orang nomor satu di Kabupaten Pelalawan ini sejalan dengan gagasan para founding father di masa-masa awal kemerdekaan mengenai pentingnya karakter bangsa yang harus dibangun. Sebagai Negara yang telah lama berada di bawah kekuasaan asing, Soekarno menilai begitu banyak kerusakan yang timbul di negara ini. Dengan kata lain, bangsa ini menjadi bangsa yang tunduk, tergantung dan ketakutan terhadap bangsa lain dan itu harus dibenahi.

Indonesia harus menjadi Negara yang merdeka, bersatu, berdaulat, adil dan makmur, seperti cita-cita yang teruang dalam Undang-Undang Dasar 1945. Untuk mencapainya, Soekarno menekankan pembangunan mental dan karakter kebangsaan (national and character buiding). Karena begitu pentingnya karakter bangsa ini, pendiri sekaligus Presiden RI pertama itu menjadi hal ini sebagai salah satu strategi besar dalam proses pembangunan bangsa.

Soekarno mengungkapkan ada empat gagasannya mengenai karakter bangsa, yaitu kemandirian, kedaulatan rakyat, persatuan dan martabat bangsa. Kemandirian berarti menghilangkan ketergantungan terhadap bangsa lain. Kedaulatan rakyat (demokrasi) menggantikan feodalisme dan kolonialisme yang dianut sebelumnya.

Sebagai negara yang merdeka, rakyat memiliki peran dalam proses politik dan pengambilan keputusan demi tercapainya kesejahteraan dan kemakmuran bersama. Adapun persatuan terkait erat dengan nasionalisme. Sebagai Negara kepulauan yang terdiri dari berbagai suku bangsa, Indonesia harus dipersatukan dalam satu kesadaran berbangsa. Pada akhirnya, bangsa ini harus menjadi bangsa yang bermartabat dan berwibawa demi mewujudkan keamanan dan ketertiban untuk mencapai kesejahteraan nasional.

Perubahan yang terjadi pada lingkungan global, regional maupun nasional ikut mempengaruhi karakter bangsa. Globalisasi memungkinkan pertukaran barang, informasi bahkan manusia, yang ini menyebabkan adanya pengaruh budaya bangsa lain yang akan mengancam jati diri bangsa. Sedangkan di tataran nasional, terbentuknya demokrasi yang lebih baik melalui pemilihan langsung dan otonomi daerah, jelas nyata ikut berpengaruh pada karakter bangsa. Meskipun demikian, pembangunan karakter bangsa tidak boleh terhenti. Karena itu yang akan menjadi modal pembangunan bangsa di masa depan.      

Di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (Sisdiknas) sendiri dinyatakan bahwa pendidikan nasional bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik menjadi manusia yang beriman dan bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab.

Jika tujuan terbesar pendidikan itu telah tercapai, maka bukan tak mungkin sekolah bisa menghasilkan orang yang kaya secara emosional, spiritual dan moral, toleran dan berwawasan luas serta punya kemampuan berpikir efektif , efesien dan terampil. Semoga!***

 

 

Penulis  : Andy  Indrayanto


[Ikuti RiauBernas.com Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar